5 - its ghibah o'clock

3K 437 64
                                    

Kini tangannya yang menarik tangan Solar, membawa mereka ke depan gedung S. 

"Kenapa tidak ke gedung A dulu?", tanya Solar, ia bingung karena Taufan sengaja melewati gedung A begitu saja. 

"Biar sekalian,langsung saja berkumpul di tempat tinggal kami-- maksudku di tempat tinggal Gempa dan Hali..", jawab Taufan.

Taufan membuka ponselnya, mencari sesuatu di daftar kontaknya, ia klik salah satu kontak yang ia pin, menampilkan "Ice" sebagai nama sang pemilik kontak. 

Jari nya terhenti saat ia hendak menekan tombol telepon, namun ia beranikan diri, suara dial yang terdengar dari loud speaker ponselnya terdengar oleh mereka berdua.

Hampir satu menit namun Ice belum mengangkat telepon darinya, Taufan berusaha tidak menunjukannya namun jantung nya berdegup kencang saat ini.

Dia tidak mengangkat karena masih marah padaku ya? 

"Halo? Siapa ini, sudah malam kenapa menelfon?", suara dari ponsel itu terdengar malas. 

Taufan sedikit terkejut karena ada yang menjawab panggilannya, "baru beberapa saat setelah aku ditendang dari divisi S, namun kau sudah menghapus nomorku?" Canda Taufan, tawa dapat terdengar darinya. 

Terdengar jeda sebelum suara yang malas itu menjawab, "..oh,Taufan ya?", tanya laki-laki itu.

"Siapa lagi kalau bukan aku?" 

"Ada apa kau menghubungiku?", tanya suara dibalik ponsel itu, seakan tak peduli dengan basa-basi canggung yang Taufan lontarkan.

Taufan tersenyum sambil menatap kedua mata Solar, lalu hembusan nafas terdengar dari sang pemilik manik biru safir itu, "adik bungsu kita ingin bertemu dengan kalian semua." Jelasnya singkat. 

"Adik bungsu? Maksudmu..Solar yang ditempatkan di department research?" Tanya Ice, suaranya terdengar lebih 'hidup' saat ini. 

"Iya, jadi bisakah kau kumpulkan saudaramu yang lain? Mungkin bertemu di tempat tinggal Gempa dan Hali adalah pilihan yang bijak? Atau jika kalian tidak ingin aku masuk pun tak apa, aku hanya akan mengantar adik kita dan langsung kembali ke tempatku." Ucap Taufan, Solar sedari tadi memperhatikan kakaknya itu. Saat ia mengatakan hal itu, ekspresinya terlihat sedih dan jari jemarinya terlihat bergetar walau sedikit. 

"...." suara di balik ponsel itu tidak merespon, hanya meninggalkan Taufan dalam ketidakpastian yang menegangkan.

"..tidak sampai seperti itu kok.", ucap Ice lirih. 

"Kegagalan seperti apa yang membuatmu tak diterima di rumahmu sendiri?", tanya sang pengendali air itu.

Taufan terdiam, senyuman pahit terlukis di wajahnya. Mata safir nya memantulkan rasa sakit yang jelas, kebencian yang sangat besar dan penyesalan yang tak dapat ia hapus menghantuinya. 

"Haha, jangan menghiburku seperti itu Ice."

"Aku hanya akan bertamu kok, aku cukup tahu diri bahwa tempat itu bukan lagi rumahku, tenang saja.", ucap Taufan dengan nada bercanda, tawa kecil menyusul kalimat itu untuk menutupi sedikit rasa sakitnya. 

"Jadi,mau sampai kapan kita berkomunikasi via suara seperti ini? Aku ingin melihat wajah kalian tahu. Sudah lama tidak berkumpul kan?", tanya Taufan, mengalihkan pembicaraan yang mulai tidak nyaman baginya.

Sedari tadi Solar diam, ia sibuk memperhatikan dan menilai mentor di depan nya ini. 

Semakin ia memperhatikannya semakin ia mengerti bahwa mentor barunya ini ialah seorang pengecut. 

Pengecut yang menjijikan, begitulah ia dimatanya.

Namun rasa sakit yang samar terlihat di wajahnya, juga perasaan sakit saat melihat sang kakak menyakiti diri sendiri terasa lebih kuat dibanding rasa kesalnya. 

BOBOIBOY - AGENT AU [IDN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang