Chapter 10

1K 132 7
                                    

Setelah sekian lama berbaring di bawah terik matahari, Mew memutuskan untuk bangkit dari rasa sakit yang ia terima akibat perbuatan Gulf padanya tadi.

Gulf membanting tubuh Mew dengan sangat kuat hingga Mew merasa tidak sanggup untuk berjalan normal. Mew melirik ke arah sekitar, di mana anak buah Jack, beserta Jack yang terkapar di sana. Wajah mereka bonyok dan terlihat membiru akibat ulah seseorang. Siapa lagi kalau bukan si preman itu?

"Untunglah aku tidak bernasib buruk seperti mereka. Ughh... Tapi tetap saja rasanya sakit. Dia memang sialan!"

Dengan langkah yang tertatih-tatih, Mew mencoba berjalan menuju pintu keluar. Dan dia tidak melihat siapapun di sana. Kau tau, kan siapa yang kumaksud? Dia adalah Gulfi.

Mew mencari keberadaan Gulfi, namun nihil, dia tidak ada di sana.

Steven yang tidak sengaja berada di sana, melihat Mew yang dalam kondisi tidak baik. Dengan segera, Steven menuju ke arah Mew.

"Hey, ada apa denganmu, sobat? Kenapa kau jalan seperti orang pincang?" tanya Steven sambil meraih tangan Mew untuk dibopongnya.

"Tidak papa. Aku hanya terpeleset lalu jatuh." Steven membantu Mew berjalan dengan perlahan.

"Kau ini ada-ada saja. Ayo, kubawa kau ke Uks. Kau nampak tidak baik, Mew."

"Tidak usah. Aku tidak papa," tolak Mew begitu saja saat Steven hendak membawanya menuju Uks.

Mew tidak mau ke Uks karena nanti, Bi Selva akan mewawancarainya tentang apa yang terjadi. Dan jika Mew berterus terang, itu akan membuat Gulf semakin dikeluarkan dari sekolah. Mew tidak mau hal itu terjadi. Sangat-sangat tidak ingin.

"Ayolah. Kau sakit. Kau harus ke Uks segera."

"Aku baik-baik saja. Antarkan saja aku ke kelas. Aku bisa tidur di kelas."

"Yahhh.... Itu, sih bisa saja kalau kau ingin tidur di kelas. Tapi apa kau lupa kalau kita ada kelas Miss Brenda setelah ini?" ingat Steven yang membuat Mew melototkan matanya lupa.

"Ughh. Holy shit! Aku baru ingat. Sialan. Yasudah, antarkan aku ke Uks saja."

Dengan terpaksa Mew mengiyakan ajakan Steven agar pergi ke Uks daripada tinggal di kelas dalam kondisi buruk seperti ini.

Tidak ada yang lebih buruk dari apapun selain Miss Brenda. Kau tau, kan? Dia adalah wakil kepala sekolah, tapi lagaknya seperti pemilik sekolah. Semua hal harus sesuai dengan aturan yang dia buat sendiri. Tidak boleh ada yang melanggar sedikitpun dengan aturan tersebut. Bahkan, kepala sekolahnya saja tidak bisa melakukan apa-apa. Dia adalah seorang yang perfeksionis, kau tau?

Jika Mew tinggal di kelas dengan keadaan yang seperti ini, Miss Brenda pasti akan langsung mengetahuinya dan segera mencari tau apa yang terjadi.

Dan juga, Miss Brenda dan Gulfi tidak berhubungan baik. Bisa-bisa Gulf dikeluarkan dari sekolah hanya karena masalah ini.

Steven dan Mew sudah sampai di ambang pintu Uks. Sepertinya tidak ada orang di sini dan hal itu membuat Mew bernapas lega.

"Untunglah, Bi Selva tidak ada di sini," ucap Mew bersyukur.

Steven membopong tubuh Mew agar masuk ke dalam dan seketika mereka mendengar seseorang— lebih tepatnya dua orang saling berbicara.

Mew dan Steven mendengarkan dengan seksama pembicaraan dua orang tersebut.

"Uh, lalu apa yang kau maksud, Gulfi? Aku tidak paham."

Suara dari orang tersebut, membuat Mew mematung saat mendengar nama Gulfi disebut. Mew semakin penasaran dengan apa yang dilakukan Gulfi dan wanita ini di sini.

"Si—apa?" tanya Steven pada Mew, namun dengan tanpa suara. Mew mengisyaratkan Steven agar diam dan jangan berisik.

Mew kembali menajamkan pendengarannya dan mendengarkan dengan seksama.

"Setiap kali aku dekat—"

"Itu suara Gulfi," ucap Mew yakin sambil melanjutkan aksi menguping pembicaraan.

"—dengan orang yang kusukai, jantungku pasti akan terasa sesak. Aku tidak tau kenapa itu bisa terjadi. Jadi kupikir, aku... eumm... menyukaimu?"

Deg!

"AP—PA?" Mew terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia mendengar Gulf sedang menembak seseorang, dan orang itu bukanlah dirinya?

Mew yang sebelumnya merasa tubuhnya sakit, kini sakit itu beralih ke hatinya.

Mew sangat marah dengan ucapan Gulf barusan. Bisa-bisanya dia menembak orang lain setelah apa yang terjadi antara dia dan Gulf? Bukankah sudah sangat jelas kalau Mew menembak Gulf dengan ciuman yang mereka lakukan di atap sekolah tadi? Apa masih kurang jelas?

Gulf benar-benar sialan. Mew mengeraskan rahangnya, kedua alisnya kini hampir bertemu satu sama lain, bahkan urat-urat syaraf Mew nampak begitu jelas di kedua tangannya. Mew benar-benar marah.

Steven yang melihat perubahan tingkah laku Mew hanya bisa berdehem, namun Mew tidak menghiraukannya. Yang Mew pikirkan saat ini adalah rasa marah yang berhasil menguasai dirinya.

"Ahaha, kau ini bisa saja, ya. Ternyata kau bisa membuatku tegang seperti tadi. Kau hampir membuatku terkena serangan jantung, Gulfi! Kau memang lucu,"

"Ya sudah, Gulfi. Aku mau—"

Tidak tahan dengan pembicaraan ini, Mew memutuskan untuk pergi dari ruang sialan ini tanpa bantuan Steven. Tiba-tiba Mew mendapat kekuatan agar bisa berjalan normal dengan sendirinya.

Steven yang melihat Mew keluar, memutuskan untuk ikut keluar juga dari Uks karena dia tidak ada keperluan apapun di sini.

Setelah berhasil berada di ambang pintu, dengan segera Mew membanting pintu tersebut dengan sangat kencang hingga menimbulkan suara yang menggelegar.

BRUAKKKK!!!!!

"Oh, shit! Apa yang kau lakukan, Mew sialan? Aku kaget!" ucap Steven terkejut.

Tanpa basa-basi lagi, Mew pergi dari sana dengan amarah yang masih memuncak.

"H—hey, kau mau ke mana?" Dengan cepat, Steven mengejar Mew yang sudah pergi menjauh.

Mew berjalan dengan penuh amarah di dalam hatinya, dia berjalan menuju arah atap sekolah. Entah apa yang dipikirkan oleh Mew saat ini. Dan yang Steven tau, Mew terlihat sangat kesal dan marah.

"Mew, tunggu aku! Kau mau kemana? Oi. Kau dengar tidak?" teriak Steven yang terus-menerus memanggil Mew beberapa kali.

Setelah berjalan selama beberapa menit, akhirnya Mew sampai di ambang pintu atap sekolah. Dia membuka pintu tersebut dengan diikuti Steven di belakangnya.

"Kau mau apa ke sini? Bukannya kita tidak boleh ke sini, ya?" tanya Steven kesekian kalinya, namun tetap tidak dihiraukan oleh Mew.

Steven melihat beberapa orang yang dia ketahui adalah Jack dan anak buahnya tengah terkapar di sana. Sebagian ada yang meringgis kesakitan, namun sebagian yang lain masih ada yang pingsan.

"Kenapa di sini banyak orang yang pingsan? Ada apa ini sebenarnya?" ucap Steven lagi. Steven terus saja berjalan mengekori Mew di belakang.

Mew mendekat ke arah Jack berada. Dia kemudian menarik kerah baju Jack dengan kuat lalu menonjok wajah Jack yang sudah bonyok itu. Jack yang terlihat hampir sekarat sudah tidak sanggup untuk melawan. Dia hanya bisa menerima pukulan demi pukulan yang Mew lakukan padanya.

"H—hey, Mew! Apa yang kau lakukan padanya?" tanya Steven panik saat melihat Mew memukuli Jack sedemikian rupa.

Mew tidak peduli. Ia menulikan kedua telinganya dan terus saja memukuli Jack sampai puas. Mew mengangkat tubuh Jack dengan menarik kerah baju Jack dengan kedua tangannya. Mew menatap tajam ke arah Jack, tatapan yang tersirat ingin membunuh dan mengancam.

"Kau... Dekati Antonieta!"

GULFI - MEWGULFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang