unexpected marriage

Prolog

Hujan gerimis menetes perlahan, membasahi jalanan yang sunyi di sore itu. Langit mendung, mencerminkan suasana hati Anya yang kelabu dan penuh kekhawatiran. Di bangku halte yang dingin, ia duduk memeluk tas selempang lusuh, matanya kosong menatap ke depan. Mahasiswa semester akhir itu merasa terjebak dalam beban yang semakin berat-tugas akhir yang seharusnya menjadi gerbang masa depan malah menjadi ancaman yang menghancurkan harapannya.

Kekesalan meluap, dari sepatu kanvasnya yang basah hingga tekanan yang datang silih berganti-harapan orang tuanya, persaingan di kampus, dan rasa kesepian yang menggerogoti setiap langkahnya. "Kenapa hidup gue begini amat?" gumamnya pelan, terperangkap dalam keputusasaan.

Namun, di tengah hujan yang semakin deras, seorang remaja laki-laki dengan seragam SMA duduk di ujung bangku yang sama. Devan, dengan rambut basah dan mata biru yang jarang terlihat di wajah orang lokal, seolah tak terpengaruh suasana yang mempengaruhi Anya. Meski tak ada kata yang terucap, kehadirannya membuat kegelisahan Anya semakin memuncak.

Lalu, tanpa sadar, Anya melepaskan kata-kata yang mengejutkannya sendiri, "Eh, lo!" Suasana sepi itu mendadak pecah. Devan yang kebingungan menatapnya, dan Anya, dengan kesal, terus bertanya, "Nama lo siapa?"

Dengan suara rendah, Devan menjawab, "Devan, Kak. Saya tinggal di panti asuhan, sejak kecil."

Tiba-tiba, ada rasa yang tak terjelaskan dalam diri Anya-sebuah kesamaan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Tanpa berpikir panjang, Anya berkata, "Mulai sekarang, lo jadi suami gue."

Dan di sinilah semuanya dimulai.