Bab 1

646 24 0
                                    

HOT WEKEEND

"Tidak ada ramen cup? Ino-chan, isi kulkamu sangat menyedihkan. Sepertinya Paman Inoichi lupa kalau beliau punya anak," ucap Naruto sambil geleng-geleng miris menyaksikan tak ada sesuatu yang bisa dimakan di dalam kulkas milik Ino, tetangganya yang cerewet dan centil.

Yamanaka Ino adalah teman masa kecil Uzumaki Naruto, dan takdir menggariskan mereka berdua untuk selalu bersama dimulai sejak masih dalam kandungan hingga duduk di bangku SMA. Meski Ino selalu berkata dia bosan karena melihat sosok Naruto dimana-mana, tapi gadis cantik berambut pirang itu tetap menempel padanya. Lebih tepatnya, Ino menjadikan Naruto sebagai pengawal pribadinya dengan alasan yang membuat Naruto memasang tampang ingin munta.

"Dengar ya, Naruto-kun. Aku ini gadis cantik populer yang jadi idola para murid lelaki di sekolah. Dalam sehari saja ada beberapa pucuk surat cinta di dalam lokerku. Eh, anjing setiamu--si bocah Konohamaru juga mengincarku, kau tahu itu? Tapi, aku tak tertarik mengencani bocah bau kencur." Ino mengipas-ngipasi tubuhnya dengan sehelai kertas tebal dengan gaya angkuh, berusaha mengusir hawa gerah yang memenuhi seisi ruangan. "Kesimpulannya, dengan banyaknya fanboys yang mengidolakanku, gerak-gerikku jadi sasaran empuk mereka. Bisa saja kan di tengah jalan saat pulang sekolah, aku dikepung lalu diseret ke suatu tempat gelap yang menyeramkan, lalu mereka me--menganu--kyaaa!" Ino menjerit ngeri karena imajinasi liarnya.

"Tapi ada satu dua cowok yang nggak mengidolakanmu, tuh." Naruto mencibir.

Dia benci karena harus menghabiskan akhir minggu dengan menemani Ino, menjaga gadis itu karena Paman Inoichi dan istrinya sedang ke luar kota. Naruto mengiyakan dengan sopan, karena bagaimanapun juga, orang tua Ino sudah dianggapnya sebagai orangtuanya sendiri. Sebagai anak yatim piatu yang hanya tinggal berdua dengan walinya, Paman Iruka, Naruto sangat terbantu dengan perhatian dan kasih sayang dilimpahkan kedua orang tua Ino.

"Siapa? Dia pasti tidak normal!" sembur Ino dengan senyum congkak. Bibirnya yang ranum mencibir. Ugh, Ino memang menyebalkan tapi kecantikan dan kesempurnaan fisik gadis itu adalah fakta yang terbantahkan.

"Aku contohnya. Lalu, ada Sasuke, Shikamaru, Chouji--hmm, siapa lagi ya--oh, Shino juga. Jangan berharap semua laki-laki di dunia ini jatuh cinta padamu. Kau memang cantik, tapi kau cerewet, manja, sok imut, centil, genit--terutama pada Sasuke. Kau tak sadar Sasuke risih dengan sikapmu?" Naruto terkekeh puas saat menyadari perubahan ekspresi gadis Yamanaka , dari angkuh menjadi murka. Kedua pipinya memerah karena amarah.

Gadis pirang itu berdiri, berlari menuju kamar dan kembali dengan membawa sebuah guling. Dengan membabi buta, dihujaninya tubuh kekar Naruto dengan pukulan bertubi-tubi. Naruto yang sedang asyik bermalas-malasan sambil menonton vlog artis favorite-nya tak menyangka dengan serangan mendadak tersebut.

Buk!

"Sasuke-kun tidak mungkin merasa risih, kau pasti mengada-ada karena tak ada gadis yang perhatian padamu kan? Rasakan ini!"

"Hei--Ino-chan, berhenti! Kau merusak kesenanganku saja--ittai!"

Buk!

"Kau pemuda menyedihkan, jomblo ngenes, pacaran saja tidak pernah karena gadis-gadis takut pada sifat mesummu. Berani taruhan kau belum pernah berciuman, menggandeng tangan seorang gadis, apalagi melakukan kencan romantis dengan lawan jenis. Kau dan Sasuke-kun selalu bersama, kalian berdua homo?!"

Buk!

Ino terus mencerocos, tak memberi kesempatan bagi Naruto untuk melancarkan serangan balasan. Pemuda pirang itu berbaring di sofa, dengan Ino yang menduduki perutnya. Setelah puas menyiksa teman masa kecilnya dengan guling kesayangannya, Ino melempar benda itu sembarangan, menunduk, beradu pandang dengan Naruto di bawahnya.

"Dari bawah sini, kau terlihat cantik juga ya Ino-chan," celetuk Naruto dengan nada polos. Sebuah pujian yang malah membuat Ino merasa kesal. Dipuji oleh Naruto sama sekali bukan hal yang didambakannya. Berbeda jika Sasuke yang mengucapkannya, Ino bisa berjingkrak saking bahagianya. "Dadamu juga terlihat lebih besar dari sudut ini, haha!"

"Apa kau bilang?! Cih, lebih baik kau pulang saja. Dengar, Naruto. Kau tak perlu mendengar semua perintah ayahku. Daripada membuatku emosi, lebih baik kau berkumpul bersama genk-mu, bermain game atau menonton film porno. Itu kan yang dilakukan anak laki-laki saat mereka berkumpul?"

"Bisa menyingkir dari tubuhku? Kau berat tahu," gerutu Naruto. "Kalau kau tetap bertahan dalam posisi ini, bisa-bisa rubah licik di dalam diriku bangkit dan melakukan sesuatu yang tidak kausukai."

Iris aquamarine Ino melebar, disertai senyum licik yang menurut Naruto tak bisa dijelaskan. Putri tunggal keluarga Yamanaka itu terkadang suka melakukan hal tak terduga. Untuk berjaga-jaga, Naruto menyilangkan kedua tangannya di depan dada, berlagak seperti gadis perawan yang sedang melindungi diri dari ulah lelaki cabul yang mengincar tubuhnya.

Ino sedikit membungkuk, bibirnya yang lembut menyentuh daun telinga Naruto. Seketika pemuda berkulit tan itu berjengit, terkejut dengan sensasi aneh menggelitik. Ino tertawa kecil dan Naruto bisa merasakan gerak bibir Ino yang menggoda salah satu bagian tubuhnya yang sensitif.

"Geli? Atau enak?" tanya Ino dengan raut wajah tak berdosa. Mereka sudah berteman sejak kecil, seharusnya reaksi Naruto tidak seperti itu. "Kau membuat wajah bodoh dan mesum, jangan bilang kau terangsang dengan teman masa kecilmu sendiri, Naruto?" Ino menarik tubuhnya, menjauh dari telinga Naruto. Dengan ekspresi puas penuh kemenangan, gadis itu cekikikan. Bagaimanapun juga, Naruto adalah pemuda yang sedang dalam masa-masa kelebihan hormon.

Sepertinya aku terlalu berlebihan menggodanya, pikir Ino. Merasa tidak enak karena si pemuda pirang mendadak diam, sepasang alisnya bertaut dan mata birunya menyipit gusar.

"Aku kan cuma bercanda! Ayolah!" Ino hendak menyingkir dari tubuh Naruto, membebaskan pemuda itu dari beban di perutnya.

Seolah ada sesuatu yang mengambil alih tubuhnya, Naruto menahan pinggang Ino dan menarik tubuh ramping gadis itu hingga terjatuh menimpanya. Ino menjerit, berusaha melepaskan diri, namun kuncian sepasang lengan Naruto yang melingkari tubuhnya tak mengendur sama sekali.

"Saat ini aku juga bercanda, sama sepertimu. Kenapa harus panik?" tanya Naruto dengan suara serak setengah parau. Gadis usil ini harus diberi pelajaran biar jera, pikir Naruto. Ino mengububur wajahnya di ceruk leher Naruto, mencium aroma khas lelaki yang entah mengapa membuat benaknya sedikit kacau. "Dada besarmu menekan dadaku, lho. Kalau dipikir-pikir, posisi ini enak juga."

"Naruto! Lepaskan aku! Kau dengar?" Ino menggeliat, sebuah kesalahan karena akibat gerakan Ino, dada besar gadis itu semakin menekan dan menggesek dada bidang Naruto membuat pemuda itu mengerang lirih.

"Ugh, berhenti melakukan itu--"

"Akan kuadukan pada ayah kalau kau bertingkah kurang ajar malam ini," ancam Ino dengan ekspresi menahan amarah. Keningnya berkerut, telinga gadis itu bahkan memerah karena berada dalam posisi intim yang cukup lama. Padahal saat masih kanak-kanak, mereka terbiasa melakukan banyak hal bersama. Bahkan, Ino yang pada dasarnya usil sejak kecil pernah mengajak Naruto mandi bersama. Tidur siang bersama di ruang keluarga Yamanaka, memeluk satu sama lain. Saat itu, Naruto hanya seonggok bocah ingusan bandel yang menjadi musuh anak-anak gadis kompleks. Tidak ada yang mau menjadi pasangan Naruto saat anak-anak sebaya mereka bermain mama-goto, dan mau tak mau Ino menawarkan diri menjadi 'istri' bocah itu. Meski Ino melakukannya dengan niat untuk membantu Naruto, tetapi pemuda itu malah mencibir. Naruto kecil berkata, dia bisa mati muda jika punya istri cerewet dan galak seperti Ino.

"Paman Inoichi bilang, aku boleh melakukan apapun jika kau bertingkah nakal. Dan Ino-chan tahu apa yang dilakukan orang-orang saat mereka bertemu gadis nakal? Diberi hukuman. Masalahnya, aku tak tahu hukuman seperti apa yang harus kuberikan padamu." Naruto membelai punggung Ino pelan. Sentuhan Naruto membuat sekujur tubuh Ino meremang. Ino mulai berpikir aneh-aneh, membayangkan bagaimana kalau telapak tangan Naruto yang lebar mengelus kulit punggungnya tanpa penghalang.

"Jangan mengarang cerita, Naruto. Kau yang mulai dengan kata-kata ejekan yang menyakitkan. Aku hanya mengikuti insting untuk menghajarmu," kata Ino kesal.

Naruto terkekeh, tanpa menunjukkan tanda-tanda akan melepaskan Ino. "Yeah, kalau begitu kita sama-sama nakal. Mungkin kita bisa memberi hukuman satu sama lain? Aku tak ingin malam minggu kita berakhir membosankan. Kita bisa melakukan sejenis permainan menarik."

"Apa? Kau pasti sedang merencanakan sesuatu yang mesum pada tubuhku, kan!" Ino memasang sikap waspada. Gadis itu sering menghabiskan waktu di kamar Naruto, dan tak sengaja menemukan koleksi majalah dewasa yang disembunyikan di beberapa titik kamarnya. Di lemari pakaian paling bawah, tertimbun tumpukan celana dalam. Atau dibiarkan tergeletak begitu saja, seolah-olah Naruto sengaja meletakkannya sedemikian rupa agar ditemukan Ino. Agar gadis itu kesal dan uring-uringan. Sebenarnya, Ino diam-diam pernah mengintip isi majalah yang sangat digemari kaum pria tersebut dan menahan napas saat menemukan artikel disertai gambar pelengkap yang vulgar. Apa isi otak laki-laki hanya seputar seks dan wanita?

"Bagaimana kalau permainan siapa yang paling bisa menahan tawa saat menonton video lucu? Jika kelepasan tertawa, dia kalah dan harus menerima hukuman dari pemenangnya," usul Ino.

"Terdengar kekanak-kanakan, tapi baiklah. Sini, kemarikan ponselmu."

"Kenapa harus ponselku? Di mana milikmu?" Ino tak setuju.

Naruto nyengir tanpa rasa bersalah. "Lowbat. Aku malas ambil charger di rumah."

Sambil menggerutu, Ino mengeluarkan ponselnya dan masuk ke aplikasi youtube, mencari video-video lucu yang mengocok perut. "Sebaiknya kau bersiap menerima kekalahanmu, Naruto. Aku ini piawai soal mengendalikan diri." Bibir Ino membentuk seringai mengejek.

"Kita lihat saja nanti, Ino-chan."

Setelah memilah cukup lama, akhirnya Ino memutuskan memilih salah satu video dengan thumbnail yang lumayan kocak. Video mulai diputar. Satu menit, dua menit... Dua pasang mata biru terpaku pada layar ponsel yang memutar adegan seekor anjing dikejar-kejar kucing oren.

"Pfftttt..." Ino dengan spontan menutup mulutnya, menahan ledakan tawa yang hampir menyembur keluar.

Naruto memencet tombol pause, menoleh ke arah Ino dengan mata biru lebar penuh gairah. "Ino-chaaann, kau tertawa. Sudah siap menerima hukumanmu?"

"Hah? Aku tidak tertawa! Aku menahan tawa! Dua hal itu sudah jelas berbeda," kata Ino sedikit terbata.

"Jangan curang. Seseorang yang tak mau mengakui kekalahannya adalah pecundang," tambah Naruto.

Ino mencebik. Tangannya terlipat di dada. "Jangan minta aneh-aneh atau hal berbau mesum!"

Naruto menyeringai. "Maunya sih begitu, tapi aku kepikiran sesuatu lain yang lebih menarik. Sekarang, kau telepon Sasuke. Itu hukumanmu."

Ino mengerjap. "K-kau yakin? Bukankah itu lebih tepat disebut sebagai hadiah daripada hukuman? Naruto, tak kusangka kau masih punya hati nurani." Ino cepat-cepat mencari kontak Sasuke, bersiap menekan tombol panggil. Hati Ino berbunga-bunga. Naruto memalingkan muka, menahan tawa.

"Aku belum selesai bicara, Ino-chan. Kau telepon Sasuke, lalu beritahu dia dengan lantang penuh semangat bahwa Uzumaki Naruto adalah lelaki tak terkalahkan, tampan, sempurna, tidak ada tandingannya. Berlututlah pada Uzumaki Naruto-sama, Sasuke-pantat ayam! Kau bukan tandingannya! Nah, sekarang panggil dia." Naruto menepuk dadanya penuh kebanggaan, terkekeh membayangkan seperti apa ekspresi Sasuke saat mendengarnya.

"Tidak mau, Naru-baka! Telepon saja sendiri kalau kau sangat ingin mengganggunya. Pokoknya, aku tak sudi melakukannya. Jangan pernah berharap," gerutu Ino, tak habis pikir dengan hubungan rumit Naruto dan Sasuke.

Naruto menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, pura-pura memasang ekspresi muram. "Apa boleh buat. Karena Ino-chan tak mau, aku terpaksa menghukummu dengan cara lain. Kalau aku minta sesuatu yang mesum, kau bersedia?"

Plak!

Naruto mengaduh saat pukulan cukup keras mendarat di bahunya. Ino meninjunya dengan kesal. Seraut wajah bersemu merah jambu menatapnya penuh cela.

"Apa kau ingin aku menari telanjang di depanmu? Naruto, kenapa isi kepalamu dipenuhi hal-hal kotor sih? Akan kuadukan pada ayah biar kau dicambuk."

"Cih, kau sendiri yang mengusulkan permainan konyol ini. Aku hanya menurut saja, dan mengikuti peraturannya. Apa yang salah?" Naruto tampak kesal, ingin mencubit Ino tapi tak berani karena gadis itu pasti akan membalas dua kali lipat lebih menyakitkan. "Aku tak ingin berdebat, sekarang pejamkan matamu dan jangan berani membukanya jika belum kuijinkan."

"Apa itu? Kau ingin melakukan sesuatu--yang jorok padaku?" protes Ino.

"Cerewet sekali, lakukan saja!" teriak Naruto dengan kesabaran yang mulai menipis.

Ino menuruti perintah Naruto, dadanya berdebar kencang, khawatir jika teman masa kecilnya melakukan sesuatu yang melanggar batas. Ino menyesali keputusannya beberapa saat lalu, seharusnya dia tak perlu mengusulkan permainan yang penuh risiko. Jika menang, memang keuntungan yang didapat sangat besar, namun hal tersebut juga sebanding jika mengalami kekalahan. Ino merasa yakin ia cukup mampu mengendalikan diri, mengingat Naruto memiliki kepribadian spontan. Pemuda itu pasti dengan mudah akan tertawa, dan mengaku kalah.

"Mau apa sih?!" seru Ino.

"Whoa, kalem Ino-chan. Kau tak sabar menerima hukumanmu ya? Kalau aku jadi kau, aku akan berdoa keras-keras dalam hati agar sesuatu yang buruk tidak terjadi." Naruto meloloskan tawa licik bak pemeran antagonis dalam film saat berhasil membuat lawannya tak berdaya.

"Kuperingatkan kau--"

Ctakkk!

"Awwww!" Ino mengaduh kencang, bergerak mundur, nyaris terjatuh dari sofa saat merasakan jentikan kuat mendarat di keningnya. Mata gadis itu spontan terbuka, mendapati Naruto tergelak. Ino sangat ingin memukul Naruto, tetapi suara dalam kepalanya menahannya. Tidak, Ino. Kalau kau memukulnya, Naruto hanya akan membalas lebih kejam lagi. Kubuat dia kalah, dan kuberi hukuman super memalukan, batin Ino sambil menggosok-gosok keningnya yang perih. Jentikan jari Naruto meninggalkan bekas kemerahan samar. Permainan kembali dilanjutkan, kali ini video menampilkan sosok lelaki gemuk yang terpeleset dan jatuh ke kolam. Naruto tak bisa menahan tawanya, dan pemuda pirang itu meneguk ludah saat Ino menatapnya dengan ekspresi sadis.

"Keberuntunganku datang begitu cepat rupanya," bisik Ino parau. Gadis itu menjilati bibirnya dengan seduktif, menciptakan kesan dramatis.

"O-Oi, jangan minta aku merendahkan diri di depan Sasuke. Aku bersedia melakukan apa saja asal jangan itu, oke?" Naruto agak was-was. Isi kepala gadis itu tak bisa dibacanya. Ino menyukai sesuatu yang berkaitan dengan fashion. Jika gadis itu mendandaninya dengan kostum nyeleneh, Naruto harus menerima.

"Aku heran kenapa kau sangat sangat membenci Sasuke. Ya sudahlah, bukan urusanku juga. Tenang saja, teman masa kecilku yang baik hati. Yamanaka Ino, dewi cantik di hadapanmu ini tidak sekejam itu. Hukumanmu adalah... telanjang. Tanggalkan kaus dan celanamu. Sisakan boxer saja, lalu berlari memutari kebun sambil berteriak "Aku orang gila" sepuluh kali."

Naruto mengerjap beberapa kali. Dia tidak salah dengar kan?

"Ino-chan, kau tidak serius..."

"Tentu saja aku serius. Sekarang lakukan." Ino tampak cuek dan tidak peduli dengan ekspresi Naruto yang memelas.

"Aku tadi hanya menjentik dahimu, dan kamu membalas dengan hukuman yang tidak masuk akal," protes Naruto. Tahu begini, mending tadi Naruto menyuruh Ino telanjang juga. Uh, sialan. "Aku bersedia melakukan apa saja asal masuk akal, sial hukumanmu di luar nalar."

"Kalau begitu aku akan telepon Sasuke-kun," ancam Ino, gadis itu pura-pura mencari kontak Sasuke. Naruto mengerang frustrasi.

"Ukh, gadis sial!"

Naruto beranjak dari sofa, memandang Ino selama beberapa detik, menghela napas panjang, kemudian dengan berat hati mulai melepas kausnya. Naruto sengaja melempar kaus itu ke arah Ino dan gadis itu mengumpat. Berikut celana pendek, menyisakan sehelai boxer warna hitam.

"Kau puas?" tanya Naruto dengan sepasang alis bertaut.

"Belum. Ingat kelanjutannya?"

"Oh ya, aku ingat sekali." Naruto terkekeh. Bukannya ke kebun, pemuda itu malah mendekati Ino, mengurung gadis itu dengan kedua lengan kekar Naruto berada di setiap sisi tubuh Ino. "Aku lebih suka seperti ini. Ino-chan, kau tak bisa melarikan diri lagi. Sudah cukup main-mainnya."

Ino terperangah. Oh, sial. Ada apa ini? Mengapa Naruto terlihat seperti sosok yang berbeda dengan penampilan nyaris bugil seperti ini?

*******

Akan ada sekuel yang akan diupload di karyakarsa dalam minggu ini. Jangan lupa follow akun karyakarsaku ya agar tidak ketinggalan notif. Sekuel akan mengandung lime jadi ratingnya 17+. Thank u!

Hot Weekend (NaruIno)Where stories live. Discover now