3. YOU NEVER KNOW.....

7.2K 831 550
                                    







"Iya, dad. Kak Yuta baik, kok. Hanya kadang cerewet, tapi masih tetap peduli padaku. Iya, aku akan belajar dengan rajin. Tidak, kok, Kak Yuta tidak pernah mengajari yang jelek-jelek, dia baik sekali, kadang juga mengajakku jalan-jalan. Hm, pokoknya daddy tenang saja, aku aman ikut bersama Kak Yuta di sini."

Yuta memasang senyuman lebar, penuh rasa bangga, adiknya memang yang tebaik dalam menyanjung orang lain.

Sementara Haechan, dia hanya melirik Yuta sekilas sambil pasang muka kecut. Dasar, sudah hakikatnya para manusia, akan melayang dan melambung jauh jika mendengar pujian. Sama halnya dengan kakaknya itu. Dipuji barang begitu saja senyuman lebar serupa daun teratainya itu telah mengembang dengan luar biasa.

Haechan mematikan panggilan teleponnya dengan sang ayah, ia abaikan senyuman dari sang kakak lalu hanya segera membuka mulut lebar-lebar ketika sesuap nasi yang disodorkan oleh Yuta padanya telah ada di depan mata. Mereka memang sedang makan malam, sepiring berdua dengan Yuta yang memegang sendoknya, jadi otomatis Yuta jugalah yang sedang menyuapinya sejak tadi.

"Sulit dipungkiri, kebaikan hatiku memang sedemikian rupa adanya." Angkuh Yuta sebelum menyendok untuk diri sendiri.

Haechan mendengus.

"Narsis." Sindir Haechan selanjutnya. Tak bisa menyanggah tapi enggan untuk mengiyakan. Karena pada kenyataannya selama tinggal di Korea dirinya memang sepenuhnya banyak bergantung pada Yuta.

Tapi ketika ingin mengiyakan hal itu, entah mengapa melihat Yuta narsis begitu sudah cukup untuk membuatnya muak dan ingin sumpal mulut saja.

"Tapi kenyataannya memang begitu." Sanggah Yuta, dia mengerlingkan matanya kepada Haechan, bermksud untuk menggoda atau mengejeknya.

Namun Haechan terlihat tidak memedulikan itu, sebaliknya dia malah hanya berpaling muka. Haechan bahkan tidak melirik sang kakak sama sekali, lalu dengan seenaknya mulai meminum susu hangatnya sambil mengecek ponsel. Dan tak lama setelahnya secara tiba-tiba Haechan mulai menampakkan raut muka masam di hadapan Yuta. Menatap sendu pada sosok sang kakak tiri.

"Yuta, sudah pukul tujuh malam." Keluh Haechan dengan muka kusut.

Apa yang sebenarnya sedang diresahkan oleh Haechan?

Yaitu, jadwal latihan balapan singkat yang akan ia lakukan bersama sang kakak dan Doyoung. Meski Haechan sebenarnya sudah pasrah dengan hasil balapannya dengan Mark nanti, tapi Yuta mendesaknya untuk berusaha agar setidaknya jika kalah nanti hasilnya tidak akan bikin malu-malu amat. Haehan pun pasrah saja dengan agenda latihan ini, sekalian menguji kemampuan, tidak akan buruk juga.

Tapi tak tahu kenapa, sekarang dirinya mendadak jadi merasa malas dan enggan untuk menjalani itu.

"Sst, jangan berisik, habiskan dulu makanmu. Suapan terakhir, aaa." Perintah Yuta menyodorkan sendokan terakhir kepada Haechan.

Haechan ingin protes tapi karena Yuta melayangkan sorot penuh ancaman, maka iapun hanya bisa pasrah. Ia membuka mulut lebar-lebar, sesendok nasi dengan satu potongan daging besar itu masuk ke dalam mulutnya.

Kejadian menyuapi begini, ini sebenarnya sudah biasa terjadi di antara mereka, kadang Haechan yang menyuapi, kadang juga Yuta yang menyuapi, bergantian, tapi seringnya memang Yuta.

Tapi meski demikian, tidak setiap hari juga mereka akan makan sambil suap-suapan begini. Hanya jika sedang malas mencuci piring saja, maka Yuta akan mengusulkan untuk makan dengan satu piring dan satu sendok bersama, agar tidak menambah cucian kotor, begitu katanya.

"Biasanya, rutenya sejauh apa?" Tanya Haechan dengan nada penuh antisipasi. Ia terus bergerak dalam duduknya, terlihat tidak bisa tenang, dan kini mungkin dia mulai kesulitan dalam mengatur perasaan gelisah yang menguasai diri. Sangat jelas sekali jika ia tengah gugup menantikan jawaban dari sang kakak.

RED [MARKHYUCK] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang