34. Kenyataan pahit.

230 21 36
                                    

Raka benar-benar tak percaya, Dirinya merasa dipermainkan saat harus membaca tulisan besar yang tertera di bangunan tersebut. Jika pesan masuk itu bukan berasal dari Reka mungkin Raka akan menganggap seseorang telah mempermainkannya.

banyak suara teriakan jelek yang Raka tidak sukai. Orang-orang yang telah kehilangan akalnya itu berkumpul pada rumah sakit menjijikan yang Raka paling benci.

itu adalah rumah psikiater ternama yang hanya merawat beberapa orang-orang tertentu yang akan menjalani proses penyembuhannya. Berbagai kasus permasalahan ditangani olehnya.

Raka mengabaikan seorang perempuan yang tertawa sendirian di teras. Orang gila itu seperti menyambut pandangan Raka pada tempat itu, Masih muda, ganteng, namun sudah bermasalah pikir orang gila itu kepada Raka yang dia sangka akan menjadi teman barunya.

Suara Reka terdengar nyaris membentak seseorang. Langkah Raka tertahan di ambang pintu, Pertama kalinya ia melihat kembarannya bisa semarah tersebut. Telinga Raka menajam saat suara seorang laki-laki yang terdengar selanjutnya. Rupanya suara tersebut adalah suara Endriko yang sedari tadi ia cari-cari.

"Jadi om yang udah masukin papah ke sini?!"Reka berujar dingin. Kali ini urat lehernya bercetak jelas, tanda ia benar-benar marah.

"Reka, saya punya alasan. Bahkan secara medis pun Papah kamu memang tengah dirundung duka. Maka dari itu saya hanya ingin yang terbaik buat kesembuhan mental ayahmu."

"Papah gak gila om!"Reka memotong. Membentak laki-laki di depannya seperti melupakan Shira yang masih berada di gendongan.

"Ya. Arezka mungkin belum gila, tapi dia sudah tidak bisa berpikir waras! Dia terus menantang pernikahan anaknya. Dia lupa? Apakah cucunya ini tak membutuhkan seorang ayah?"

Reka kali ini terdiam. Dia mengamati wajah Shira yang lugu itu, ucapan anak buah papahnya barusan adalah kenyataan. Seorang psikiater datang melerai keduanya, Dia berujar tegas menengahi kedua orang itu.

"Papah kamu punya satu permasalahan. Mari ikut saya Reka."

Reka terdiam dan mengikuti kemana psikiater itu membawanya. Mereka tiba disebuah kamar, dimana Papahnya tiga tahun belakangan ini dikurung. Tampak sekali banyak kesedihan, badannya terlihat jauh lebih kurus. Perawat itu membukakan pintu untuk Arezka keluar. Laki-laki paruh baya itu sangat marah, dia selalu berkata bahwa dirinya tidak baik-baik saja.

Raka langsung menghampiri mereka semua. Ia sudah tak tahan jika hanya sebatas menjadi penonton. Namun langkahnya tertahan, saat mendengar suara Papahnya.

"Dimana Ratih?"Pertanyaan Arezka keluar.

Raka menghentikkan langkahnya.

"Dimana Tara? Fania dimana?"Arezka sedikit menaikkan intonasinya tepat di wajah Reka.

Arezka keluar, meninggalkan ruangan tersebut untuk mencari keberadaan kelurganya yang hilang. Reka tampak langsung mengajar papahnya yang terus berlari. Adegan kejar-kejaran itu berhasil membuat jantung Raka mencelos. Dengan berar langkah Raka mengikuti orang-orang yang mengajar Papahnya.

Arezka itu terus meneriki nama Ibunda Fania. Mengatakan bahwa dirinya hanya mencintai wanita itu dihidupnya. Raka merasa tidak percaya, dadanya bagai dihantam berpuluh-puluh kali lipat rasa sakit.
Bahkan obrolan tentang papahnya yang tidak pernah mencintai almarhum mamahnya itu kembali berputar di kepala Raka.

Fania tiba menyusul Raka. Gadis itu ikut menyaksikan semua yang terjadi disana. Raka memegangi kepalanya yang terasa sakit,  Fania merasa bersalah. Entah hatinya ikut terharu ketika melihat Papahnya yang begitu mencintai Almarhum ibunya itu. Atau harus menjaga perasaan Raka yang hatinya ikut tersakiti bersamaan.

Sirah kasih Raka [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang