Beginning

91 9 0
                                    

Apartemen Five terlihat sepi seperti biasanya, hanya ada dirinya dan saudarinya yaitu Blair yang sedang berada di ruang tamu. Ia menatap jalanan melalui jendela kamarnya dengan tatapan kosong. Jalanan itu dibasahi oleh rintik hujan. Seharian ini hujan telah mengguyur kota dan tidak ada tanda untuk berhenti.

"Five, ku buatkan coklat panas untukmu." Perempuan berambut hitam legam muncul dari pintu. Menggenggam dua gelas berisi coklat panas yang masih mengeluarkan uapnya dan menghampirinya.

Dengan senang hati Five menerima secangkir coklat panas itu. Perlahan ia menyesapnya dan langsung merasa lega karena merasa tubuhnya menghangat karena minumannya. "Coklat panas ya?" Ucapnya dengan nada bercanda.

Blair menyunggingkan senyumnya. Ia mengambil duduk didepan jendela, dimana ada tempat kecil untuknya duduk. "Kenapa? Aku tidak ada mood untuk membuat kopi hitam untukmu pak tua."

"Kau memanggilku pak tua tapi tidak sopan sama sekali ya?" Matanya menatap gadis di depannya dengan sinis. Sebenarnya tidak ada yang menghormati Five meskipun mentalnya berusia 58 tahun. Diseluruh anggota keluarganya tidak ada yang peduli, lagipula tubuh fisiknya sendiri masihlah berumur 20 tahun.

"Kau mau dipanggil kakek kakek memangnya? Akan ku coba kalau kau ingin." Jawab Blair. Ia menyesap coklat panasnya dengan perlahan. Kembali tersenyum karena merasakan rasa kombinasi pahit dan manis dari minuman yang ia buat. Ditambah lagi rasa creamy dari susu membuat coklat panas itu terasa sempurna.

"Jangan berani kau memanggilku kakek." Blair tertawa puas ketika melihat wajah kesal Five.

Beberapa saat kemudian Blair kembali terdiam, melihat jalananan yang masih diguyur hujan. Banyak orang yang masih berlalu lalang. Ada anak sekolah yang berlarian karena tidak membawa payung, karyawan yang dengan santainya jalan di trotoar menggunakan payungnya dan juga beberapa kendaraan motor yang melintasi jalan raya. 

Blair menggenggam kalung berbentuk arah mata anginnya, lalu menghela nafas. "Five, ada yang ingin ku bicarakan padamu." Ia menatap Five dengan pandangan serius.

Five merasakan perubahan dalam Blair. Gadis itu nampak sangat serius saat ini. Ia tidak pernah se serius ini sebelumnya. Ia langsung menyimpulkan jika gadis didepannya ini ingin membicarakan tentang hal itu. Hal yang tidak pernah mau disinggung oleh Blair sejak tiga tahun yang lalu. Dimana ia mendapat mimpi aneh itu untuk yang terakhir kalinya.

Sejak mimpi terakhir itu Blair benar benar tidak membicarakannya lagi. Bahkan Five sudah bertanya tentang hal itu tapi Blair enggan menjawab. Five tidak pernah tahu mimpinya dengan detail. Hanya Sir Reginald yang mengetahuinya. Beberapa penilitian sudah dilakukan namun hal itu tidak terselesaikan karena Sir Reginald meninggal dunia tepat saat Blair mendapatkan mimpi terakhirnya.

"Ada apa Blair?"

Blair mengusap cangkirnya yang masih hangat sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya. "Aku ingin pergi ke dunia itu lagi."

Benar saja yang diduga Five, Blair benar benar membicarakannya. "Kau serius? Bahkan kau tidak tahu jika dunia itu benar benar ada atau tidak." Ketika Blair menceritakan tentang mimpinya, Five hanya menganggap itu hanyalah sekedar mimpi. Karena tidak ada penjelasan secara ilmiah mengenai hal tersebut.

"Dunia itu nyata Five, ayah buktinya." Jawab Blair.

Five sedikit tertawa karena mendengar hal menggelikan di telinganya. "Ayah? Setelah semua yang dia perbuat kau masih memanggilnya ayah?"

Blair paham kenapa Five seperti itu. Reginald benar benar gila dengan eksperimennya terhadap anak anak angkatnya. Ia tidak akan ragu membuat anaknya terluka hanya untuk keperluan penelitian. Alasan itulah yang membuat anak anaknya tidak suka padanya, terlebih lagi dengan Five.

𝐕𝐎𝐑𝐅𝐑𝐄𝐔𝐃𝐄 || 𝐃𝐑𝐀𝐂𝐎 𝐌𝐀𝐋𝐅𝐎𝐘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang