06. Bayangan

115 20 3
                                    

be active, please❤️
don't forget to click the stars and comment yup✨

___________

Ayah dan Ibuku sangat menyayangi Kak Seojun.

Apapun yang laki-laki itu lakukan dalam hidup, rasanya akan selalu jadi prestasi di mata mereka. Sangat berbeda jauh dariku yang sejak dulu hidupnya dipandang biasa saja. Sekeras apapun aku berusaha, setinggi apapun nilai yang kudapatkan, Ayah dan Ibuku akan memiliki pandangan yang sama.

Seojung tidak bisa dibanggakan seperti Seojun.

Aku tidak pernah mengerti bagaimana cara mereka menilaiku selama ini. Aku tidak pernah tahu aku harus hidup seperti apa agar bisa dianggap oleh mereka. Rasanya semua usahaku sia-sia.

Sejak kepulangan Kak Seojun hari itu, ia tetap tinggal di rumah. Ia diam-diam menunggu keputusanku untuk tinggal bersamanya di apartemen. Meninggalkan rumah yang lebih terasa seperti rumah tetangga bagiku.

Iya, rasanya tidak nyaman.

Tak disangka, masalah konyol datang menghampiriku saat aku ingin memberikan jawaban pada Kak Seojun atas tawaran yang diberikannya. Ayahku memaksaku untuk masuk di klub yang sama dengan kakakku ketika ia berkuliah. Lengkap dengan nada tinggi dan sifat otoriternya padaku.

Lucu ya? Biasanya anak perempuan yang akan mendapatkan perlakuan spesial dari Ayahnya. Tapi entah kenapa semua terasa berbeda di duniaku.

Satu-satunya orang yang memihakku di rumah hanya Kak Seojun.

Aku tidak membencinya.

Aku hanya benci menjadi bayangannya.

"Kau tahu rasanya jadi bayangan, Kei?"

Itu adalah kalimat pertama yang terucap dari antara kami ketika pada akhirnya Kei meneriaki namaku di koridor apartemen. Ia melakukannya tepat sebelum aku memasuki lift. Dan semua itu berakhir disini, meja dapurnya.

Kami berdua duduk bersebelahan sambil menikmati kopi yang Kei buat tadi.

Laki-laki di sebelahku tidak menjawab. Ia hanya memandangi kopinya seperti orang yang sedang berpikir, namun aku sendiri tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya.

"Kakakku laki-laki yang sangat hebat. Tapi selama aku hidup di bumi, hidupku seakan diatur untuk terus menjadi bayangannya," Senyumku sedikit mengembang.

Bukan, bukan senyum bahagia, tapi senyum miris ketika mengingat kenyataan yang akan kubeberkan, "Dimana Kak Seojun bersekolah, disitu juga aku bersekolah. Dimana Kak Seojun berkuliah, disitu juga aku berkuliah. Satu-satunya hal yang kupilih sendiri dalam hidup adalah ketika aku memilih jurusan musik di kampus ini."

Aku tertawa ketika memandang Kei, "Hahaha, miris, kan?"

Kei tidak menanggapi ceritaku sama sekali. Ia terus memandangi kopinya sejak aku duduk di sebelahnya. Tidak ada satu pun kata yang terucap setelah ia memanggil namaku.

Sebenarnya mau dia ini apa, sih?

Momen dimana kami duduk bersebelahan ini kukira akan menjadi titik balik dimana aku bisa bercerita dan berteman dengannya.

Aku nyaris menangis ketika bercerita dan ia tidak merespon apapun?

Sinting.

"Kalau kau tidak mau mendengar ceritaku, setidaknya jangan cegah aku pergi, sialan."

Kata-kata yang kuucapkan sebelum turun dari kursi membuat Kei menahan tanganku. Genggamannya cukup kuat sampai aku sendiri tahu bahwa melawannya adalah usaha yang percuma.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Chasing the SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang