00. Prolog

21 9 74
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi sekitar beberapa menit yang lalu. Regina Starlie berjalan sedikit menjauh dari gedung sekolahnya. Di tengah teriknya matahari gadis itu berdiri di trotoar untuk menunggu angkot yang biasa membawanya pulang.

Tidak banyak siswa yang pulang naik angkot. Kebanyakan membawa kendaraan pribadi atau dijemput orang tua. Itulah sebabnya saat ini Regina hanya sendirian. Gadis berambut sebahu itu menghela nafasnya, mulai merasa gerah.

Akhirnya angkot yang ditunggu pun tiba. Angkot berwarna merah yang kelihatannya cukup penuh. Tapi apa boleh buat, Regina tidak ingin kulitnya menjadi gelap karena terlalu lama berdiri di pinggir jalan.  

Regina memutar bola matanya saat hidungnya mulai mencium bau tidak enak. Bau itu berasal dari bau badan beberapa penumpang. Harusnya mulai sekarang dia memakai masker kalau naik angkot.

Entah kenapa dia merasa risih pada laki-laki berseragam putih abu-abu yang duduk di dekat pintu. Bukan karena Regina yang terlalu percaya diri, tapi untuk kedua kalinya dia memergoki laki-laki itu sedang mencuri pandang padanya.

Laki-laki dengan seragamnya yang tidak rapi, berjaket hitam, berambut gondrong, dan di wajahnya terdapat beberapa lebam seperti habis dipukuli orang. Dia juga memiliki kumis yang tipis dan berkulit sawo matang.

Tanpa sadar Regina menatapnya dengan sinis. Laki-laki itu mendelikkan matanya sambil melepas jaket yang dikenakkannya. Dia kemudian bangkit dari duduknya dan mendekati Regina dengan sedikit kesusahan.

Tapi setelah beberapa detik, tatapan tajam itu perlahan menghilang saat tiba-tiba sebuah jaket menutupi sebuah tubuh.

"Kalau punya mata tuh dijaga Pak, sudah tua masih aja jelalatan enggak tau diri!" Kecam laki-laki itu pada seorang pria paruh baya yang kebetulan duduk berhadapan dengan Regina.

Beberapa orang yang berada di angkot tentu saja langsung menoleh ke arah sumber suara. Mereka memberikan tatapan tajam pada pria itu, sementara Regina sebagai korban hanya bisa diam tanpa suara. Otaknya masih mencerna mengenai apa yang baru saja terjadi pada dirinya tanpa dia sadari.

"Wah, Pak, itu namanya pelecehan, Pak!" Kata seseorang yang duduk di sebelah pojok kanan.

"Iya, bener tuh!" Timpal yang lain membenarkan.

**
Malasnya naik angkot itu sudah panas berdesak-desakan, ditambah lagi bau badan dari orang-orang yang beragam pula. Ricard sengaja duduk di tengah pintu agar bisa merasakan angin dari luar.

Laki-laki berkumis tipis itu menyentuh pipinya yang terasa pahit.
Sialnya hari ini dia mendapatkan banyak pukulan keras di bagian wajah. Ricard mencoba membenarkan posisi duduknya agar bisa sedikit bersandar.

Kepalanya sedikit miring saat tak sengaja menangkap basah seorang pria paruh baya yang tengah melakukan hal buruk. Pria itu memang diam, tapi matanya melakukan suatu kejahatan. Tepat di depan pria itu, ada seorang siswi berambut sebahu sedang duduk. Tak sengaja rok abu-abu yang dikenakan gadis itu sedikit naik jauh dari atas lututnya.

Richard memiringkan senyumnya dan mendelikkan mata. Lalu Richard melepaskan jaketnya dan berjalan mendekati gadis itu.

Omong-omong ada apa ini, gadis itu malah memberikan tatapan tajam pada Richard. Tetapi biarkan saja, Richard hanya tidak suka seseorang melakukan hal kotor di depannya. Dia lalu menutupi seluruh kaki gadis itu dengan jaketnya.

Ini dia kenikmatan sesungguhnya. Akhirnya orang-orang memojokkan pria itu. Cukup memuaskan apalagi kelihatannya pria tua itu merasa malu. Richard kembali ke tempat duduknya, sudut bibirnya yang sedikit sobek mulai terasa perih.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 29, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Clever BoyfriendWhere stories live. Discover now