¹ Abin Ananda Permana

179 26 10
                                    

Hai, apa kabar?

Setelah sekian lama aku menghilang dari dunia per-wattpad-an, akhirnya aku balik lagi membawa two shoot dengan pameran utama Soobin, nih!

Happy reading~

Usianya kini baru menginjak dua puluh tahun

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Usianya kini baru menginjak dua puluh tahun. Abin Ananda Permana sudah tamat dari sekolah menengah atasnya dan kini ia merupakan seorang mahasiswa yang tengah mengenyam pendidikan di semester lima.

Di usianya yang terbilang masih sangat muda itu, ia telah diwarisi sebuah kafe di ujung jalan yang menjadi sumber penghasilannya. Orang tuanya tetap membiayai kehidupannya, tetapi, karena ingin sang anak belajar bertanggung jawab maka dibangun lah kafe tersebut.

"Mas, dipanggil bapak tuh di ruang tengah. Bapak mau bicara katanya."

Yang barusan bicara itu adalah Kila Adinda Permana, adik Abin. Setelah menyelesaikan tugasnya untuk memanggil Abin yang tengah sibuk di dalam kamar, Kila pun menarik kepalanya yang melongok dari pintu dan bergegas pergi entah ke mana.

Setelah merapikan buku-bukunya, Abin pun turun ke lantai bawah di mana ruang tengah berada. Di sana ternyata sudah ada kedua orang tuanya, tengah berbincang ringan seraya sesekali menyesap teh yang ada di cangkir putih itu.

"Ada apa manggil Mas, Pak?" tanya Abin to the point setelah duduk di samping Hera Adinda Lestari—Ibunya.

Si bapak yang bernama Azzam Faaz Permana itu kembali menyesap tehnya sebelum angkat bicara. "Bapak mau nanya, Mas. Mas sudah punya pacar?" tanyanya.

Abin menggelengkan kepala sebagai jawaban.

"Sekarang ini ada gadis yang sedang Mas sukai?" tanya Azzam lagi.

Dalam hati Abin terheran-heran dengan pertanyaan yang Azzam lontarkan padanya. "Ada sih, Pak. Kenapa memangnya?" tanya Abin.

"Mas sedang dekat dengan gadis yang Mas sukai itu?"

Abin menggelengkan kepalanya. "Ndak, Pak. Mas ... ndak berani dekati dia." Azzam menganggukkan kepala paham mendengar balasan sang anak.

Tentu, Abin si pemalu mana mungkin maju tanpa bantuan orang lain. Ia hanya berani menatap gadis yang disukainya ini dari kejauhan.

"Mas, kenal anaknya teman bapak yang namanya Ara, ndak?" tanya Azzam lagi yang kemudian menghela nafas lelah setelah mendapat balasan gelengan kepala dari Abin.

Anakku yang satu ini memang ndak tahu dunia luar, ya? batinnya lelah.

"Itu loh, gadis kecil yang dulu sering main ke sini. Yang rambutnya suka dikuncir dua dan dikepang. Masa kamu ndak ingat, to?" tanyanya memastikan.

"Mas beneran ndak ingat loh, Pak. Memangnya kenapa, sih? Kok tiba-tiba Bapak ngomongin dia?" Abin akhirnya mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan yang sedari tadi berlabuh di otaknya.

Abin dan Ara [END] ✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant