Bab 4 - Bagian 1

70 11 0
                                    


21 Desember 2019

      Malam merangkak berganti pagi, lantunan ayat-ayat suci mulai terdengar dari Masjid Laweyan. Sebentar lagi azan Subuh akan berkumandang, tetapi Citra masih terjaga.

       Matanya bahkan belum sempat terpejam sedetik pun. Tubuh lelah, seharian berkeliling tidak juga membuatnya tertidur. Tubuhnya butuh istirahat, mengingat hari ini  Citra harus mengejar banyak target menjelang akhir tahun.

Melanjutkan petualangannya kemarin, untuk menyelesaikan pesanan seragam dari dinas pendidikan Kabupaten Sukoharjo. Tenggat waktunya tinggal satu Minggu lagi. Sementara kemarin Citra menemukan sedikit masalah dengan salah satu kelompok kerja mereka. Ada kesalahan pewarnaan, cukup fatal.

      Akibatnya Citra harus mencari bahan kain mori baru, sesuai standard pemesanan. Dengan cepat dia menghubungi beberapa supplier langganan mereka, sial mereka juga tidak memiliki kain yang dimintanya.

     Kepalanya hampir pecah, untung pak Harso mendapatkan supplier baru. Akhirnya masalah terselesaikan. Citra bersyukur, ada pak Harso yang menemaninya kemarin, sehingga tidak perlu menghubungi Untari. Dia tidak mau menambah pikiran Ibu.

      Sejak full membantu Untari mengelola rumah Batik Kencara, Citra berusaha untuk mengurangi beban perempuan baik hati yang menyayanginya sepenuh hati. Perempuan yang selalu melindunginya dari dia kecil. Sebisa mungkin, Citra akan mengatasi semua masalah yang terjadi sendiri. Apabila tidak sanggup, baru dia akan melibatkan Untari, tetapi hal itu jarang terjadi. Pak Harso, laki-laki kepercayaan Untari sangat handal menemani hari-harinya.

      Sebenarnya semalam, Citra bermaksud memberitahu Ibunya. Toh, masalah sudah selesai. Ibu tidak harus berpikir mencari jalan keluar lagi. Sayangnya keadaan tidak memungkinkan. Entah apa yang terjadi, Citra belum mendapat cerita apa pun. Tidak juga dari Sumirah, atau mbok Jum. Mereka berdua sudah menghilang ketika dia mencari ke belakang. Mungkin mereka sudah tidur, meski itu terasa aneh.

     Dianti yang biasanya ramai mendadak diam. Adik bungsunya itu langsung berdiri ketika dia ikut bergabung di ruang keluarga. Membawa anaknya masuk ke kamar, dan tidak keluar lagi sampai semuanya bubar. Masuk ke kamar masing-masing.

      Malam pertama kedatangannya, mereka ngobrol berdua di gazebo. Brainstroiming tentang usaha mereka, yang sama-sama bergerak dibidang fashion. Dianti malah sempat mengajaknya untuk kerjasama membuka usaha baru di Jogjakarta. Mengincar pasar kota pariwisata besar itu. Dianti mempunyai teman yang siap menanam modal dalam bentuk tanah di daerah Ring road.

      Mereka bahkan sudah berencana untuk melihat tanah itu hari Senin, sebelum Dianti kembali ke Jakarta.
Kenapa tiba-tiba Dianti berubah? 

      Citra tidak paham apa yang terjadi. Perempuan empat dua tahun itu menghela napas. Menyimpan sesak yang dia tahu penyebabnya.

       Sayup-sayup Azan berkumandang, Citra menggeliat lalu bangun dari tidurnya. Ditepuknya pipi anak semata wayangnya perlahan. Anak laki-lakinya mengerjap, tidak bergerak bangun malah berbalik menghadap tembok.

      “Mas bangun, kita sholat dulu. Nanti dilanjut lagi boboknya,” bisiknya lembut.

      “Masih ngantuk Bun,” sahutnya masih dengan posisi membelakangi ibunya.

     “Bunda tahu, tapi ini sudah Subuh. Gak papa nanti bobok lagi, kita sholat dulu ya?” Danta mengeliat, berbalik menatap Citra.

       Seulas senyum menghiasi wajah ngantuknya. Citra tersenyum, mengelus rambut anaknya penuh sayang. Anak hasil perkawinannya dengan laki-laki yang dicintainya.

       “Bun, Danta sudah besar. Jangan sembarang cium!” Anak laki-lakinya menghindar ketika Citra hendak mencium pipinya. Perempuan cantik itu tertawa lirih.

WARISAN UNTARI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang