AKU ADALAH FITRI

12 4 0
                                    


Kehidupan malam memang selalu menjadi cerita, tidak selalu berdampak baik, kadang sering meninggalkan jejak keburukan. Ketika semua manusia sudah tertidur pulas dengan mimpinya masing-masing, masih saja ada yang selalu berkelana secara liar menjelajah pergantian malam. Orang banyak yang terusik, tetapi bagi mereka itu adalah sebuah kebahagiaan yang tidak bisa diukur. Benarkah itu sebuah kebahagian? Bukan sebagai tempat pelarian dari sebuah kegagalan?

Suasana club malam masih ramai dengan hiruk pikuk segala aktifitas, musik yang diputar oleh seorang DJ cantik menghipnotis orang-orang yang ada dalam club malam tersebut untuk berjoget. Goyangan mereka sudah bercampur alkohol, sehingga sudah tidak seirama antara musik dengan goyangannya.

Selain itu di sudut-sudut ruangan duduk melingkar para pecandu kebisingan malam, mereka menikmati malam bersama botol-botol minuman yang beraroma alkohol, asap-asap rokok pun menjadi pemandangan biasa yang terjadi di sana.

Fitri Wijaya Kusuma, putri seorang konglomerat suskes ikut meramaikan suasana malam penuh hina itu, dia duduk diantara teman-temannya yang juga kaum hawa. Di hadapan mereka tersaji minuman alkohol bermerk. Fitri memang yang mentraktir mereka, tetapi dia sendiri tidak pernah mau meneguk segelas pun minuman keras itu.

"Ayo, Fit. Minum dong!" ajak Risma dengan setengah memaksa, dia menyodorkan minuman itu kearah mulut Fitri.

"Silahkan saja habiskan sama kalian, aku hanya menemani," jawabnya santai sambil menepis minuman itu.

"Ah, nggak asyik," ujar Risma kecewa.

Fitri tidak memperdulikannya, dia malah mengambil sebatang rokok, kemudian menyalakannya. Fitri menghisap rokok itu dengan penuh kenikmatan, seakan permasalahan hidupnya sudah selesai.

"Fit, ayo dong!" Risma masih berusaha keras memaksa Fitri minum seteguk alkohol itu.

Sekali lagi Fitri menepisnya.

"Gua tidak minum alkohol," ujar Fitri sedikit risih.

"Jangan begitu, Fit. Kita teman, ayolah hargai pertemanan kita." Risma masih bersihkeras memaksa Fitri.

"Gua menghargai pertemanan kita, buktinya gua traktir kalian minum sepuasnya."

Tetapi ternyata jawaban Fitri tidak membuat Risma menyerah, dia malah semakin memaksa dengan mendekatkan minuman itu ke dekat bibir Fitri.

Fitri murka, dia langsung menepis gelas itu dengan kencang hingga terjatuh dan pecah. Fitri berdiri dan langsung mendorong Risma.

"Ngelunjak lu!" bentak Fitri sambil memegang kerah baju Risma. Tangan kirinya memegang botol minuman yang sudah dipecahkan.

Teman-teman Fitri yang lain langsung berdiri dan menahan Fitri yang sudah terbakar emosi.

"Sabar, Fit. Dia teman kita, dia lagi mabuk," ujar Nova sambil menahan tangan Fitri yang hendak menghajar Risma.

"Persetan dengan pertemanan ini, dia sudah minta di mampusin."

Dini tahu kalau Fitri sedang kalap, dia segera meminta Nova untuk bergegas membawa Fitri pergi dari club malam.

Fitri yang masih dilanda emosi segera dipapah secara paksa dua sahabatnya itu meninggalkan gemerlapnya club malam. Mereka takut emosi Fitri bisa mencelakakan Risma.

***

"Gila lu, hampir saja si Risma lu bikin mampus," ujar Nova ketika mereka sudah berada diluar club.

"Dia ngelunjak, ada bagusnya gua mampusin."

"Lu bisa berurusan dengan polisi," kata Nova.

"Gua kagak takut."

"Tapi kita semua bisa terseret," protes Nova.

Fitri langsung diam, dia membenarkan ucapan sahabatnya itu. Fitri kemudian berjalan kearah jalan raya. Nova berpikir kalau dia hendak menyebrang jalan. Tetapi dia malah duduk di tepi jalan raya. Sahabatnya ini diam dan menghampiri Fitri yang duduk seenaknya dipinggir jalan raya.

"Lu mau bunuh diri?" tanya Dini ketus.

"Semenjak gua dilahirkan, gua udah mati," jawab Fitri sekenanya.

"Ah, lu ngomong seenak jidat lu," ujar Nova kesal.

Fitri tertawa, kakinya memasuki kawasan jalan raya. Hal itu jelas mengganggu pengguna jalan. Dan benar saja, ternyata seorang pengendara sepeda motor berhenti mendadak karena motornya hampir melindas kaki Fitri. Kalau keseimbangannya kurang, mungkin pengendara itu bisa jatuh.

Nova  kaget, mereka segera menarik kaki Fitri dengan paksa, sedangkan Fitri hanya santai saja.

"Woi! Kalau main jangan di jalan! Membahayakan orang tahu!" bentak pengendara sepeda motor itu.

Dibentak seperti itu, Fitri bukannya takut. Dia langsung berdiri dan membentak pengendara itu.

"Woi! Santai dong! Yang mau lu tabrak itu gua, seharusnya gua yang marah!"

Dibalas seperti, pengendara itu langsung terdiam. Dia tidak menyangka kalau gertakannya akan mendapatkan perlawanan.

Merasa diatas angin, Fitri semakin merajalela, dia menendang motor si pengendara itu.

"Lu mau ngajak ribut? Ayo!" tantang Fitri.

Nova  yang melihat gelagat tidak enak segera menarik Fitri untuk menjauh.

"Maaf ya, Mas. Dia baru keluar dari rumah sakit jiwa," kata Nova kepada pengendara itu.

Si Pengendara sepeda motor hanya terdiam, dia sepertinya masih kaget dengan keberanian Fitri. Mau dilawan dia wanita, tidak dilawan tapi ngelunjak. Akhirnya pengendara motor itu segera melajukan kendaraannya untuk melanjutkan perjalanannya.

"Dua kali lu mau bikin gua celaka, gila lu!" hardik Nova kesal.

Fitri malah tertawa.

"Hidup ini terasa kurang sempurna kalau belum buat masalah. Karena sebenarnya Tuhan membuat sebuah permasalahan itu pasti sepaket dengan jalan keluar."

"Ah, kayaknya lu mabok," tuduh Dini.

"Enak saja, gua memang biang masalah, tapi urusan minum dan ngobat itu adalah hal yang mustahil."

Fitri menyetop taksi yang melintas. Taksi itu berhenti.

"Ke jalan Soekarno Hatta."

Nova bingung, itu bukan alamat rumah Fitri.

"Rumah lu kan di jalan Mohamad Toha?" ujar Nova heran.

"Siapa bilang gua mau pulang ke rumah."

"Lalu?"

Fitri menoleh kearah Nova.

"Rumah lu masih di sana kan?"

"Ah," Nova sudah menduga, Fitri hendak pulang ke rumahnya. Nova sedikit keberatan, sikap seenaknya Fitri kadang membuat Nova suka malu dihadapan keluarganya. Kadang tanpa disuruh Fitri menghabiskan makanan di meja makan, belum lagi merokok seenaknya di depan keluarganya. Gara-gara sikap Fitri yang seperti itu, Nova pernah dimarahi oleh orang tuanya, bahkan pernah dilarang untuk berteman dengan Fitri.

Akan tetapi, ketika bos besar sudah berkata demikian, mau tidak mau akhirnya Nova mengalah.

Fitri memang senang membuat masalah, tetapi sebenarnya jiwa sosialnya sangat tinggi. Dia selalu mendahulukan kepentingan orang lain daripada urusan pribadinya. Tidak semua orang senang dengan keberadaannya, tetapi tidak sedikit pula orang yang telah menganggapnya saudara. Kadang sesuatu yang indah dilihat tidak sama dengan sebuahkenyataan, orang hanya melihat keburuannya saja, tetapi kebaikan selalu dipandang sebelah mata karena sisi negatifnya.

Dengan NafasmuTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon