[BAB 6] Persiapan Kemah?

14 5 0
                                    

Aurora memutuskan untuk memasukkan coklat itu ke dalam tas. Ia masih penasaran dengan isi suratnya. Kaliya tersenyum tipis setelah mengetahui siapa pemilik coklat itu. Dengan bungkus yang berwarna coklat dibalut kertas emas. Aurora heran bagaimana bisa orang itu membungkusnya dengan niat.

"Apa? Nathan memasukkan coklat ke dalam tas Aurora."

"Diamlah. Jangan sampai Aurora tau." Leo menyuruh Kaliya berbisik.

Kaliya yang mendengar itu memberi kode mengunci mulut.

"Ada apa denganmu?" tanya Aurora membuat Kaliya menatap dirinya. Namun, Kaliya hanya menggelengkan kepalanya. Juni membawa keranjang itu dan mulai berangkat terlebih dahulu ke ruang guru disusul oleh Kaliya dan Aurora.

Melihat Leo yang berdiri di luar kelas, Kaliya langsung memberikan coklat miliknya ke lelaki itu. Juni dan Aurora tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

"Apa kalian berpacaran?" tanya Juni dengan tatapan tidak percayanya. Melongo tanpa melepaskan coklat yang ada di mulut.

"Tidak, kami tidak berpacaran," jawab Kaliya dan Leo bersamaan. Juni memutuskan tidak menghiraukan pasangan itu dan kembali berjalan ke depan. Banyak lelaki yang sedih, kecewa, bahkan tidak menginginkan coklat mereka tidak diterima oleh Aurora.

"Hentikan! Kalian benar-benar membuang uang hanya untuk membeli coklat murahan seperti ini." Wajah mereka semakin dibuat menunduk dengan ucapan Juni yang begitu menyakitkan.

****

"Terima kasih, nak."

Para guru berterima kasih menerima coklat pemberian dari Aurora sebagai perwakilan kelasnya. Prinsip Aurora cuma satu, jika ada kesempatan gunakanlah dengan baik.

"Coklatnya tinggal tiga, dan ...." Belum selesai Juni berbicara, dua tangan sudah terjulurkan ke depan seperti mau meminta sesuatu.

Juni mendongakkan kepalanya melihat dua tangan itu milik siapa. "Kalian rupanya! Mau?"

Bulan dan Julio mengangguk bersamaan. Namun, kepala Juni memberikan isyarat untuk mengambil coklat yang tersisa. Dua tangan itu dengan cepat merebut. Juni tersenyum sinis ketika coklat yang ada di keranjang ludes habis.

"Kalian cuma ada berdua! Kembalikan satu!" teriak Juni membuat para guru menoleh. Kaliya menyenggol tangan Juni ketika menyadari hal itu. Seperti biasa, Juni bodoh amat dengan teguran dari guru.

Bulan menaruh kembali satu coklat. Bukan hanya senyuman, tapi tangannya terluka karena tangkisan cepat dari Juni. "Bisakah jangan melakukan kekerasan."

"Ini bukan kekerasan, tetapi pembelaan."

"Di mana Nathan?" tanya Aurora mendadak membuat semuanya mematung termasuk Leo yang baru datang.

****

Amel melihat sang kakak yang diam-diam mengunci pintu kamarnya sendiri. "Apa kakak sedang jatuh cinta?!" teriaknya, tetapi tidak mendapatkan jawaban.

Lupakan soal Amel yang sedang memasak makanan serba asing. Aurora duduk di atas meja belajarnya. Ia menarik tali pita melepas gulungan kertas. Bola matanya memutar tidak percaya setelah melihat nama pengirim coklat itu.

"Dia lagi. Dia lagi."

Ingin sekali dirinya membuang, tapi rasa penasarannya lebih tinggi. Gulungan yang cukup rapi membuat Aurora berhati-hati membukanya. Ada hal yang membuat Aurora tersenyum, coklat yang diberikan oleh Nathan adalah coklat favoritnya.

"Tapi, aku memilih coklatnya ketimbang suratmu, Than. Maaf."

****

"Sudahkah kalian menyiapkan pakaian buat kegiatan kemah minggu depan?" tanya Kaliya yang baru saja datang mie instan. Mereka bertiga duduk di depan minimarket dekat rumah Aurora.

"Aku sudah menyiapkan cemilan buat dibawa. Lagipula uangku masih ada." Kaliya menghela napasnya mendengar jawaban Juni yang selalu fokus ke makanan. Aurora menggeleng pelan. Keduanya sudah terbiasa dengan kebiasaan Juni.

"Katanya dari kelas mau menampilkan sesuatu," ucap Kaliya setelah memeriksa ponselnya. Aurora yang baru saja mau menyuap tidak jadi setelah mengetahui itu. Dirinya berpikir siapa yang ada di kelasnya bisa menampilkan penampilan di panggung sekolah yang besar.

"Tapi, siapa di kelas kita yang bisa menyanyi atau menari?" tanya Juni yang kini mengangkat kaki kanannya di kursi. Aurora berusaha menurunkan kaki Juni karena lelaki tampan yang lewat untuk masuk ke dalam mini market.

"Kenapa?" tanya Juni yang kembali menaikan kakinya.

"Ada orang cakep lewat, apa kamu tidak malu?" tanya Aurora membuat Kaliya ikut mengangguk setelah mengumpulkan bungkus sosis yang mereka makan.

"Lagian apa dia sekuat aku. Tidak akan!"

"Apa! Kakak bilang aku tidak kuat?!" teriak orang cakep yang lewat tadi sudah berada di depan ketiga gadis itu. Juni yang menengok ke arah lelaki sambil memakan sosisnya. Tatapannya meremehkan lelaki tadi.

Berbeda dengan Aurora dan Kaliya yang membersihkan pakaian mereka karena terkena cipratan air. Air keluar dari botol Kaliya nyaris membasahi keduanya. "Lagian aku tahu lelaki mana yang dimaksud mereka."

"Ya, Jonathan! Apa kamu baru pulang latihan karate?" tanya Juni kepada junior yang ia kenal di tempat latihan karatenya.

"Iya, kenapa kamu pulang duluan?" Jonathan menyembunyikan makanan yang baru saja dibelinya agar tidak ketahuan oleh seniornya itu.

"Aku lapar. Lagi pula aku bisa menambah darimu."

"Kak, aku juga lapar. Jangan mengambilnya." Juni tertawa melihat reaksi Jonathan yang begitu ketakutan.

"Maafkan aku, teman-teman. Dia junior aku. Dan dia juga seorang penyanyi. Kalian pasti ketemu dia di kelas sepuluh." Aurora mengangguk dan tidak tertarik. Berbeda dengan Kaliya yang mencoba eye contact dengan yang lebih muda.

 Berbeda dengan Kaliya yang mencoba eye contact dengan yang lebih muda

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.
Stupid Cupid [Terbit✓]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu