11

229 30 0
                                    

"Kak!"

Suara Vernon begitu menggelegar sampai beberapa pasang mata menatap Jinri penuh tanya saat gadis itu berjalan mendekati meja resepsionis untuk beranjak pulang dari Pledis. Tentu saja langkah Jinri terhenti, ia berbalik mendapati Vernon yang telah menggunakan masker berdiri di belakangnya. "Mau pulang?" Tanyanya.

Jinri mengangguk. Tentu saja pikirnya. Hari sudah makin larut dan ia tidak punya jadwal kerja lain setelah mengurusi proyeknya bersama Woozi. Sembari melirik ke sekitar, Jinri menggaruk tengkuknya. Ia malu mendapati sorotan yang tidak sepantasnya ia dapatkan di sana. "Aku pulang duluan, ya."

"Kita sama-sama ke halte, Kak." Ajak Vernon sembari berjalan terlebih dahulu. Karena jurusan mereka sama, Jinri mau tak mau mengekorinya di belakang.

"Kau tidak dijemput?" Tanya Jinri begitu keduanya keluar dari Gedung Pledis. Ia memperhatikan Vernon yang berhenti di teras gedung, melihat ke kiri dan ke kanan lalu berjalan menyusuri trotoar. Tentu saja Jinri heran, bagaimana seorang artis idol pulang ke rumah atau mungkin asramanya (Jinri tidak begitu paham) menggunakan bus.

"Aku mau ke Itaewon." Kata Vernon sembari duduk di kursi halte. Jinri ikut duduk di sampingnya.

"Sendirian?"

Vernon sadar, Jinri lebih cerewet dari pertama kali mereka berjumpa. Lebih cerewet dibandingkan saat gadis itu mengerjakan proyeknya dengan Woozi di studio hingga membuat ia heran. Ditatapnya Jinri dengan dahi berkerut. "Kau mau temani aku?"

Cepat-cepat Jinri menggelengkan kepala dan Vernon terkekeh dibuatnya. Pria itu hanya bercanda, tentu saja, tapi kalau Jinri mengiyakan ia pun tidak masalah.

"Aku mau ke Vinyl & Plastic. Kau tahu tidak? Toko musik dekat Hyundai."

"Pernah dengar." Kata Jinri. "Aku lebih suka ke NullPan."

"Ah! NullPan!"

Jinri mengangguk. NullPan adalah salah satu toko musik yang dikenal orang karena letaknya yang berdekatan dengan Universitas Hongik--dekat dengan apartemennya pula. Selain karena harga yang ditawarkan murah-murah, kaset Vinyl yang dimilikinya pun unik-unik, walau memang kebanyakan bekas. Tapi bagi Jinri yang gajinya tidak sebanyak Vernon, NullPan sudah menjadi tempat yang tepat untuknya.

"Aku pernah ke sana, sesekali." Kata Vernon.

"Oh ya?"

"Aku suka dengan konsep beberapa toko musik di sana. Seperti sedang thrifting."

"Memang thrifting." Kata Jinri agak sewot.

"Ahh... benar juga, ya?" Tanya Vernon retoris hingga membuat Jinri tertawa.

"Busku sebentar lagi datang." Jinri melirik ke arah jalan, bus bernomor 401 melaju mendekati halte. Ia pun berdiri untuk bersiap masuk begitu bus berhenti di depan mereka.

"Duluan--"

"Ayo, Kak!"

Sebelum Jinri pamit, pria itu lebih dahulu lompat ke atas bus. Ia menggerakkan kepala, menyuruh Jinri mengikutinya masuk ke dalam bus. Meski heran, Jinri tetap masuk karena bus itulah satu-satunya bus yang bisa mengantarnya ke apartemen dalam waktu cepat. Begitu duduk di kursi, bersampingan--karena Vernon yang mengajaknya, barulah Jinri berani bertanya.

"Kau tidak salah naik bus, kan?"

"Ah... aku lagi mau jalan-jalan." Kata Vernon sembari menggaruk dahinya. Ia menatap keluar jendela di sampingnya, menatap gedung-gedung yang seakan berlari menjauhi bus mereka.

"Jauh juga, ya, jalan-jalanmu." Ujar Jinri masih keheranan. Ia berusaha menahan tanya karena itu bukan urusannya untuk tahu mengapa Vernon memiliki pemikiran yang aneh, ya, memilih jalur bus yang jauh dari tujuannya hanya untuk berjalan-jalan memang sangat aneh di benaknya.

High Rises [Complete]Where stories live. Discover now