Mimpi.

128 2 0
                                    

Gemas. Itulah yang ada di pikiranku.

"Ambil gelasnya, jangan bengong."

Aku terkekeh, mengambil gelas yang di sodorkan olehnya. "Kamu lucu, aku suka."

"Aku bukan badut, Chaengie." Ia berjalan cepat melewatiku. Aku kembali mengikutinya dari belakang. Keluar dari area dapur.

Minari menyandarkan tubuhnya di sofa. "Kamu nggak ada kelas hari ini?" Tanyaku padanya. Minari melirik sebentar ke arahku, lalu menggelengkan kepala.

"Duduk samping aku sini, kamu jauh banget."

"Nanti kamu godain aku." Minari mengambil boneka kelinci yang tergeletak tidak jauh dari posisi kakinya. Di peluknya boneka itu sampai menutupi bagian wajah. Aku berjalan ke arah sofa tempatnya duduk, dan mengambil alih boneka kelinci yang menjadi pelindungnya.

"Chaengie... " Bibir merahnya merengut.

"Aku mau cium kamu."

"Aku mau tidur."

"Ayo, ke kamar." Aku menarik pergelangan tangannya, menggenggam tangannya sesampai di pintu kamar.

"Aku nggak bisa tidur kalau kamu pegangin tangan aku terus." Wajah bujur telurnya kembali memerah. Tanpa basa basi lagi, aku mencium bibir merahnya yang sedari tadi menggodaku. Minari sedikit kaget di awal, namun tetap menerima ciumanku. Dengan perlahan aku merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurku.

Ibu jariku menyapu lembut pipinya.

Aku mendengar desahan kecil keluar dari mulutnya, membuatku menghentikan ciumanku. Aku membuka mata dan mendapati Minari yang tersipu malu.

"Jangan lihat muka aku... "

Kedua tangannya ia gunakan untuk menutup wajahnya yang semakin memerah. Aku terkekeh melihat reaksi lucu yang di berikannya.

"Kamu mandi sana, aku mau tidur... "

"Mau mandi bareng aku nggak?" Godaku, lagi.

"Chaengie... "

Gemes banget. Batinku.

"Gemas-gemes mulu lo babi. Buruan bangun."

Kaki jenjang itu dengan beraninya menendang bokongku sampai aku terguling ke lantai. Aku yang masih setengah tertidur hanya bisa melongo. Mataku belum bisa fokus.

"Gue panggilin kak Mina deh biar lo bangun."

Minari?

"Chaengie, kamu ngapain tidur di lantai?" Jari-jarinya yang dingin juga lembut itu sedang mengusap pipiku. "Bangun, nanti kamu sakit."

Aku sebenarnya tidak mau membuka mataku. Tetapi Minari terus memaksaku untuk segera meninggalkan lantai dingin ini.

Yang pertama kali kulihat adalah mata bening Minari, mata itu menatapku dengan teduhnya. Pandanganku beralih pada hidung kecil mancungnya, kemudian beralih lagi pada bibir merahnya yang merekah.

"Kamu cantik..." Bisikku, pelan.

"Terima kasih..." Ia menunduk malu. Kulihat telinganya memerah. Kenapa wajahnya tertutup rambut? Aku merapikan rambut yang menutupi setengah paras cantiknya, menyelipkannya ke belakang telinga. Benarkan? Minari memang memiliki paras yang cantik, juga senyum yang menawan.

"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?"

"Karena kamu cantik, aku suka."

•••

Sementara itu



"Berani-beraninya jomblo kayak lo flirting di depan muka gue."


"Gue nggak bisa napas bangsat..."

"Coba aja lo lepasin diri dari americana armlock gue."

"Mana keburu babi... mati duluan gue."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 28, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

She Is My WifeWhere stories live. Discover now