Part•18

223 45 10
                                    

"Dan gue tau banget tipenya woobin, yaitu lu."

Jungmo terdiam, kaget namun tidak jijik. Pikiran jungmo ga sesempit itu.

Lagipula ada beberapa petunjuk yang membuat jungmo mengira-ngira sendiri afeksi woobin terhadapnya.

Contohnya ya, dengan malu-malu mengajaknya ketemuan di cafe seperti sekarang ini.

Bukannya risih, malah gemesin iya. Jungmo ingin sekali mencubit pipi woobin saking gemesnya.


"Kak serim, beneran temen deketnya woobin?"

Tanya jungmo, seratus persen yakin kalau serimlah yang selama ini menyingkirkan sekian banyak teman woobin yang sudah susah payah ia dekati.

"Kalau emang temen, kenapa ngomong gitu tentang woobin?"


"Gue cuma ga mau orang-orang toxic dan prejudice ada di sekitar woobin, apalagi nyakitin woobin begitu tau preferensi seksualnya"

Dalih serim, dengan lancar menjelaskan alasan dibalik tingkah lakunya.

Sepertinya serim sudah terbiasa berbicara begitu setiap woobin meperkenalkan teman-temannya.

"Yakin bukan karena kak serim suka sama woobin?"

Tembak jungmo terang-terangan. Kini giliran serim yang terdiam, baru kali ini ada teman woobin yang berani membalas kata-katanya.


"Kalo emang gue suka, apa urusannya sama lu?"

Tanya serim, nantangin jungmo sekaligus menunjukkan posisi mereka.

Serim sudah lama kenal dan berteman dengan woobin, sedangkan jungmo baru sekitar dua bulan berteman dengan woobin.

Jelas serim pede karena merasa lebih tinggi derajatnya dibandingkan jungmo.

"Kak gue yakin seratus persen ini bukan pertama kalinya lu bocorin rahasianya woobin"


"Dan gue yakin woobin bakal hancur hatinya kalo dia tau selama ini yang ngerusak pertemanan dia itu lu"

Mendengarnya, tangan serim mengepal erat hingga buku jarinya memutih.

Sebenernya jungmo takut dipukul, apalagi setelah melihat betapa atletis tubuh serim.

Tapi kalau itu untuk woobin, jungmo rela kehilangan satu sampai dua giginya.


"Sekali lagi gue tanya, urusan lu apa? Ini hubungan gue sama woobin, gausa ikut campur"

Tegas serim sekali lagi, baru kali ini ia menghadapi teman woobin yang tidak ngibrit kabur saat melihatnya.

"Gue sahabatnya woobin"

Dan gue sayang sama woobin.

Ya, jungmo terlalu pengecut untuk bilang kalimat yang kedua.

Namun alasannya sebagai 'sahabat' woobin terdengar begitu meyakinkan, tinju serim pun melonggar.


"...oke, baru kali ini gue nemuin orang bebel seperti lu. Lu boleh jadi sahabatnya woobin"

Dalam hati jungmo mengumpat,

Dia pikir dia siapa? Seenaknya aja nentuin siapa yang boleh, siapa yang ga boleh sahabatan sama woobin!

Meski hatinya berkata demikian, jungmo mengikhlaskan senyumnya.


Manusia modelan begini harus dikelabuin dulu baru perlahan disingkirin dari kehidupan woobin.

Mengutip dari kata-kata serim, jungmo ga ingin 'orang toxic dan prejudice' ada di sekeliling woobin.

Jungmo melihat, ada yang tidak beres dan tidak sehat dari hubungan antara woobin dan serim.

Yaitu serim terlampau posesif.


Dari situ jungmo merancang pertemanannya dengan serim, dan perlahan memasukkan ide-ide kalau serim sudah punya pacar ke dalam pikiran woobin.

Meski mirisnya, woobin bahkan ga pernah perduliin hal itu.

Yang ada, mendengar jungmo terus-terusan ngomongin pacar serim, woobin jadi terpikir kalau jungmo pengen pacaran.

Meski tiap ditanya kenapa ga pacaran, jungmo selalu menjawab dengan satu kata yang sama: repot.


Singkat cerita jungmo berhasil merenggangkan pertemanan antara woobin dan serim tanpa sepengetahuan keduanya.

Namun hal itu ia lakukan demi kebaikan woobin dan juga serim. Dengan begini, woobin bisa terlindungi dari ke-posesifan serim.

Sedangkan bagi serim, di mata woobin ia tetaplah merupakan seorang kakak kelas yang pantas untuk dikagumi.

*

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

"Jadi, kenapa lu nyebarin rumor kaya gitu, mo?"

Tagih woobin atas pertanyaannya yang belum kunjung terjawab.

Jungmo menghela nafas, lalu ia berdeham sebelum melanjutkan.

"Gue.. ga suka sama kedekatan kalian"


"..."

"Hahah—!"

Woobin tertawa mendengar alasan jungmo yang terdengar kekanakan, seperti anak kecil yang bersungut-sungut karena mainannya direbut.

Hati woobin melambung tinggi, ia pun tidak lagi mempermasalahkan adanya pertanyaan yang mengganjal.

Seperti, ada satu titik di mana serim dan woobin mulai menjauh. Apakah, atau tepatnya siapakah, yang menjadi alasan di baliknya?


Tapi woobin lupain itu semua, fokusnya kini cuma hatinya yang berdebar karena jungmo.

Buru-buru ia menyembunyikan senyumnya, dan mengambil kesempatan untuk meledek jungmo.

"Aduh anak kecil banget sih lu"

"Iya, gue tau lu orang tua"

Jungmo selalu punya cara tersendiri untuk membalas ledekkan woobin, dan emang responnya itu selalu ngeselin.


Namun secara teknis jungmo ga bohong sih, dia emang ga suka lihat serim dekat-dekat dengan woobin.

Tapi untuk alasan yang woobin sendiri ga berani bayangkan. Ya, kawanku; jungmo jealous!

Waktu itu, untuk pertama kali dalam hidupnya, jungmo merasakan yang namanya jealous! Dan saat itu juga, jungmo mulai menyadari perasaannya.


Ia mulai menyadari bahwa apa yang ia rasakan kepada woobin adalah lebih dari sekedar teman, lebih dari sekedar sahabat.

Jungmo memiliki alasan sendiri mengapa ia tidak berani berkomitmen, tapi ia ingin terus menerus ada di sisi woobin.

Meskipun itu hanya sebagai 'sahabat'.

Friendzone, much?

My Dearest Best Friend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang