Bab 1

339 43 4
                                    

Assalamualaikum, ini cerita baru aku di Fizzo.
Boleh langsung cari judulnya di sana tayang tiap hari yaaaa.

Di sini aku up gantian sama cerita lain harinya, jadi kalau mau baca bisa langsung ke aplikasi Fizzo. Baca di sana bisa dapat uang juga looh.

.



“Ini uang 500juta kamu ambil. Lalu gugurkan kandunganmu dan tinggalkan anak saya.”

Seorang wanita paruh baya dengan pakaian super modis, atasan kemeja tunik berwarna krem, celana panjang coklat, sandal hak tinggi. Berdiri tegak seraya menyodorkan sebuah cek dengan sejumlah uang yang baru saja disebutkannya itu pada seorang gadis di hadapannya.

Dengan memandangi wanita di hadapannya tersebut, gadis berambut panjang sepinggang itu pun menatap sinis pria yang sudah membuatnya menjadi kehilangan masa depan.

Pria jangkung itu hanya diam, bahkan seolah tak mengakui perbuatannya. Menunduk, dan kedua tangannya saling menggenggam, sementara kakinya sejak tadi tak bisa diam. Ada rasa cemas, takut, khawatir, dan juga kasihan, semua menjadi satu.

“Kenapa? Kurang? Kalau kurang nanti saya tambah lagi, yang penting kamu jangan pernah lagi menghubungi anak saya untuk minta  tanggung jawab. Lagian jadi cewek kok murahan!” ketus wanita paruh baya itu lagi.

Jihan terdiam menahan rasa sesak di dadanya, ia bahkan sudah tahu akan ada penolakan dari laki-laki yang dicintainya. Namun, ia tak menyangka kalau harga dirinya bisa dibeli dengan sejumlah uang.

Gadis itu menatap kertas di atas meja dengan menelan ludah berkali-kali. Apa yang dipikirkan saat ini hanyalah pergi dan menjauh dari tempat itu. Sudah tidak mendapat pertanggung jawaban, hinaan dan cacian dari mulut wanita paruh baya itu membuat hatinya memanas.

Wanita paruh baya itu sudah tak ada lagi di hadapannya. Jihan mengambil cek tersebut dan beranjak dari duduknya lalu melangkah menuju pintu.

Namun, sebuah tangan kekar meraihnya. “Kenapa kamu ambil uang itu? Kenapa kamu nggak pilih aku aja, kita pergi dari rumah ini dan kita kawin lari,” ujar pria bertubuh tinggi tersebut.

“Mas, nggak bisa, kamu nggak lihat gimana Mama kamu tadi bicara apa? Aku lebih baik ambil uang ini dan jauhin kamu dari pada harus tersiksa lahir bathin. Kamu pikir kalau kawin lari semua masalah selesai? Nggak, yang ada keluarga kamu bisa saja nyari aku dan bunuh aku.”

Jihan melepaskan pegangan tangan sang kekasih.

“Sayang, tapi aku nggak mau pisah dari kamu.”

“Mas Damar, kamu pikir aku mau? Enggak? Tapi, kamu bisa nggak meyakini kedua orang tua kamu buat nerima aku?”

“Okey, aku bakalan meyakinkan Mama untuk bisa menerima kamu dan baby D. Calon anak kita.”

“Terlambat, aku pergi.”

Jihan lalu berlalu dari hadapan sang kekasih yang terdiam dan mematung di tempatnya.

Serba salah, hanya itu yang dirasa oleh Damar. Pria berusia dua puluh tiga tahun itu tidak mungkin bisa menolak ucapan sang mama. Karena kalau sampai itu terjadi, semua fasilitas mewah yang diberikan kedua orang tuanya akan dicabut, termasuk mobil dan juga uang bulanan.
.

Jihan menatap tespack dan cek senilai lima ratus juta di atas kasur. Dengan kedua kaki dilipat dan kedua tangan menutupi wajah, ia berpikir apakah dirinya akan menggugurkan kandungannya?

“Assalamualikum, Han. Gue tungguin juga dari tadi di depan sama Ezra sama Teo.” Seorang gadis berjilbab hitam pun duduk di sebelahnya.

“Eh apaan nih? Han, lu jangan bilang kalau lu hamil?” tanya gadis bermata belo itu seraya mengambil alat tes kehamilan di depannya. “Buset nih duit banyak banget, Han. Ada apaan sih ini? Jihan, lu cerita sama gue.”

Jihan menunduk, air mata yang sejak tadi ditahan pun akhirnya luruh juga. Ia sesenggukan, dan menyeka sudut matanya dengan ujung jari.

“Jihan! Cerita nggak sama gue? Pagi-pagi lu udah ngilang, pulang-pulang lu mewek begini bawa duit banyak sama tespack. Ada apaan sih, Han?”

“Gue hamil, Win. Nyokapnya Damar ngasih duit itu buat gugurin kandungan gue dan ngejauhin anaknya,” ucap Jihan dengan suara serak dan terisak.

“Apa?”

“Apa? Lu hamil, Han?” tanya suara dari depan pintu, yang sejak tadi memperhatikan kedua gadis itu dari luar.

Pria tinggi dengan hidung mancung itu akhirnya masuk ke kamar kost Jihan dan Winda.

“Jihan, lu hamil sama Damar? Bener? Kurang ngajar tuh manusia, udah gue bilang kan, jangan terlalu Deket sama dia, kita ini beda kasta. Akhirnya lu diginiin kan? Gimana tanggung jawab gue sama kedua orang tualu, Han? Mereka nitipin lu sama gue.”

“Ezra, bisa nggak sih empati dikit gitu. Nih duit nih, banyaaak.” Winda menyodorkan cek ke hadapan cowok bernama Ezra yang yang tak lain adalah sahabat Jihan dari kampung.

“Balikin nih duit, Damar kudu tanggung jawab. Enak aja main kabur gitu aja, dia pikir dengan ngerusak masa depan lu, trus dia seenaknya aja kasih duit. Nggak bisa! Ayo!” Ezra menarik tangan Jihan hingga gadis itu berdiri.

“Lepasin! Gue nggak mau, udah biarin aja gue gugurin nih kandungan. Palingan Cuma lima juta, sisanya masih banyak, bisa kita pake makan belanja, ya kan?” ujar Jihan dengan menghempaskan tangan sohibnya itu.

“Jihan! Apa yang udah lu lakuin sama Damar itu dosa besar, mau lu tambahin dengan gugurin kandungan? Lu nggak kasihan sama tuh bayi nggak berdosa?” tanya Ezra menatap perut Jihan yang masih rata.

Jihan terdiam, dia duduk kembali di atas kasur. Napasnya makin nggak keruan, ditambah rasa nyeri bagian perut, kepala yang pening dan rasa sedikit mual menyelimutinya. Ia mencoba bertahan dengan segala perasaan yang campur aduk membuatnya pusing.

“Yah dari pada anak itu lahir nggak ada bapaknya,” ucap Jihan lirih. “Kan mending gue gugurin aja, Zra.”

“Kalau Cuma itu masalahnya, gue, gue mau nikahin lu, biar anak itu lahir ada bapaknya,” ujar Ezra membuat Jihan dan Winda menoleh dengan tatapan tajam.

“Tapi gue nggak cinta sama lu, gue nggak mau hanya karena anak ini butuh bapak, ngorbanin perasaan lu.” Jihan menatap tajam sohibnya itu. “Gue udah anggap lu kaya Abang gue sendiri, Zra. Kita sahabatan dari kecil, nggak mungkin gue hancurin persahabatan gara-gara anak ini.”

“Ya emangnya kenapa? Gue nggak masalah kalau itu alasan lu, gue Cuma nggak mau lu berbuat dosa terus menerus di sini. Kita anak rantau, Han. Kalau sampai Ibu sama Bapak tahu kelakuan lu, bisa-bisa lu nggak dianggap anak sama mereka.”

Jihan kembali terdiam, sedangkan tangannya digenggam oleh Winda, sahabatnya satu kamar. “Han, mendingan lu nikah saam Ezra deh. Demi anak lu, gue juga nggak rela kalau lu disakitin terus sama Damar. Iya kalau pas ngegugurin tuh bayi abis itu lu masih hidup, Han. Kalau gagal bisa meninggoy lu, nggak bisa nikmatin juga kan duitnya?”

Kepala Winda pun kena toyor Ezra yang berdiri di depannya. “Nggak gitu juga konsepnya, Windaaaa. Lu nikah sama gue, pulangin tuh duit, kaya cewek murahan aja, udah dibuntingin masih aja mau terima duitnya,” omel Ezra.

“Emang gue murahan, kenapa? Lu nggak suka? Dari dulu lu emang nggak suka kan gue Deket sama Damar? Mending lu urus aja urusan lu sendiri deh, Zra. Nggak usah sok sok-an mau nikahin gue.”

“Jihan, gue Cuma nggak mau lihat lu kenapa-kenapa nanti.”

“Gue nggak kenapa-kenapa, biar aja kehamilan gue ini menjadi tanggung jawab gue,” ujar Jihan lagi.

“Assalamualaikum, siapa yang hamil, Nduk?”

Ketiga pasang mata seketika menoleh ke arah suara yang baru saja terdengar dari arah pintu.

Jantung Jihan seperti terhempas dari tempatnya, melihat kedatangan wanita paruh baya yang tiba-tiba saja sudah berada di kamar kostnya.

“I—ibu?”

.

Bersambung.
Duh, gimana menurut kalian, apa Jihan harus gugurin kandungannya? Atau Nerima lamaran Ezra?

Vomennya boleh 😘

Suami Bayaran 500 JutaWhere stories live. Discover now