On Rainy Days - 1

62 7 18
                                    

•••
"Payung terbuka memulai kisah, payung terbuka mengakhiri kisah."
•••

Hujan yang lembut membasahi terminal bus yang ramai, menciptakan suasana yang suram dan melankolis. Di antara keramaian, seorang wanita duduk sendirian di kursi tunggu, terpaku pada pikirannya yang jauh. Tatapannya terhenti pada sosok yang familiar di kejauhan—kekasihnya yang dahulu. Dalam kilau lampu neon yang samar, dia melihat wajah yang dulu pernah dia kenal begitu baik.

Takdir mempertemukan mereka kembali di tempat yang penuh kenangan. Sang mantan kekasih dengan penuh keyakinan mendekati wanita itu, matanya dipenuhi harapan.

"Dara, aku tahu bahwa aku telah membuat luka di hatimu. Aku juga tahu bahwa kamu pun masih selalu memikirkanku. Jadi, maukah kamu mengulang kisah bersamaku lagi?" Tawaran Galen sungguh membuatnya muak. Bukan sekali dua kali mantan kekasihnya itu terus menerus mengejarnya dengan penawaran basi.

Dara sama sekali tidak peduli, dirinya bangkit dan berjalan melewati Galen untuk masuk ke bus, tak lupa dengan payung di tangannya. Ia mengambil duduk di kursi ke empat dekat jendela. Di balik jendela bus yang berkabut, tetes-tetes hujan menciptakan balon-balon air di jendela. Dara menyaksikan hujan yang tak henti-hentinya turun, bersamaan dengan Galen yang terus memandanginya dari terminal bus.

🌧️🌧️🌧️

Dara tiba di rumah kontrakannya dengan langkah berat, hatinya terasa berkecamuk setelah pertemuan tak terduga dengan Galen. Di bawah guyuran hujan yang semakin deras, ia membuka pintu dan memasuki ruang tamu yang minim penerangan. Suasana yang tenang dan sepi membuatnya terasa seperti terjebak dalam labirin kenangan yang tak bisa ia lepaskan.

Dara menghidupkan televisi untuk memberi suasana kehidupan di rumahnya, sebelum pergi untuk membasuh diri. Di dalam kamar mandi dirinya lama termenung, sebelum wajah manis Galen kembali hadir di depan matanya. Tangannya menggenggam erat gayung, lantas memukul permukaan air.

"Galen bangsat!"

Duduk di sofa yang nyaman, Dara membiarkan pikirannya terombang-ambing dalam aliran memori. Wajah Galen terpatri kuat di benaknya, senyuman manis yang dulu pernah mengisi hari-harinya, dan sentuhan-sentuhan lembut yang telah ia rindukan begitu lama. Meskipun telah berlalu beberapa waktu sejak mereka berpisah, kenangan itu tetap hidup di dalam dirinya, seolah-olah waktu tak berlaku di antara mereka.

"Nonton apa, sih? Aku sampai dicuekin dari tadi."

Dara terus memperhatikan sosok yang tiba-tiba hadir di sebelahnya, membuat matanya kembali nyalang penuh emosi. "Kau!"

Hilang. Sosok itu hilang bagaikan asap. Dara merasa terbelenggu oleh kenangan masa lalu yang terus menghantuinya, seperti bayangan yang tak kunjung lenyap. Setiap sudut rumah kontrakan mengingatkannya pada momen-momen bahagia yang mereka bagi bersama. Dalam keheningan malam, tetes-tetes hujan yang memukul jendela seolah mengiringi detak jantungnya yang berdebar.

"Sayang, aku laper." Terlihat sosok Galen yang memeluk tubuhnya, membawanya menuju dapur.

"Kamu lepasin dulu, gimana aku mau masak coba?"

"Nggak bisa, mereka melekat." Dara mendelik, selanjutnya ia sedikit terkekeh karena merasa geli.

Dengan cepat Dara menggelengkan kepala demi menghilangkan bayangan masa lalu. Tangannya menekan tombol merah untuk mematikan televisi, lantas pergi menuju kamar.

Tangannya menarik tirai jendela. Terlihat hujan masih terus turun, menghapus air mata yang tak terlihat dan membasuh hatinya yang rapuh. Dengan perasaan gelisah Dara memaksakan diri untuk tertidur.

Sebuah tangan hadir di atas perutnya, rasanya dingin bercampur hangat. "Aku suka dia," bisiknya.

🌧️🌧️🌧️

On Rainy DaysWhere stories live. Discover now