Arga (25), pria ambisius yang tumbuh dari keluarga sederhana di desa kecil di Jawa Tengah, telah lama meninggalkan kampung halamannya demi karier gemilang di Jakarta. Ia memutus hubungan dengan ibunya, Bu Lastri, karena perbedaan pandangan hidup dan luka lama yang tak pernah benar-benar sembuh. Selama sepuluh tahun, Arga tak pernah sekalipun menengok rumah atau menjawab surat dari ibunya.
Sampai suatu hari, sebuah surat bertuliskan tangan sang ibu tiba di apartemennya berisi kata-kata rindu dan permintaan agar Arga pulang sekali saja. Surat itu mengguncang hati Arga, namun sebelum ia sempat membalas, kabar duka datang, ibunya telah meninggal dunia dua minggu sebelumnya.
Dengan hati berat, Arga kembali ke rumah. Di sana, ia tak hanya menghadapi kenangan dan rasa bersalah, tapi juga menemukan kotak berisi surat-surat yang tak pernah dikirim ibunya, tulisan-tulisan Bu Lastri yang dibuat tiap tahun untuk Arga, di hari ulang tahunnya, hari kelulusannya, hari dia sukses, semua hari yang tak pernah ia rayakan bersama ibunya.
Saat membaca surat demi surat, Arga menemukan versi ibunya yang selama ini tak ia pahami ,pengorbanannya, kesepiannya, dan cinta tak bersyaratnya. Ia juga bertemu kembali dengan Nayla, cinta lamanya yang kini hendak menikah, tapi belum bisa benar-benar melepaskan masa lalu mereka.
Saat membaca surat terakhir Arga harus mengambil keputusan, kembali ke Jakarta atau tetap tinggal, membangun kembali arti rumah dan keluarga yang selama ini ia tinggalkan.
Mayor Teddy menyebut Diajeng Serena sebagai Ratu 1001 Modus. Dua tahun terakhir menjalin hubungan tanpa status tak membuat Teddy menjawab soal kepastian.
Lewat tuts piano setelah pertengkaran mereka kala itu, Serena menyuarakan perasaannya. Tentang sakitnya, tentang kecewa dan tentang ikhlasnya.
Serena pernah meminta Teddy mempersembahkan satu lagu untuknya yang ia abaikan, tapi kala itu tanpa diminta Teddy menekan tuts piano demi Serena.