3. Digenggaman Raka.

241 58 27
                                    

Ingatan masa sekolahnya itu, bagai kenangan yang tak akan bisa Fania lupakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ingatan masa sekolahnya itu, bagai kenangan yang tak akan bisa Fania lupakan. Kini semua hanya tersimpan sebagai histori dalam lembaran cerita hidupnya.  Pada hari itu, dimana ia berani mengetuk pintu dan memasuki dunia seorang laki-laki kejam tak memiliki hati.

Berpahat ciptaan tuhan yang sempurna namun berhati iblis. Dia lah seorang Raka Sayudha.

Fania semakin dipermalukan. Suara tertawa yang sangat menyakiti telinga itu memenuhi seisi ruangan yang kelabu. Fania bagai tak memiliki harga diri, Di tertawakan dan rendahkan dengan lelucon sampah yang terlempar dari para pemilik otak kotor itu.

Axel sudah paling doyan perihal berbau seks. Dia paling hyperseks tak memungkiri apapun itu, Laki-laki itu menatap wajah polos seorang gadis yang berani nya masuk menyodorkan diri. ia nyaris ingin tertawa melihat bocah bertampang lugu seperti Fania meminta banyak uang kepada temannya.

Apakah di dunia ini ada yang gratis?

"Buka celana, mau di kasih duit kan?"Axel lebih dulu bersuara. Semua laki-laki disana tersenyum nyaris membentuk sebuah sorakan yang riuh.

satu diantaranya menghampiri Fania. Dia adalah Andreas, "Jangan gitu xel. Parah lu, Gimana kalo gue yang bukain?"

sudah dua laki-laki di sebelah Fania. Jangan ditanya bagaimana kondisi gadis itu, wajahnya sudah memerah dan sudut mata yang semakin berarir. Sakit, sangat sakit ketika dirinya direndahkan habis-habisan diperkumpulan anak laki-laki itu.

Satu tangan chiko ikut-ikut memegang bahu Fania. Gadis itu langsung menepis, Dan menamparnya kuat menimbulkan bunyi tamparan yang keras. Chiko mengumpat, memengangi pipinya yang terasa panas.

Adegan barusan sontak membuat mereka semakin bersorak, Tak luput dari pandangan seorang Raka yang sedari tadi masih diam sebatas menjadi penonton.

"Kok lo berani nampar gue?!"Chiko mempojakkan tubuh Fania, semakin mengiring membuat tubuh gadis itu terbentur tembok. Satu tangan chiko menarik seragam atas Fania.

Gadis itu takut, Dia menggeleng dan tangisnya tumpah. Mereka disana masih menjadikan dirinya tontonan. Dengan tangan yang terus mempertahankan bajunya, tetesan airmatanya lolos dan menatap mata Raka dengan tatapan yang memohon.

Disini, hanya laki-laki itulah yang Fania harapkan. Raka menatap itu, menatap semua kegilaan sahabat-sahabatnya. Seorang Raka tidak pernah peduli dengan siapapun, termasuk yang akan menjadi mainan teman-temannya.

"Bos gimana? Unboxing sekarang? Gue terakhir gapapa deh. "Axel mengatakan itu dengan semangat.

Fania berlutut saking takutnya. Gadis itu membenamkan wajahnya yang sudah berantakan. Bahkan kancing kemejanya lepas karna ditarik oleh laki-laki brengsek tadi. Dia tak pernah menyangka bahwa apa yang dilakukan nya ini akan membuatnya terjerat di tempat ini. Ia tak meminta apapun tanpa mengembalikan imbalan, ia hanya memohon kepada Raka untuk menolongnya dan Fania akan membalas semua jasanya itu.

Tapi tidakkah Fania tahu apa yang dibutuhkan dari seorang anak laki-laki? Raka akhirnya turun tangan mendengar suara tangis yang menurutnya sangat jelek. Laki-laki itu mengangkat wajah Fania dengan telapak tangannya, wajah yang sudah dipenuhi airmata itu menyambut pandangannya. Mata Fania sudah memerah, Dia sesegukkan dihadapan Raka yang berdiri tepat di atas tubuhnya.

"Siapa yang bilang gue bakal main disini?"Raka mengatakan itu, menantang teman-temannya sedari tadi sudah mengerjai Fania habis-habisan.

Axel sampai terdiam dengan berani ia meminta penjelasan "Jadi? lo mau sama tuh cewek? biasanya cewek di club aja lo nolak bos. Ngasih jatah lo ke kita-kita?"

"Adek nya Tara itu urusan gue! gue gak nyuruh dia telanjang disini?"Raka mengatakan itu dengan santai. Mengangkat tubuh Fania dan membawanya.

Fania tertatih saat Raka menggendongnya keluar. Mereka semua terdiam menyaksikan itu, Tak ada yang berani menjawab ketika Raka sudah bersuara. Fania lebih bergetar ketika Raka menyentuhnya untuk yang pertama kali. Entah kemana dirinya akan dibawa, gadis itu salah besar jika ia berpikir Raka menyelamatkannya. Tubuh Fania didorong paksa masuk ke dalam mobilnya. Tubuhnya terbentur bahkan tak segan Raka menutup keras pintu mobilnya.

Fania menolak dan terus mengetuk pintu mobil dengan kerasnya. Raka mengabaikan itu, mengabaikan suara Fania yang terus memohon untuk dilepaskan.

●●●

Fania Meremas ujung Sprei. Takut, Rasa takut Memenuhi Relung Hatinya. Hari ini adalah dimana titik terendah dalam hidupnya. Fania menangis, Tubuhnya bergetar takut berada di dalam kamar Milik Raka. Ibunya tengah Koma, Antara hidup dan mati. Fania ingin sekali menemui Mamah nya saat ini. Fania merindukan Tara, sangat ingin menangis di dekapan kakaknya. Sepotong Ucapan Tara kembali terlintas di kepalanya.

"Nanti kalau udah jadi anak SMA gak boleh nakal."

"Siap kak!"

"Gak boleh pacaran, Ada cowok yang macem-macem langsung kamu colok matanya."

Fania meneteskan kembali Air matanya. Bagaimana untuk sekarang? Apa sanggup Untuk Fania bercerita, Kalau saja Fania terlahir dari keluarga Kaya. Mungkin ia tidak sampai merusak semua kebahagiaan nya bersama Tara dan Ibunya.

"Nanti lulus kuliah emang kamu mau kuliah dimana?"

"Kakak udah nanyain itu aja, kan masih lama kak, Emang kuliah enak ya kak? susah susah gak sih pelajaran nya?"

"Gak ada yang susah, yang susah biarin kak Tara aja cari uang ya ges ya?"

"Wah ini toko seragamnya lengkap banget ya kak, semua ada."

"Iya dong, kan kamu mau masuk SMA, Emang gak pengen pake seragam baru?"

"Kak Roknya aku belum punya, Pilihin dong kak yang buat aku."

"Kamu pake yang ini aja yang agak gedean, jangan terlalu ketat. jelek."

"Ih kak Tara! itu gede banget."

"Bagus tau, biar sekalian ngelapin lantai."

Fania mengusap Airmatanya. Janji itu, Fania betul-betul tidak bisa menepati janjinya. Fania sudah bukan Adik kecilnya. "Maafin Aku kak, Aku cuma pengen liat ibu kumpul sama kita terus, cuma ibu keluarga yang tersisa buat kak Tara. Gapapa kalau harus kakak benci sama aku."

Raka keluar dari dalam kamar mandi dengan lilitan handuk serta rambutnya yang basah. Fania semakin mengeratkan Sprei pada tubuhnya, Ia menangis sangat Takut kepada Raka.

"Jadi lu masih nangis?"Suara Raka, terdengar Tidak suka.

"Aa–aku mohon kak, Aku mau pulang."Lirih Fania menahan sesak.

"Lo gila? Gue udah bayar lu."Ujar Raka.

"Lo pilih mana sekarang? Disini lebih enak sama gue. Atau lo abis sama temen-temen gue tadi?"

TBC.

emang kadang gitu ya hidup, harus rela berkorban demi orang tercinta.

Udah siap liat sikap Asli Raka? Mau yang sad atau yang enak?:v cuss Baca next part!!!

-
-
-
-

Ampuni Fania!!!!

Sirah kasih Raka [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang