Twinge; smut

223 32 18
                                    

written ; J i n g g a s o u l




FAUVE THE ARTE

• The most beautiful erotic art of my soul •





s t a r t .

Beberapa pelanggan memilih santai di bawah atap beralas gipsum atau fiberglass tebal yang melindungi insan di dalamnya. Dan beberapa bangunan menjulang tinggi adalah hiasan apik yang menambah kesan indah dari patung alaska.

Seolah berada di surga ; pemandangan indah dengan gugur bunga atau sejentik pemantik yang berhasil menyihir Tobio untuk singgah di dalam sebuah toko cepat saji.

Sebuah rokok marlboro vintage dan minuman soda adalah tetesan manis bagi hisapan dalam salivanya, menyesap begitu dalam agar tercampur memenuhi rongga letihnya.

Kegiatan itu terdukung dengan cuaca yang semakin panas dan sesak di luar ventilasi dari jarak manik memandang. Ah, Tobio memilih tempat yang tepat untuk menyinsing peluh.

"Tuan, tidak ingin memesan manisan? saya memiliki beberapa rekomendasi untuk anda,"

Oh, ia mendongkak. Menatap seorang pria muda dengan setelan cerah- warna pastel jingga berselimut jeans belel yang mendukung kesan manisnya. Tobio mengerjap, sedikit terpesona walau tak tertuang.

"Tuan?"

"O-oh tidak, saya tidak suka manisan."

Mengangguk sembari menunduk, "Ah baiklah, bagaimana dengan espresso? kurasa itu cocok untuk seleramu, tuan."

Tobio menggeleng pasti, ia hanya tidak ingin melanjutkan basa-basi dengan pria yang memang terakui manis- mungkin sekelibat masuk dalam kriterianya- namun, kopi hitam di siang bolong adalah pilihan yang kontras bagi indranya.

"Kurasa tidak, maaf. Ah tapi boleh kutambah sebuah cola? satu botol tak cukup untukku, cuaca sangat panas."

Lantas sang pelayan manis kembali membungkuk, surai halusnya sedikit terombang mengikuti arus angin di awang-awang, "Tentu, saya akan mengantarnya segera."

"Terima kasih."

Tobio tersenyum simpul, menatap jejak kecil dari insan melalui ekor mata elangnya, ah sungguh lucu. Setelan yang cerah namun tak menyakitkan, tentu saja dengan apron coklat yang senantiasa terurai di pinggang rampingnya. Bagaimana ya rasanya menaruh jemari di rengkuhan itu?

Sialan, hentikan pikiran erotismu Tobio.


Pemuda berjelaga itu menggeleng, ia menghempas pikiran mesumnya yang sesekali terjerat paksa oleh libido pria matang, bukankah tak ada elakan yang bisa dilakukan saat melihat pria secantik itu?

Ah mungkin karena dirinya yang selalu berjumpa oleh lacur-lacur yang ayu tiada tara untuk ukuran pelukis handal sepertinya. Mengesankan, apa malam memaksanya untuk menuntun pada sebuah klub? Sudah lama pula tak bersinggah.

Berlalu waktu ia menggores garis pada jurnal sketsa minimnya, berjumpa lagi dan lagi pada pola abstrak tak tentu sesuai suasana hati, sebuah suara berujar,

"Tuan, satu cola dengan-"

Tobio menyadari hal asing,"Maaf tapi aku tidak memesan dessert?"

Sang pelayan mengembang senyum cantik mempesona, berhasil menghunus degup sang pelukis, "Bonus, anggap saja sebagai tanda terima kasih dariku karena telah menjadi pelanggan setia disini."

"Kau memperhatikanku?"

"Tentu, saya selalu melihat anda melipir disini setiap menjelang siang, menyenangkan jika tempat ini diminati oleh orang sepertimu, tuan."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 07, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Fauve the Arte - KagehinaWhere stories live. Discover now