1. My Ex

89K 3.5K 23
                                    

Mereka disana, saling merangkul satu sama lain dan tampak sangat serasi. Kebahagiaan jelas terpancar dari wajah mereka dan aku turut berbahagia untuk mereka.

Pesta ini sangat mewah, pesta yang mereka buat untuk merayakan satu tahun pernikahan mereka.

Rata-rata undangan yang
datang ke pesta ini adalah orang-orang berpendidikan tinggi yang turun dari mobil mewah dengan pakaian mahal bermerek terkenal. Mereka seakan ingin memamerkan kekayaan mereka disini, terutama para wanita yang berlomba-lomba berdandan dan berpakaian sesempurna mungkin agar menarik lawan jenisnya, sekalipun orang itu bukan pasangannya sendiri.

Mereka semua cantik dan elegan. Sedangkan aku? Aku merasa buruk, lihatlah pakaian kelap-kelip dan semua perhiasan yang menempel ditelinga, leher dan tangan mereka.

Aku datang kepesta ini memang bukan untuk memamerkan apa yang aku punya, seperti kebanyakan dari yang mereka melakukan itu. Aku kesini untuk memberi selamat untuk sahabat dekatku dijaman sma itu. Karina namanya. Dia dan suaminya adalah bintang dipesta ini. Jadi untuk apa aku iri pada orang-orang itu, iya kan?

Tarikan kecil pada rambut yang kubuat bergelombang malam ini membuatku menunduk, mata besar yang bersinar itu menatapku dengan polosnya.

Ini dia malaikat kecilku, Nicholette Angelica.

Aku tersenyum melihatnya yang masih terus menatapku. "Ada apa sayang? Kau lapar?"

Gadisku ini sedikit menggoyangkan kepalanya cepat secepat kedua matanya yang berkedip dan dia kembali menatapku, itu artinya tidak, lalu aku menanyakannya lagi.

"Gak nyaman ya sama bandonya?"

Dia kembali melakukan hal yang sama, sedikit menggoyangkan kepalanya cepat secepat kedua matanya yang berkedip.

Huft. Untunglah. Aku pikir gadis kecilku tak menyukai bando buatanku, bando renda yang dibentuk seperti mahkota kecil berwarna emas dengan tambahan bunga berwarna ungu dibagian depan mahkota.

"Kenyamanan nomer 1!" Itu adalah prinsipku setiap kali merancang dan membuat baju atau asesoris untuk bayiku ini.

Matanya seakan berbicara kepadaku dan aku mengerti akan maksudnya. Dia memintaku untuk tidak minder kepada mereka -orang-orang yang pamer itu, karena baginya aku yang terbaik dari mereka semua.

Tuhan terimakasih kau telah memberiku seorang malaikat yang selalu memberiku semangat.

Aku memeluk Coco hangat. Beginilah kami, saling mengisi kekosongan masing-masing.

"Ekhm.. Pelukan mulu nih, mau dong ikutan dipeluk"

Aku berbalik dan tersenyum melihatnya. Kaniya. Saudara kembar Karina. Dia tampil cantik malam ini, gaun panjang dengan belahan panjang di bagian depan, memperlihatkan kaki jenjangnya.

Dia duduk disebelahku, aku tertawa pelan dan merangkulnya.

"Baru datang ya?" Tanyaku.

Dia mengangguk dan berkata. "Iya, abis mau gimana lagi? Ashton sibuk banget akhir-akhir ini" Dia mengerucutkan bibirnya seraya menowel-nowel pipi Coco yang chubby.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, memaklumi keadaan Kaniya. Tidak mudah memang punya suami super sibuk, tak banyak waktu untuk bersama.

"Ngomong-ngomong baju Coco bagus. Beli dimana?" tanyanya.

"Aku tidak membelinya, aku membuatnya" ucapku bangga.

"Dari atas sampai bawah?" tanyanya lagi dan aku mengangguk senang.

Dia bertepuk tangan dan berkata. "Hebat. Kau yang terbaik"

Aku terkekeh dan membisikkan sesuatu kepadanya. "Kau tau aku sengaja memakaikannya, berharap bila ada designer yang datang kepesta ini akan tertarik dengan gaun kecil yang aku buat ini"

Aku menatap Coco, sedikit memperbaiki rambut lebatnya.

"Kau tau Jemma, aku bisa saja-" Aku langsung melebarkan telapak tanganku didepan wajahnya, mengisyaratkannya untuk berhenti.

"Kamu tau persis seperti apa aku, Kaniya. Aku bisa melakukannya sendiri"

Aku mendengar helaan napas panjang darinya, dia menurunkan tanganku. "Terserah apa katamu"

Aku tersenyum masam dan kembali bermain dengan malaikat kecil yang duduk dipangkuanku.

Kaniya mencolek lenganku. "Kenapa?" Tanyaku.

"Kamu ngerasa gak? Pria itu, aku perhatikan dari tadi terus melirikmu" Aku mengikuti arah pandang dan arah telunjuk Kaniya yang mengarah pada seorang pria berjas hitam yang memunggungi kami.

Pria itu berdiri tidak jauh dari deretan bangku dimana aku dan Kaniya duduk. Dia nampak sedang berbicara dengan...Candies. Si super model itu? Benarkah? Wah..

"Bukankah itu Candies, super model itu? Dia datang juga? Wah.." ujarku dengan nada kagum.

Jujur saja aku ini salah satu penggemarnya, bukan penggemar berat memang tapi ya aku menyukainya. Lihat dia, tampak anggun dengan gaun tanpa lengan berwarna kuning lemon bercorak emas. Cantik.

Kaniya memutar bola matanya melihat ku yang sedang mengagumi Candies dan berkata. "Berhenti melihatnya seperti itu, kau membuatku malu"

Lalu yang aku dengar setelah itu adalah tawa khas milik Coco. Aku menggelitik perut mungil Coco sampai dia benar-benar tertawa lepas. "Apa yang membuatmu tertawa, cepat katakan pada ibu"

Aku tak bisa menahan senyumanku melihat malaikatku ini, aku mengalihkan pandanganku pada Kaniya yang juga ikut tersenyum melihat Coco.

Seseorang menghampiri kami. Ashton. Suami Kaniya, meminta istrinya untuk menemaninya menemui beberapa rekan bisnis yang juga kebetulan hadir dipesta ini.

"Aku pergi dulu" ujar Kaniya aku mengangguk dan melambaikan tangan mungil Coco kearahnya, dia tersenyum.

Aku berdiri menggendong Coco untuk mencari segelas air, rasanya tenggorokanku kering. Beruntung dari sekian banyaknya minuman berakohol disini, masih tersedia air putih walau aku harus mencarinya terlebih dahulu.

Aku minum setegukkan, aku melirik Coco yang mencoba meraih gelas yang aku pegang. Dia juga ingin minum, aku memberikannya tanpa melepas peganganku pada gelas.

"Sudah?"

Dia mengangguk seraya menjilat sudut atas bibirnya yang terdapat bekas air. Aku tersenyum dan mengambil gelas baru dan meminumnya, hanya setegukkan tidak akan memuaskan dahagaku.

Aku melotot saat tiba-tiba saja Coco bergerak gelisah, membuatku tidak seimbang. Dengan cepat aku menaruh gelas dimeja dan menatapnya.

"Ada apa sayang?"

Aku mengikuti arah jari mungilnya menunjuk kearah pintu besar yang terbuka dengan tirai putih yang bergoyang karena tertiup angin malam. Aku menangkap raut takut diwajahnya dan aku kembali tersenyum.

"Tidak ada apa-apa sayang, tirai itu bergoyang karena angin. Ayo, biar ibu tunjukkan kepadamu" ucapku seraya melangkah melewati tirai itu.

Pemandangan dibalik tirai ini sangat indah. Dilangit, bulan bersinar terang ditemani bintang-bintang yang bertaburan disekelilingnya dan lampu-lampu taman disana memperjelas indahnya bunga-bunga itu.

Aku menghirup dalam-dalam udara segar disini, Coco pun sama. Kami saling menikmati. Aku mencoba menutup mataku, merasakan hembusan angin diwajahku.

Hangat. Ya itulah yang aku rasakan. Hembusan angin dipunggungku yang terasa hangat.

Hangat? Dipunggung?

Seketika mataku membelabak selebar-lebarnya. Aku menggeser tubuhku dan berbalik. Hal pertama yang aku lihat adalah sebuah seringaian.

Seringaian... dari orang yang selama hampir dua tahun ini tak pernah lagi aku jumpai.

Orang itu... mantan suamiku.

Show YouWhere stories live. Discover now