Bab 10

188 25 6
                                    

Hal pertama yang dilakukan saat bel istirahat berbunyi adalah membuat suara gaduh yang tak bisa dikendalikan oleh siapapun. Tak terkecuali kelas 12 IPS 3. Mendengar bunyi khas istirahat saja sudah membuat seisi kelas bersorak tanpa malu di depan Bu Endah—guru mata pelajaran lintas minat Fisika—yang tengah mengawasi mereka dalam kegiatan Penilaian Tengah Semester (PTS).

Untung saja beliau orangnya sudah kebal dengan sikap anak muridnya yang seperti ini, jadi dia langsung mengucapkan salam setelah lembar jawaban dia ambil jadi satu dan pergi dari kelas tersebut.

"YA ALLAH, KENAPA MATEMATIKA TADI JAWABANNYA KEK SAMA SEMUA," seru salah satu temen kelasnya yang sedang duduk di samping adik kelas. Sistem saat PTS maupun PAS memang dilakukan acak, dimana kelas 12 bisa duduk bersebelahan dengan kelas 10 atau kelas 11.

"Anying, gue tadi gak paham soal bangun ruang. Cari jarak sama titik gue kagak paham babar blas," sahut yang lainnya sama-sama frustasi.

"Edo sama Gaga berisik! Diem makanya. Habis ini masih ada satu mapel lagi, Sosiologi. Mending lo berdua belajar atau Pak Jeje bakal kasih nilai jeblog kalau lo berdua salah banyak."

Fernika merasa terganggu dengan suara berisik oelh dua temannya tersebut langsung menegur keduanya saat dia sedang belajar mengenai materi Sosiologi untuk tes selanjutnya.

"Gak mauu! Sini Neng gabung sambat sama kita," goda Edo padanya.

"Sambat dulu kali lah, Fer. Kayak lo tuh hidupnya gak ada pusing-pusingnya jadi manusia," tukas Gaga.

Cewek tersebut menggeram pelan. "Lo berdua bikin gue pusing! Makanya gak usah berisik. Untung aja adek kelas sampai jam 10 doang. Kita masih ada satu mata pelajaran lagi."

Kegaduhan antara Fernika dengan Edo san Gaga tak diidahkan oleh Julio. Ia hanya menyaksikan saja sambil mengambil paper bag yang berisikan bekal makanan yang dia beli di pinggir jalan saat berangkat sekolah tadi. Untung paper bagnya berwarna coklat dan bukan merah muda, bisa ditertawakan seisi kelas terutama temannya yang bernama Haniar.

"Wezzz, tumbenan amat nih Julio yang biasanya demen banget jadi penunggu kelas jadi sering keluar. Lo beneran suka sama anak MIPA 2 itu?" tanya Haniar yang menatapnya dengan sedikit ledekan.

"Iya. Kenapa? Ada masalah buat lo?" Julio tidak suka saat ditanya seperti itu, seolah mereka mempertanyakan selera dan tipe cewek yang dia suka. Ingat, keadilan sosial bukan untuk anak good looking saja, yang merasa sering insecure juga patut kita sukai dengan cara kita.

Daripada dia menanggapi Haniar yang semakin mencecarnya dengan pertanyaan yang aneh-aneh, lebih baik ia segera bergegas menuju ke kelas Kesya.

Kebetulan sekali, Kesya baru saja keluar dengan membawa kotak bekal dan botol tumblr di kedua tangannya. Dari gerak matanya, ia sedang mencari keberadaan Kevin yang tak kunjung datang.

"Duh, ini Kevin kelasnya emang jauh banget apa gimana ya? Apa kususul aja ke sana—"

"Kesya!" panggil Julio.

Rasa khawatir Kesya berganti dengan rasa lega. Ada Julio yang tersenyum saat menghampirinya di depan kelas.

"Eh, Kevin mana?" tanya Kesya.

"Gak tau, tadi lewat ruangan dia tapi anaknya gak keliatan di dalem. Kayaknya lagi keluar," jawab Julio yang tadi memang sempat mampir sebentar ke ruang ujian Kevin namun Kevin tak ada di sana.

Kevin sedang dipanggil guru untuk membantu membawakan dokumen berisi jawaban anak-anak kelas karena guru pengawasnya sedang hamil. Makanya, dia tak terlihat di dalam maupun di depan kelas yang sedang digunakan sebagai ruang ujiannya.

DIETARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang