Menyerah.
Jake ingin menyerah.
Dunia terlalu kejam padanya. Ia tak mampu lagi menahan semuanya.
Di lantai tertinggi gedung sekolahnya, ia menapakkan kaki di atas salah satu dinding pembatas. Merasakan hanya sebagian telapak kaki beralas sepatunya yang menapak pada dinding. Menatap lurus pada langit biru yang cerah, bertolak belakang dengan hati dan pikirannya yang gelap dan hancur.
Air mata masih mengalir deras dari hazelnya. Pakaian sekolah mulai berantakan akibat embusan angin yang cukup kuat. Hening di sana, semakin memperparah sepi di hatinya.
Bukankah lebih baik dia mengakhiri semua ini? Toh siapa yang akan menangisi kepergiannya?
Rumah tak lagi menjadi tempat berpulang yang nyaman. Sekolah tak lagi menjadi tempat bermain dan belajar yang menyenangkan. Tidak ada lagi tempat yang dia tuju.
Bahkan dia pun ragu Tuhan akan menerima dirinya di rumah-Nya.
Dirinya sudah kotor. Tak pantas.
Sekali lagi, tangannya mengusap air mata dari pipinya. Perlahan pandangannya mulai turun. Menatap halaman sekolah yang asri di bawah. Tepat lurus di bawahnya adalah tanaman bunga mawar yang rimbun.
Jasadnya nanti akan ditemukan di sana. Di antara merah bunga mawar, dengan sekujur tubuh penuh duri.
Kriiing kriiing kriiing!
Sempurna.
Ini adalah waktu istirahat, dimana semua murid akan menyaksikan tubuh dinginnya di antara bunga mawar.
Ya, inilah waktunya.
"Selamat tinggal, dunia."
BRUK
TBC