Chapter 7: Sakit

3.5K 545 83
                                    

"ADEK CEMPRENG KELUAR LO!!"

Sih manis Nayaa yang sedang menonton film drama di kamarnya harus mendengus kesal saat sang kakak terus saja meneriaki namanya. Cukup tau; kalau Kakak nya sering teriak teriak tidak jelas.

Maka dengan terpaksa Nayaa beranjak keluar kamar dan menemui kakaknya yang sudah menatapnya garang di depan pintu.

"Apa, sih?! nganggu aja." Nayaa menguap lebar yang mana total terlihat lucu.

Tazyaa mengerang kesal dan menjitak kepala adiknya, "lo jalan sama pacar gue?!"

Oww, sepertinya Nayaa sudah paham kenapa kakaknya begitu marah saat ini. Bayangkan, malam pukul sepuluh saudara perempuannya itu marah-marah tak jelas didepan pintu kamarnya seperti orang gila. Apalagi kalau bukan karena pacar sok gantengnya itu.

"Iya. Hadiah jawab kuis kemaren," jawab Nayaa terlewat santai.

"Durhaka lo, adek cempreng! Mentang-mentang pinter, Ck. Awas aja lo sampe nikung gue, gak gue beliin komik lagi lo!"

Nayaa hanya bergumam sebagai jawaban dan kembali masuk ke kamar. Berbaring di atas kasur sambil menatap langit-langit, Nayaa total lupa eksistensi laptopnya yang masih menyala.

"Jangan nikung, ya?"

Sejahat-jahatnya Chenle Anayaa, tidak pernah terbesit rasa ingin mengambil apa yang sudah menjadi milik kakaknya. Mau bagaimanapun, kakaknya adalah sosok berharga di dalam hidupnya.

Sosok yang selalu membelikan komik secara rutin tanpa peduli harganya berapa, sosok yang akan menjadi pelindungnya disaat ia di ganggu, sosok penolong dikala ia mengalami kesulitan.

Kilas balik saat Nayaa masih duduk di taman kanak-kanak. Sih manis yang masih polos dan lugu, di ganggu dengan temannya hingga terciptalah satu goresan cukup panjang di atas lutut. Mengetahui hal itu, kakaknya menjadi sosok pertama yang membalas balik kejahatan yang terjadi pada adiknya.

Yeji Anatazya memang selalu berbicara frontal dan tidak pernah berfikir sinkron dengan apa yang Chenle pikirkan; kata lainnya mereka jarang sekali akur.

Tapi Chenle tau, sosok kakaknya sangat menyayangi nya. Bagaimanapun itu.

●○●

Minggu pagi,

Nayaa bangun lebih telat dari biasanya. Menonton film drama hingga pukul tiga pagi sudah menjadi hal biasa baginya. Bangun pukul sebelas pun sudah menjadi hal yang biasa pula.

Dengan mata yang masih setengah terbuka, Chenle berjalan menuju dapur, dahaganya minta di puaskan.

Sedikit mengernyit saat mendengar gelak tawa dari arah ruangan keluarga. Maka dengan rasa penasaran yang membeludak, Nayaa beranjak menuju ruang keluarga.

Ah, harusnya Nayaa tau. Itu suara kakaknya dan —pacarnya. Melalui tembok pembatas antara dapur dan ruang keluarga, Nayaa dapat melihat dengan jelas bagaimana bahagianya sang kakak saat sedang bersama kekasihnya. Ia jadi lebih merasa berdosa telah menaruh rasa tertarik pada kekasih kakaknya sendiri.

Melamun selama hampir tiga menit seperti orang idiot, sapaan hangat dari suara bass sukses membuyarkan tatapan kosong sih manis.

"Hai. Nay, ngapain ngelamun disitu? Gabung bareng kita sini."

Dengan jelas Chenle dapat melihat tatapan kecewa kakaknya saat mengetahui waktu berdua mereka harus terganggu.

—Dan dengan halus Chenle jelas menolak, "nggak deh. Gua mau lanjut nonton drama. Lanjutin aja~ dah!"

Chenle kembali menuju kamarnya sambil menahan pedih di relung hati.












Tekad Chenle Anaya sudah bulat, dia akan menjauh dan menghilangkan perasaan nya pada Jisung Alvano.













●○●

"Diem-diem bae, Al, udah ngopi belum?"

Alvano hanya merotasikan kedua maniknya saat mendengar guyonan tak berkelas sahabat nya, Jeno Alvito.

Sekarang kantin Universitas Indonesia menjadi latar. Dua sosok tampan berjas kuning itu cukup menarik untuk menjadi pusat atensi mahasiswa lainnya.

"Bacot lo," jawab Alvano penuh sarkasme.

"Kenapa lo bengong sendiri? Galau? Lagi berantem sama Tazya?"

Alvano mengaduk-aduk es tehnya acak dengan tatapan kosong, "bukan soal Tazya."

Jeno mengernyitkan dahinya cukup bingung, "terus kalo bukan Tazya, lo kenapa?"

"Gua bukan mikirin Tazya, tapi gua lagi mikirin adeknya Tazya."

Lagi-lagi pemuda dengan nama belakang 'Alvito' ini bingung. Ia tak pernah tau siapa sosok adeknya Tazya.

"Emang kenapa adeknya? Sakit?"

"Bukan. Bukan adeknya yang sakit, tapi kakaknya."

Jeno melemparkan potong kecil roti cokelat ditangannya kearah Jisung, "lo ngomong yang bener dong, tai! Tadi katanya mikirin adeknya, sekarang ditanya malah kakaknya yang sakit, njing."

"Memang kakaknya yang sakit, Vit."

"Sakit gimana?"





















"Kakaknya yang bakal sakit kalo tau gue mulai naksir adeknya."

To be continued

To be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sabtu,07 Nov 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sabtu,
07 Nov 2020

Sorry Not Sorry | Jichen ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang