61. Kawan atau lawan?

1.1K 596 18
                                    

Pembuat onar di auditorium akhirnya tertangkap. Pak Arman yang turun tangan langsung. Sontak Kejadian itu membuat semua mata tercenung. Ricuh.

"Bikin rusuh saja!" cetus Tania. Menanggapi kerumunan orang yang tengah ricuh di belakang sana.

"Bisa-bisanya saat-saat seperti ini—dia malah bikin onar." Dito ikut menangapi orang itu. Siapa lagi kalau bukan Rey.

Setelah diusir dari panggung, Rey dengan bringas menyembul di balik kerumunan. Lalu, dengan bantuan orang-orang yang berpihak kepadanya, ia menyoraki Galan untuk turun.

Pak Arman sudah dulu menangkap tubuhnya ketika berseru-seru, jadi setelah semua tenang Pak Arman tidak sulit untuk menyeret tubuhnya.

"Tidak mau dikomentari, tapi berharap jadi pemimpin." Oscar mendengkus.

Yah, siapapun yang kenal Rey sudah tidak heran dengan tingkahnya. Selalu saja bikin onar. Namun, tidak bisakah dia menunggu waktu yang tepat? Sekarang ini adalah kampanye-nya. Bukannya memperbaiki citranya sebagai seorang ketua malah menjelekan harga dirinya.

"Dasar dungu!" Raka tersenyum geli dengan tingkah Rey yang tidak malu. "Yang namanya jadi pemimpin harus terima komentar. Jika tidak, bagaimana mau jadi pemimpin?" tambahnya.

Sebagai penutup, salah satu guru maju—memberikan sambutan terahir. Sementara Pak Arman, menyeret Rey ke tempat paling istimewa dari yang istimewa. Apalagi kalau bukan ruangan BP.

***

Usai kampanye, Raka, Galan, Dito, dan Oscar segera mencari Agat. Mereka ingin tahu alasan—apa sebab Agat bergabung dengan tim lawan?

Mereka sudah menjelajahi seperempat sekolah, dari kelas, kantin, sampai ruang BP tidak ada Agat.

"Ikuti  aku," ucap Raka. Ia berbalik arah. Pikirannya mengajaknya ke suatu tempat. Sebenarnya ia hanya ingin memastikan, Agat itu lawan atau kawan? Dia belum punya jawaban untuk itu.

"Kita akan ke gudang?" tanya Galan.

Raka mengangguk kecil. Ia sedang memimpin di depan.

Gelagatnya Oscar dan Dito paling tidak bersemangat. Melihat teman-temannya menggendong tas ke parkiran mobil untuk pulang, mereka juga ingin pulang.

"Kenapa tidak nanti saja—sore, kita langsung ke rumah Agat?" gumam Oscar.

"Tidak bisa! Kita harus selesaikan masalah ini sekarang!" tegas Raka berapi-api.

Dito mengeluarkan puh pelan. Jika bukan karena teman, ia akan menolak ajakan ini.

Lima menit berjalan cepat, mereka memasuki lorong gelap menuju gudang. Radius dua puluh meter, tampak segerombolan siswa sedang bersenda gurau di depan sana.

Raka mengepalkan tinju, bersiap dengan apapun yang terjadi. Jika harus bertarung, maka dialah tamengnya. Melawan satu dua orang tidak masalah, ia punya bela diri yang cukup tangguh untuk melumpuhkan mereka.

Sampai di sana, Raka langsung berseru.

"Dimana Agat, hah?!"

Empat orang yang tengah tertawa itu diam. Menutup pintu gudang. Lantas bersidekap, tersenyum sinis.

"Dia tidak ada di sini," jawab mereka.

"Kau mau bermain-main dengan kami?" Galan ikut maju. Ia tidak takut, meskipun tidak punya bela diri. Dia akan tetap melawan.

Tapi, agaknya tidak semudah itu. Kawanan Rey keluar dari gudang satu persatu. Membuat nyali Oscar dan Dito menciut.

Ternyata dedengkot Rey semakin bertambah banyak. Jika dulu tiga, sekarang dua puluh. Tujuh kali lipat lebih banyak, dan pastinya, kubu Raka kalah jumlah.

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang