1 : Jebakan Pertanyaan

23 1 0
                                    

Kalau disuruh cari ungkapan yang tepat untuk mendeskripsikan awal mula hubungan kita, mungkin ungkapan 'Dari mata turun ke perut' itu yang paling cocok.

Aku masih ingat pertama kali papasan sama kamu di kafe yang biasa aku sambangi untuk kerja. Kita duduk sebelahan, dan wangi parfum kamu semerbak banget. Yang bikin aku kaget, wanginya sama kayak wangi parfum aku. Waktu itu setelah melihat gantungan kunciku kamu sempat tanya apa aku karyawan Angsana atau bukan, dan aku cuma mengangguk tanpa kepikiran kalau kita akan ketemu lagi.

Lalu kita berpapasan di lift gedung kantorku beberapa hari kemudian dan wangi parfum kamu saat itu masih sama. Gaya kamu waktu itu resmi banget, blus rapi dan celana bahan longgar yang jatuh di atas mata kaki kamu. Suara heels kamu juga masih jelas aku ingat, apalagi saat suara tok-tok itu ternyata mengarah ke kantorku.

Aku kira kamu mungkin cuma orang vendor biasa. Datang untuk pitching, menawarkan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan luar yang meminta kamu untuk mempromosikan perusahaan mereka. Tapi aku salah, ternyata kemampuan bahasa dan cara kamu presentasi sangat luar biasa sampai aku terkagum-kagum sama kamu. Sudah cantik, wanginya sama kayak aku, pintar lagi. Mulai bikin repot hati. Jangan sampai jago masak juga. Selesai aku.

Setelah rapat itu kamu langsung pulang. Sayangnya, aku gak dapat kesempatan untuk ngobrol sama kamu karena kepala proyek sebelah sudah langsung menerobos untuk meminta kamu membantu proyek mereka dan aku nggak punya kuasa untuk menyalip. 

Saat kamu mau pulang, aku sempat melihat dari balik meja resepsionis kalau asisten kepala proyek sebelah yang tadi menerobos untuk mengajak kamu kerja sama mengantar kamu sampai ke lift. Orang kantor Jakarta yang paling memorable untuk aku yang baru datang dari Surabaya ini karena ketampanan, keramahan, dan keapikannya dalam bekerja. Namanya Rama.

Aku lihat kamu tersenyum lebar sebelum melambaikan tangan ke Rama sampai akhirnya lift menutup dan kamu hilang dari pandanganku. Rama yang langsung putar balik untuk masuk ke kantor menangkap basah aku yang sedang pura-pura sibuk di meja resepsionis. Tapi mungkin dia akan mengira aku cuma kebingungan cari kartu akses yang bisa kupakai. 

“Eh, Bri. Mau meeting di luar ya?”sapa Rama padaku. 

Aku hanya cengengesan, karena aku tidak ada rencana meeting di luar juga. Aku sedikit penasaran kenapa senyum kamu bisa selebar itu di hadapan Rama. Walapun kamu juga senyum lebar waktu meeting, tapi entah kenapa senyum kamu ke Rama itu… Beda.

“Nggak, Ram. Cuma mau pinjem kartu akses tadinya ke resepsionis… Oh, ya. Lo udah kenal lama ya, sama Mbak Kayla? Kalian keliatan akrab.”Aku mencoba memancing. Siapa tau ada rezeki untuk mengenal kamu lebih lanjut.

Tapi yang kudapat malah wajah Rama yang memerah. Jelas sekali dia tersipu karena aku menyebut namamu. Mungkin dia naksir ya, sama kamu?

“Kayla itu… Pacar gue, Bri.”akunya dengan senyum malu-malu. 

Kalau di hidup aku ini ada sound effect atau computer graphics, mungkin sekarang udah ada petir heboh menyambar kepalaku lengkap dengan teriakan dalam hati yang nggak bisa kusuarakan.

***

Cast:

Brian Kristanta Soeharsono

Brian Kristanta Soeharsono

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pukul 4 PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang