PART 1

268 33 8
                                    

London, 1865

Jarinya terketuk-ketuk di meja, pandangannya terarah pada setumpuk gulungan kertas yang menunggu dijamah, namun otaknya tengah melanglang buana.

"Yang mulia." Panggilan lembut itu menyentaknya, dengan segera membuat
Charles bangkit dengan gusar."Di mana dia?" Cecar Charles tak ingin menunggu lebih lama lagi, mata bulatnya celingak-celinguk mencari sosok wanita yang ia tunggu. Terlampau habis kesabarannya ingin segera bertemu dengan sang pujaan hati.

"Tolong ampuni kami Yang Mulia." Kedua prajurit malang itu bersimpuh, kepalanya tertunduk dalam tak berani barang sedikitpun melirik wajah sang pangeran.

"Kami tidak berhasil menemukan Lady Susan."

Wajah aristokratnya berubah dingin, tatapannya tajam menghunus kedua prajurit yang bersujud di bawah kakinya.

"Mohon ampun Pangeran, pagi ini rumah Lady Susan ditinggalkan dalam keadaan kosong tak berpenghuni, tak tersisa apapun di sana. Tetangganya juga tak ada yang tahu ke mana keluarga Lady Susan pergi, bahkan mereka membawa semua pelayan dan pengawalnya."

Charles spontan melemparkan gelas kaca di tangannya membuat dua prajurit yang baru saja memberi laporan gemetar ketakutan. Ia butuh lampiasan rasa kesal sekaligus frustasi yang beberapa hari terakhir terus menghantuinya.

"Aku tidak memerintah kalian untuk memberiku informasi tidak penting seperti ini, dapatkan Isabella bagaimanapun caranya."

"Jangan coba-coba menampakkan batang hidung kalian sebelum mendapatkan kabar tentang Isabella. Pergi dari hadapanku sekarang juga!"

"B-baik Yang Mulia" tanpa menunggu detik berganti kedua prajurit itu segera menghilang dari hadapan Charles.

Charles memijat keningnya lelah. Akhir-akhir ini Charles memang belum sempat mengunjungi kekasihnya karena pekerjaannya yang menumpuk. Tapi Charles rutin mengiriminya surat meski kini tak pernah lagi mendapat balasan. Keadaan semakin membuat emosinya tidak stabil, ia hanya membuang-buang waktu dengan duduk selama berjam-jam mengandalkan pengawalnya yang tidak berguna.

...

Tubuh tinggi tegap dan berototnya nampak gagah dibalut kemeja satin berwarna putih. Badannya kini jauh lebih segar juga berhasil sedikit menenangkan pikirannya setelah berendam air panas. Rambut hitamnya ditata sedemikian rupa menambah ketampanan calon penerus Inggris itu.

Charles menahan Joana menawarkan jubah mewah yang lebih resmi untuk ia kenakan. "Tidak malam ini."
Joana mengangguk, lantas melirik ke arah kaki tuannya sebelum undur diri dan meletakkan kembali jubah itu.

"Kau sudah menemukan seseorang untuk dinikahi?" Charles hampir tersedak mendengar pertanyaan tiba-tiba dari ayahnya. Tangannya segera terulur untuk mendapatkan segelas air putih guna mengatasi rasa tidak nyaman di tenggorokan.

Pembahasan soal pernikahan bukanlah hal baru bagi Charles, diusianya yang menginjak 27 tahun seluruh anggota kerajaan semakin cemas. Mereka terus mendesaknya agar segera menikah, Charles juga berencana menikah tentu saja, tapi kekasihnya itu terus menolak. Akhir-akhir ini wanita itu juga sulit sekali ditemui entah apa masalahnya.

Kening pria berusia lima puluhan akhir itu berkerut ketika sang putra tak kunjung membalas pertanyaannya. "Pangeran Charles?" Panggil ayahnya tak sabar.

Charles berdeham untuk menetralkan deguban di jantungnya yang entah mengapa tiba-tiba berpacu cepat. Rasa gugup pun berangsur-angsur memenuhi dirinya. "Iya, Yang Mulia."

"Siapa dia? Apa aku mengenalnya?" tanya Raja Edward dengan satu alis terangkat antusias.

"Kau pernah bertemu dengannya Yang Mulia." Jelas Charles dengan senyum tipis di ujung bibirnya. Ia berharap ayahnya akan menyetujui hubungan mereka berdua. "Lady Susan, Susan Isabella Stevenson Shand"

HIS ROYAL HIGHNESS [CHANBAEK]Where stories live. Discover now