Tusukan Dalam

53 8 1
                                    

Shilla berdiri di sebuah ruangan.
Tanpa lampu,  tanpa jendela dan tanpa pintu.
Terlihat sedikit remang-remang hingga Shilla harus menyipitkan mata untuk mencoba beradaptasi melihat di sekitarnya.
Ada suara seorang perempuan,  sedang tertawa.
Tawanya sangat mengerikan.
Terkikik ngeri.
Dia seperti berada di dekat Shilla,  namun Shilla tak bisa melihatnya.

Shilla berputar-putar melihat sekeliling,  suara itu makin jelas terdengar.
Tiba-tiba seperti secepat kilat,  perempuan itu berdiri di belakang Shilla.
Ia memamerkan tawa lirihnya tepat di samping daun telinga Shilla.
Shilla terkejut, ia membelalakkan mata menyadari wanita di belakangnya telah menusukkan sebuah pisau ke punggung Shilla.
Tusukannya sangat dalam hingga Shilla bisa merasakan rasa sakitnya.

Shilla membuka mata cepat.
Nafasnya terengah-engah,  keringat dingin telah melumuri pelipisnya.
Ia pun bangkit dari posisi tidurnya.
Ia melihat ke sekelilingnya,  di kamar kecil itu,  ia sendiri.
Shilla mencoba menenangkan pikirannya.

"Itu hanya mimpi. " ujar Shilla dalam hati.

Ia pun mempersiapkan diri berangkat ke sekolah.

Di sekolah nampak aman seperti biasa.
Wajah-wajah ceria ada dimana-mana.
Teman-teman sepanjang koridor menyapa Shilla dengan hangat.

"Pagi Shilla. " ujar mereka.

"Pagi juga. " jawab Shilla dengan senyum penuh semangat.

Maia menghampiri Shilla.

"Shil,  kamu baru datang? " tanya Maia.

"Haha,  iya. " ujar Shilla sambil tertawa renyah.

Pelajaran pun dimulai seperti biasa.
Di tengah jam pelajaran,  Maia berbisik pada Shila.

"Shil,  dicari pak Heison di gedung olah raga. " ujar Maia.

"Ada apaan? " tanya Shilla bingung.

"Entahlah. " ujar Maia sambil mengangkat kedua bahunya.

"Oke. " ujar Shilla.

Maia mengangkat salah satu ujung bibirnya.
Menantikan saat ini.

Bel istirahat pun berbunyi.
Shilla langsung ke gedung olahraga,  di sana sudah ada pak Heison yang menunggunya sambil membawa beberapa lembar kertas seakan mau mengecek sesuatu.

"Oh Shilla.,  kau sudah datang? " tanya pak Heison.

"Iya,  ada apa pak?" tanya Shilla.

"Bantu bapak membereskan bola basket di ujung sana.
Anak-anak sekarang kalau habis main tidak pernah mau beresin sendiri. " ujar pak Heison sedikit sebal.

"Tapi kenapa saya pak? " tanya Shilla.

"Yang main basket kan pacarmu dan teman-temannya.
Sebagai pacar kapten basket,  kau harus menunjukkan dukungan kepada mereka,  salah satunya dengan ini. " ujar pak Heison.

"Bisa begitu ya? " tanya Shilla.

"Jadi kamu gak mau? " tanya pak Heison sambil menatap Shilla dingin.

"I.. Iya pak.
Baik,  saya bantu. " ujar Shilla sambil berlari kecil ke pojok lapangan.

Tring tring

Pemberitahuan di handphone beberapa siswa di sekolah pun berbunyi.

"Hei!
Lihat!
Apa-apaan ini!
Ini sungguhan? " tanya para siswa tak percaya.

Mereka menonton sebuah video di hp mereka yang tersebar begitu saja.
Maia memegang handphone nya sambil menyeringai sinis.

Para siswa sibuk bergunjing sana-sini.
Mario mengeluarkan hp dan melihat juga video itu.
Ia langsung memanggil Jason.

"Jas,  lihat ini.
Apa benar ini Shilla? " tanya Mario tak percaya.

Jason merebut handphone dari tangan Mario.
Ia melihat itu dengan tercengang.
Ia mengepalkan kedua tangan erat.

"Bukannya ini pak Heison? " tanya kawan lainnya.

Jason merasa sangat marah.
Ia pun langsung beranjak dari tempat itu dan mencari Shilla.
Ia berlari ke kelas dan hanya menemui Maia.

"Kemana Shilla? " tanya Jason dingin.

"Tadi dia dipanggil pak Heison di ruang olah raga. " ujar Maia pura-pura cemas.

Ia pun mengikuti Jason dan kawan-kawannya ke gedung olah raga.

Pak Heison menghampiri Shilla yang sedang membereskan bola.

"Shil. " panggil pak Heison.

Shilla menoleh.

Pak Heison tak sengaja menginjak bola basket dan jatuh menimpa Shilla.
Shilla terbaring di lantai dengan pak Heison di atasnya.
Dan saat itu juga Jason dan yang lainnya tiba di tempat itu.
Mereka semua tercengang dengan pemandangan yang ada di hadapan mereka kala itu.

"Ternyata semuanya benar.
Shilla dan pak Heison? " ujar siswa lainnya.

"Belum cukup di hotel,  mereka juga melakukan di sini saat tak ada orang? " ujar siswi lainnya.

"Ckck dasar tak tahu diri. "

Jason mengepalkan kedua tangannya erat-erat dan menghampiri mereka.

"Apa yang sedang kalian lakukan?! " bentak Jason kepada mereka.

Shilla dan pak Heison menoleh bersamaan.

"Jason?
Pak Heison tak sengaja jatuh lalu.. " penjelasan Shilla terhenti.

"Maaf Shilla,  aku tak tahu kalau mereka akan datang,  kalau aku tahu kita bisa melakukannya di tempat lain. " ujar pak Heison sambil menatap Shilla.

Shilla membelalakkan mata lalu mendorong pak Heison keras lalu ia bangkit berdiri mendekati Jason.

"Ini semua salah paham.
Aku dan pak Heison bukan... " ujar Shilla mencoba menjelaskan namun terhenti.

"Apa lagi yang perlu kau jelaskan?
Dalam video ini dan sekarang di hadapanku? " ujar Jason kecewa.

"Video?
Apa maksudmu?
Kau tak percaya padaku? " tanya Shilla sedih dengan beruraian air mata.

"Mana buktinya kalau memang itu bukan kamu. " timpal Mario.

"Iya,  bisa kamu buktikan? " tanya siswa lainnya

Shilla hanya bisa diam dan mengamati mereka.
Ia terlihat shock hingga tak bisa berkata apa-apa.

"Dasar perempuan menjijikkan!
Bagaimana bisa kau lakukan ini padaku.
Perempuan kotor.
Enyahlah dari hadapanku.
Aku kecewa padamu!  " ujar Jason marah sambil berbalik dan pergi dari tempat itu disusul oleh kawan-kawan lainnya.

Tinggallah Maia sendiri menatap Shilla dengan kasihan.
Shilla mendekati sahabatnya itu perlahan.

"Aku harus bagaimana Mai,  itu sungguh bukan aku,  dan kejadian tadi juga tak sengaja.
Aku harus bagaimana menjelaskan pada Jason dan lainnya. " ujar Shilla yang beruraian air mata dan dengan gemetar memegang tangan Maia,  sahabatnya itu.

Maia melihat tangan Shilla yang gemetar.
Ia pun langsung menampisnya dan menghujamnya dengan tatapan dingin.
Shilla sontak terkejut.

"Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu.
Aku tak mau punya sahabat murahan sepertimu.
Mulai sekarang jangan pikir kita adalah teman. " ujar Maia sambil berlalu dari tempat itu.

Dari kejauhan ia menyunggingkan sebuah senyuman kemenangan,  sedangkan Shilla,  ia langsung terduduk lemas dan menangis.
Shilla menutupi wajahnya dengan kedua tangannya,  berharap ini semua hanyalah sebuah mimpi buruk,  tapi air matanya yang basah menyadarkannya bahwa ini adalah kenyataan.

Markhiel ( The End )Where stories live. Discover now