Part 1

5.1K 875 141
                                    

Raline memindai jam di pergelangan tangannya. Pukul 19. 30 WIB. Berarti ia telah menghabiskan waktu kurang lebih sepuluh jam untuk mencari pekerjaan. Ia keluar rumah pada pukul 09.00 WIB tadi pagi. Sialnya dalam kurun waktu sepuluh jam itu, ia belum juga mendapat pekerjaan.

Raline melirik pos Satpam di depan pintu gerbang yang kosong melompong. Tidak tampak Pak Udin atau Bang Jaja lagi di sana. Tentu saja keduanya tidak ada lagi di pos Satpam. Mengingat ayahnyanya telah memberhentikan baik itu Satpam, supir ataupun Aristen Rumah Tangga. Semua itu terpaksa ayahnya lakukan demi menghemat pengeluaran.

Dengan lesu, Raline membuka pintu pagar dan menutupnya perlahan.  Setelah seharian berjibaku dari satu kantor ke kantor lainnya untuk mencari pekerjaan, Raline ingin mengisi perut dan beristirahat. Ia merasa sangat lelah. Mungkin dengan beristirahat ia bisa memulihkan kondisinya. Dengan begitu diharapkan keesokan harinya ia bisa kembali mencari pekerjaan.

Baru saja tiba di depan pintu, Raline telah disambut oleh pertengkaran kedua orang tuanya. Akhir-akhir ini kedua orang tuanya kerap berselisih paham. Tepatnya sejak Heru batal menjadi suaminya, karena menikahi Lily. Dengan lepasnya Heru sebagai kandidat menantu potensial, ayahnya sekarang pusing tujuh keliling. Hutang-hutang ayahnya melilit pinggang. Istimewa hutang ayahnya pada Pak Riswan. Dua rentenir langganan ayahnya yang menetapkan suku bunga di atas rata-rata.

Dulu ayahnya tenang-tenang saja terus dan terus meminjam uang panas pada Pak Riswan. Ayahnya mengira Heru akan melunasi semua hutang-hutangnya setelah Heru menjadi menantunya. Untung tidak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak. Rencana pernikahan mereka gagal  karena Heru jatuh cinta pada Lily.

Semua rencana yang disusun ayahnya, berbalik seratus delapan puluh derajat. Hutang ayahnya semakin menggunung, sementara ayahnya tidak mempunyai uang untuk melunasinya. Ayahnya bangkrut. Perusahaan mereka telah ditutup sebulan yang lalu.

Sisa uang yang ada, telah habis untuk membayar pesangon para karyawan. Itu pun tidak cukup. Setiap hari ada saja mantan-mantan karyawan ayahnya yang berteriak-teriak di luar rumah. Mereka menuntut pesangon yang lebih besar.

Karena ayahnya memang sudah tidak lagi memiliki uang, ayahnya mendiamkannya saja. Mau bagaimana lagi. Mereka memang sudah tidak memiliki apapun lagi. Bahkan rumah yang mereka tempati ini kabarnya akan segera disita oleh bank. Mereka hanya tinggal menunggu waktu.

Kedua orang tuanya sudah satu satu bulan ini tidak berani keluar rumah. Mereka malu pada tetangga  kanan kiri. Biasanya kedua orang tuanya ini sombong dan tinggi hati. Sehingga pada saat susah seperti ini, para tetangga dengan bahagia menyoraki alih-alih ikut bersusah hati. 

"Semua masalah ini terjadi, itu karena kamu tidak bisa mendidik anak!"

Mendengar suara bentakan ayahnya, Raline urung memutar panel pintu. Ia takut terkena imbas amarah kedua orang tuanya. Jika sedang bertengkar seperti ini, keduanya acapkali menjadikannya pelampiasan atas rasa frustasi. Semua kesalahannya di masa lalu akan terus diungkit-ungkit. Sebaiknya ia menyingkir saja.

Padahal saat ini ia sangat lelah dan lapar. Seharian berkeliling dari satu kantor ke kantor yang lain untuk mencari pekerjaan, benar-benar menguras tenaganya.

Sialnya lagi, meskipun telah berjibaku seharian, tidak ada satu perusahaan pun yang bersedia menerimanya. Selain ijazahnya yang nilainya memang pas-pasan, mungkin karena isu-isu ayahnya yang bangkrut juga. Makanya mereka semua kompak menolaknya.

Untuk meminta tolong Aksa atau Heru, Raline tidak berani. Pada Aksa, dulu Raline pernah berbuat jahat pada Camelia, istri Aksa. Atas desakan ibunya, Raline terpaksa memfitnah Camelia agar Aksa tidak jadi menikahi Camelia. Selain itu Raline juga takut dihajar oleh Camelia. Istri Aksa itu sangat mumpuni dalam ilmu bela diri. Ia bisa dijadikan perkedel oleh Camelia, kalau ia tahu bahwa dirinya berani menemui Aksa lagi.

Fated (Sudah Terbit Ebook)Where stories live. Discover now