Bagian Satu

22.6K 540 34
                                    

Cuaca hari Minggu ini begitu cerah di kota Jakarta, sang langit terlihat biru bersih tanpa gumpalan sang awan. Matahari menyengat panas membuat siapapun enggan untuk keluar dari tempat yang teduh.

Sama halnya dengan gadis cantik yang berwajah baby face ini. Daripada berpergian keluar rumah, ia lebih baik bersantai menikmati weekend-nya dengan menonton acara televisi. Ia tidak sendirian melainkan di temani oleh sang pacar.

Gadis itu adalah Alcia Naomi Raymond. Teman-temannya selalu memanggilnya dengan sebutan Cia begitupun dengan keluarganya. Di usianya yang menginjak 16 tahun, Cia masih begitu polos.  Tingkahnya yang persis seperti kanak-kanak, dan juga pikirannya belum dewasa membuat orang-orang di sekitarnya merasa gemas dan greget disaat yang bersamaan.

Wajahnya yang cantik tentu saja membuat dirinya banyak di sukai oleh kaum Adam. Bukan hanya kaum Adam saja, kaum hawa pun banyak yang menyukai dirinya. Karena selain cantik, Cia juga baik dan ramah pada sesama, jago masak pula. Siapa yang tidak tertarik sih? Namun sayangnya harapan mereka harus pupus setelah mendengar kabar bahwa Cia sudah memiliki kekasih.

"Kak Al!" Panggil Cia kepada laki-laki yang sedang tiduran di sofa dengan pahanya sebagai tumpuan kepala.

"Hm?" Hanya gumaman sebagai jawaban. Wajahnya menghadap perut rata Cia dengan tangan melingkar sempurna di pinggangnya. Mata lelaki itu terpejam menikmati usapan lembut jari Cia di kepalanya.

Dia adalah Aldrich John Addison. Laki-laki yang sudah satu tahun menyandang status sebagai kekasih Cia. Meski awalnya memaksa, tapi seiring berjalannya waktu ia berhasil membuat Cia jatuh cinta padanya. 

Aldrich itu pemaksa, egois, maunya menang sendiri, semua perintahnya harus dituruti tidak boleh dibantah, gampang emosian, sedikit kasar, posesif dan satu lagi mesum.

Satu tahun berpacaran dengan Aldrich membuat Cia sudah hafal dengan semua sikap dan sifatnya tak terkecuali. Terkadang ia juga kesal dengan tingkah Aldrich yang kelewat posesif, ini itu tidak dibolehkan. Tapi walau begitu, Cia tetap mencintainya. Ia menerima baik buruknya Aldrich. Begitupun sebaliknya.

"Katanya tadi mau beliin Cia coklat matcha!" Ujar Cia ketika dirinya teringat dengan ucapan Aldrich tadi yang akan membelikan coklat matcha.

Coklat matcha adalah cemilan favoritnya. Ah bukan hanya coklatnya saja, semua yang berhubungan dengan matcha Cia menyukainya.

"Itu 'kan tadi beda lagi sama sekarang." Balas Aldrich dengan santai. Matanya masih terpejam.

"Jangan bohong lagi! Kan tadi udah janji jadi harus di tepati dong!" Ucap Cia mulai kesal.

"Kalau gue gak mau gimana?"

"Pokonya harus mau! Kak Al udah janji tadi!" Paksa Cia.

"Gue mager. Lagian panas-panas begini makan coklat, gak nyambung banget." Ujar Aldrich.

"Biarin! Suka-suka Cia dong!"

"Pokonya kak Al harus beliin Cia coklat matcha titik gak pake koma." Lanjut Cia.

"Gak! Gue males." Singkat Aldrich. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Cia.

Cia menghentikan usapannya pada rambut Aldrich, ia menatap Aldrich kesal, "Tuh 'kan bohong lagi! Cia gak suka!"

Matanya kini berkaca-kaca, katanya janji tapi ujung-ujungnya selalu bohong. Jika saja Aldrich tidak melarangnya ia akan pergi sendiri. Ih kesel! Kesel! Kesel!

"Kok berhenti sih? Usapin lagi!" Protes Aldrich ketika usapan dirambutnya menghilang.

"Usapin aja sendiri, masih punya tangan 'kan?!" Sarkas Cia.

ALCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang