Read the Cautions!

2K 264 57
                                    

Hai! Ada yang kangen sama tulisanku di Wattpad, nggak? 😁 Berhubung malam Halloween, aku bawa oneshoot fantasi ini, ya. Semoga suka! 🥰

Selamat membaca! ❤️

.

.

.

Tidak mudah menjadi anak seorang penyihir. Terlebih jika kau bersekolah di sekolah umum berisi anak-anak sok keren, berlagak paling tahu soal perkembangan zaman, dengan wajah yang selalu terbenam dalam benda persegi bodoh bernama ponsel.

Itulah yang Haechan rasakan. Dan hari demi hari yang ia jalani sebagai 'anak normal' membuatnya semakin muak. Yah, menjadi putra seorang penyihir tidak mudah, tetapi berlagak seperti remaja normal bagi putra seorang penyihir berada pada tingkat kesulitan setara dengan konsekuensi perjanjian dengan Paimon ataupun Mammon.

Oh, tetapi Haechan lebih memilih menghadapi Paimon dan sekelompok pasukannya, atau Mammon dan tatapan mengerikannya, daripada harus berhadapan dengan satu manusia bernama Mark Lee. Laki-laki sok tampan yang menyebalkan itu!

"Hati-hati kalau jalan!"

Seruan itu, yang sudah terlampau sangat Haechan kenali, disusul oleh kepala belakangnya yang terasa nyeri akibat hantaman benda tumpul. Haechan yang melangkah sambil menunduk ke arah kelas langsung berhenti. Tangannya mengusap bagian belakang kepala yang baru terkena lemparan bola basket, sementara anak-anak lelaki yang menjadi biang kerok tertawa lepas di lapangan. Termasuk si menyebalkan Mark Lee.

"Maaf! Bolanya licin, jadi lemparanku meleset," ujar Mark saat Haechan berbalik dan melayangkan tatapan kesal ke arahnya. Teman-teman pemuda itu hanya terkekeh. Haechan tahu, ia sedang jadi bahan olok-olok di sini.

"Padahal, aku menyasar wajah anehmu!" Kalimat lanjutan Mark seketika disambung tawa keras oleh teman-temannya, yang sama-sama merupakan laki-laki sok keren yang kebanyakan tidak punya otak.

Haechan menghela napas berat. Andai ia membawa salah satu botol ramuan milik sang ibu sebelum berangkat sekolah tadi. Ia bisa mengubah Mark jadi kodok dengan itu.

"Jangan cemberut begitu. Kau jadi terlihat semakin jelek!" ledek Mark lagi. "Sini, kembalikan bolanya!"

Haechan menunduk, menatap bola basket yang berada tidak jauh dari kakinya. Sejenak, ia pandangi benda itu lamat-lamat, seakan menggumamkan mantra agar bola itu melayang dengan sendirinya dan menubruk hidung Mark hingga patah. Namun, tentu itu tidak terjadi. Haechan memang anak seorang penyihir, tetapi kemampuan sihirnya sangat terbatas. Salahkan sang ibu yang menolak mengajarinya ilmu sihir.

"Cepat! Kami butuh bolanya!"

Setelah satu lagi helaan napas, Haechan meraih bola basket itu. Ia memegangnya di dada, menatap lurus ke arah Mark dan teman-temannya yang masih menunggu di lapangan, beberapa meter dari lorong koridor tempatnya kini berdiri.

Demi apa pun, Haechan ingin merusak wajah pemuda itu. Dengan pikiran tersebut, tanpa sadar tangannya melempar bola, cukup keras hingga membuat Mark terjungkal ketika benda itu menabrak wajahnya.

Semua lelaki yang semula tertawa di lapangan langsung terdiam, murid-murid yang berlalu lalang di koridor dan sempat melihat kejadian itu pun ikut diam. Semua mengantisipasi apa yang terjadi pada Mark. Dan ketika pemuda itu perlahan bangkit dengan wajah memelotot serta hidung berdarah yang mengotori dagu dan bagian depan seragamnya, napas Haechan seketika tersekat di tenggorokan.

Tatapan Mark menemukan mata si putra penyihir.

"LEE HAECHAN BANGSAAAT!!!"

Seruan marahnya kontan mendorong Haechan berlari meninggalkan tempat kejadian.

Read the Cautions! [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang