Ketika ada seseorang yang membicarakan tentang The Eternals, ada satu kata yang bersemayam di hati Jeno.
Konyol.
Legenda itu cukup untuk menaungi setiap kepala, turun-temurun dari satu ke lainnya-membawa cerita itu agar tidak hilang dikikis waktu.
Konon katanya, ada suatu bangsa yang terkenal dengan kenaifan serta rasa kepercayaan mereka. Bangsa itu tidak bernama, entah belum diberi nama atau memang tidak memilikinya-tak ada yang tahu. Ada seorang iblis yang turun ke bumi dulu, lama sekali. Tak ada satupun yang berani mempercayai setiap omong kosong miliknya, karena Dewa-dewi surga sendiri sudah memperingatkan manusia agar tidak pernah mempercayai apapun perkataan iblis.
Tapi hari itu, bangsa itu melanggar titah abadi milik petinggi surga. Mereka semua dengan naifnya mempercayai setiap perkataannya, membiarkan makhluk keji itu tinggal di dunia manusia dengan cuma-cuma. Setelahnya, bangsa itu dikutuk. Setiap keturunannya, orang yang mewarisi darah daging dari bangsa itu, jiwanya tidak bisa hancur kecuali dengan upacara ritual khusus. Jiwa yang tidak hancur itu akan menjadi senjata pembunuh jikalau jatuh ke tangan orang yang salah, oleh karenanya-bangsa itu dihantui rasa bersalah seumur hidup, mereka mengasingkan diri dari peradaban, membuat tak ada yang benar-benar tahu eksistensi mereka semua. Tidak ada yang tahu sebenarnya adakah keturunan mereka yang tersisa ataukah tidak.
Karena mereka melanggar peraturan abadi, mereka diberi nama The Eternals; keabadian yang terjebak dalam tipu daya dan kenaifan.
Dan itu benar-benar sangat konyol di telinga milik Lee Jeno!
Bagaimana bisa ada sebuah bangsa yang seluruh penghuninya terlalu baik dan naif?! Dan juga tentang jiwa penghancur... itu benar-benar mengerikan dan tak masuk akal! Bahkan tetua-tetua abadi sekarang pun masih belum bisa menjelaskan jikalau legenda itu benar atau tidak.
"Jeno!"
"Hey, Jeno! Kau mendengarku?!"
"Yang Mulia!"
Plak!
"Argh!" Jeno hampir menjerit kala tiba-tiba ia dihadiahi tamparan yang-tidak sengaja-super menyakitkan di pipinya. "Astaga, m-maafkan aku! Kukira itu tidak akan keras. Kau melamun tadi!" Jeno menoleh pada sumber permasalahan yang membuat pipinya dihadiahi tamparan. Siapa lagi jikalau bukan sang Putra Mahkota Istana Windsclotch, Na Jaemin yang sedang tersenyum dua jari di depannya. Jeno hanya bisa mendenguskan nafasnya dengan sebal.
"Hey Jeno! Kau ingin kemana?!" Setelah Jeno pergi begitu saja barulah Jaemin menyadari dimana dirinya berpijak. Istana Verquille, istana kebangsaan milik sang Putra Mahkota Jeno Lee. Jaemin jarang sekali berkunjung kemari jadi ia tak mengetahui seluk beluk istana raksasa ini. Dengan langkah super cepat, lelaki itu menyusul Jeno yang berjalan di koridor. Koridor istana ini lebih luas dan panjang dari istana miliknya, wajar saja Jaemin sedikit kesulitan mengimbangi langkahnya. "Jeno! Kau tidak melupakan fakta bahwa kita akan berlatih berpedang, kan hari ini?!"
Jeno mengerutkan keningnya kesal, dalam hatinya ia menyuarakan sumpah serapahnya. Jelas saja, bodoh! Bagaimana bisa aku melupakannya, kau sendiri ada disini karena kita akan berlatih hari ini! "Tentu saja aku tahu. Kau pikir aku akan kemana sekarang?" Pada akhirnya, kalimat itulah yang terucap dari bibirnya. Seorang pangeran tidak mungkin memaki sahabat karibnya, meskipun itu di istananya sendiri, Jeno masih mengingat tatakrama yang terikat disini. "Mana kutahu! Dua puluh tahun aku hidup aku belum pernah datang kemari!"
Jeno mengerang kesal, Jaemin ini benar-benar sangat berisik! Ingin sekali ia menendangnya dan mengajaknya berduel tangan kosong sekarang. Tapi sekali lagi, tatakrama ada dan masih berlaku selama ia masih diakui anak oleh kedua orangtuanya, jadi Jeno hanya diam. Ia pun akhirnya menggeret sang Putra Mahkota Windsclotch menuju pekarangan belakang istananya.
"Yang Mulia, kalian berdua hampir terlambat!"
Jeno berdiri dengan tangan di belakang punggungnya, ia pun membungkuk untuk memberi hormat pada gurunya. "Maafkan kami, Mister Kim." Ujarnya sembari membungkuk, sementara Jaemin dengan canggungnya mengikutinya untuk membungkuk tanpa sepatah kata apapun. "Sudahlah. Sekarang kita akan berlatih cara menangkis serangan musuh...,"
Keduanya pun berlatih di bawah bimbingan seorang lelaki tua yang sudah lama mengabdi pada Istana Verquille, Mister Kim. Lelaki itu sudah mengajar Jeno berpedang sejak kecil, sang pangeran tentu sudah akrab dengan kemampuannya. Ini pertama kali nya Jaemin ikut berlatih dengan Jeno, ia ingin mencoba gaya berpedang yang baru. Jadwal latihan Jeno kebetulan berbeda darinya, ia pun pergi ke Istana Verquille untuk belajar pada sang ahli pedang yang digadang-gadang dengan ketrampilan berpedangnya itu, Kim Doyoung.
------
"Latihan macam apa ini?! Kau berlatih seperti ini setiap tiga hari sekali?!" Jeno hanya melirik Jaemin yang terduduk di rerumputan, keringat mengalir dari dahi serta lehernya, wajah putih pucatnya memerah terkena sinar matahari. "Tentu saja. Apa ada yang salah?"
"TENTU SAJA SALAH! Ini penyiksaan!" Teriakan setengah merajuk Jaemin membuat Mister Kim terkekeh, "Yang Mulia Na, ini bahkan hanya baru dasarnya. Biasanya Yang Mulia Lee akan berlatih lebih keras lagi setelahnya."
"APA?!" Teriakan sang Pangeran Windsclotch justru semakin keras. Ini... gila! Tidak seharusnya ia nekat meminta diajari oleh Mister Kim, ia benar-benar ahli dari segala ahli pedang! Bagaimana bisa teknik tinggi yang melelahkan seperti ini disebut dasar?!
"Sudahlah Yang Mulia Na, saya tidak akan memaksamu untuk berlatih lagi. Jikalau kau lelah, istirahatlah di dalam." Mister Kim membantunya untuk berdiri. Jaemin hanya menunduk memberi hormat, "Maafkan aku sudah menyusahkanmu, Mister. Murid ini undur diri." Si Na pun akhirnya masuk ke dalam, sementara Jeno pun melanjutkan latihannya yang sempat tertunda. Nasib Jaemin kali ini begitu sial, ia tak tahu bahwa latihan berpedang milik si Lee begitu amat keras. Pantas saja pangeran itu benar-benar ahli berpedang, latihannya saja sangat mengerikan!
Jaemin pun berjalan-jalan sebentar sebelum mencapai kamar pribadi milik Jeno, ada beberapa pelayan berlalu lalang serta pengawal yang setia menjaga pintu. Ia melirik ke arah bingkai jendela raksasa, hari mulai petang. Si Na menatap langit yang mulai berwarna keemasan, ada perasaan aneh yang membuatnya khawatir saat ini entah mengapa. Ibunya telah melatihnya untuk mendeteksi aura, membuatnya memiliki insting bagai anjing liar dan juga bertindak lebih cepat sebelum berpikir.
Tepat setelah perkiraannya, tiba-tiba ada puluhan kupu-kupu putih terbang dari ujung timur hutan.
"Apa... itu?"
(☆)
hallow <3
aku bingung, karena udah mulai masuk sekolah, ide-ide yang aku punya mulai tumpah ruah lagi.semoga cerita ini tidak mengecewakan, see u very soon!
KAMU SEDANG MEMBACA
the eternals | noren
FanfictionLebih dari seribu malam, Jeno tidak mempercayai legenda tentang bangsa dengan jiwa yang bisa menghancurkan dunia. ➸ noren kingdom fantasy fanfiction. warn : bxb, deaths, bloods, mythology creatures, murders, slight-horror, light angst, slowburn. (...