PROLOG

1K 12 0
                                    

Gadis berambut cokelat itu menari dengan ria sambil mendengarkan lagu kesukaannya. Meski sekarang bukanlah hari Natal, tapi ia masih saja mendengarkan lagu Last Christmas dari Glee.

Ya, dia penggila acara televisi serial yang selalu membuat jantungnya berdegup kencang dan mendapatkan eargasm ketika mendengar penyanyi-penyanyi itu menyanyikan lagu-lagu yang sedang trend.

Tangan kanannya memegang sebuah spatula yang terangkat ke atas, ia menari-nari sambil menunggu telur yang ia masak menjadi telur kocok yang matang. Matanya terbuka ketika ia sadar, ia harus cepat-cepat pergi bekerja. Ia belum sama sekali menyiapkan diri di kamar, meski ia telah mandi, tapi tetap saja ia akan terlambat jika ia terlalu lama bersenandung –dan telurnya mungkin akan gosong.

Ia mengangkat telur kocoknya yang sudah matang itu dengan spatula lalu menaruhnya ke atas piring kaca persegi. Lalu ia menaruh spatula yang ia pegang ke atas wajan yang masih berada di atas kompor.

Salah satu earphone yang tergantung di telinganya, ia lepaskan. Dibawanya piring itu ke atas meja makannya. Salad dan telur, tidak ada yang salah dengan sarapannya pagi ini. Ia tidak begitu suka dengan yang namanya pancake yang biasanya ibunya masak. Setelah mematikan kompornya, ia berjalan keluar dari dapur dan ruang makan mininya yang pintunya langsung terhubung dengan ruang tamu.

Kakinya terus berjalan menuju salah satu pintu kamar di apartemennya yang tidak begitu mewah. Sticker

"Jangan Ganggu Aku, Sakaw!" kemudian tulisan di bawah sticker itu tampak sangat lucu bagi gadis berambut cokelat itu.

"Kecuali jika kau adikku." Meski sudah berkali-kali gadis itu melihat sticker idiot yang tertempel itu, ia tetap tertawa. Ia mengetuk pintu kamar bersticker itu.

"Mozes! Sarapan sudah siap!" Teriak gadis itu dengan tangan yang masih mengetuk-ketuk pintu kamar Mozes, sang pemilik kamar. Terdengar erangan yang membuat gadis itu terkikik pelan tapi dengan jahilnya, kedua tangan gadis itu mengetuk-ketuk pintunya dengan brutal.

"Mozes! Mozes! Mozes!"
Pintu kamar itu terbuka tiba-tiba. Dua tangan besar segera menenggelamkan wajah gadis mungil itu ke dalam pelukannya, ia mengapit leher gadis itu di antara ketiaknya.

"Demi Tuhan, terkadang aku ingin sekali membunuhmu. Mengapa aku memiliki adik tengil sepertimu, Faith?" Tanya lelaki bernama Mozes itu kepada adiknya. Mozes memiliki perawakan tinggi-besar dengan rambut pirang gondrong.

"Tidak, kau bukan adikku. Rambutku pirang, kau cokelat. Jelas, kau anak pungut yang Ibu ambil dari depan pintu –"

"Oh!" Faith, gadis berambut cokelat itu, tercekik.

"Mozes! Lepaskan aku! Ketiakmu, demi Tuhan!" Teriak Faith memukul-mukul punggung Mozes yang besar itu.

Beberapa detik setelah ia berteriak, akhirnya dengan terpaksa Mozes melepaskan adiknya yang sungguh nakal. Segera saja Faith menghirup nafasnya panjang. Untuk beberapa saat Faith harus mengipas-kipas wajahnya dengan telapak tangannya lalu ia menelan ludahnya.

"Aku akan membelikanmu deodorant,"

"Aku tidak perlu benda yang membuat ketiakku iritasi. Kau juga bau, aku hanya belum mandi saja. Aku tidak sama sepertimu yang sudah mandi tapi tetap saja bau," ujar Mozes sambil berjalan menuju dapur untuk melihat sarapan apa yang ia dapatkan. Ketika ia sampai di dapur, Faith mendengar suara desahan panjang.

"Makanan sehat! Tidak ada yang lebih enak dari masakan sehat, Faith, terima kasih!" Seru Mozes menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia sebenarnya lebih memilih makanan dari Wendy's dibanding harus memakan telur dan salad di pagi hari. Sayur dan telur, perpaduan yang bagus untuk membuat tubuh Mozes tetap berotot seperti sekarang.

RIGHT MISTAKES | Herren JerkWhere stories live. Discover now