[BAB 16] Aku menerimanya, sayang!

13 4 0
                                    

Nathan turun terlebih dahulu dari bus untuk mengambil barang-barang dirinya dan Aurora. Ia masih kepikiran mengenai kejadian yang tidak sengaja. Kaliya melihat Nathan yang terlihat canggung langsung tersenyum.

"Tenanglah, dia juga tidak menyadarinya."

Nathan tersenyum. Leo mendekat untuk memberikan tas cemilan Kaliya. Mendengar percakapan Kaliya dan Nathan membuatnya penasaran. Lelaki itu langsung melemparkan kode ke Kaliya.

Kaliya menggelengkan kepalanya dan memeluk tangan Leo menjauh dari sana. Terlebih lagi Aurora berjalan mendekat. Aurora tidak memedulikan Kaliya yang sedang berduaan dengan Leo.

"Bagaimana dengan barangku?" tanya Aurora tetapi tidak digubris oleh Nathan.

"Nathan sayang?" panggilnya sekali lagi dengan menyenggol tangan Nathan.

Nathan terbangun dari lamunan nya, dan menatap Aurora yang sudah berada di sebelahnya. Pandangannya langsung terkunci pada bibir merah Aurora. Sambil menggelengkan kepalanya, Nathan berusaha melupakan kejadian tadi.

Dengan sigap, Nathan memberikan tas kecilnya pada Aurora dan dirinya membawa koper Aurora. Koper Nathan cukup kecil dan nyaman dibawa oleh Aurora. Keduanya berjalan menyusuri kompleks. Banyak warga yang mulai keluar dari rumah hanya untuk melihat sekumpulan anak muda.

Di belakang, ada Juni dan Jonathan yang ragu dan canggung untuk berinteraksi dengan warga. Mata Juni langsung tersenyum ketika ada bapak-bapak yang sedang berlatih silat.

"Aduh, gadis ini begitu kuat! Bahunya kuat! Apa kamu seorang atlet, nak?" tebak nenek yang langsung saja mengurut tangan Juni. Juni merasa malu karena di tangannya sedang membawa sebuah cemilan.

"Iya, bu. Saya seorang atlet."

Nenek itu langsung memberikan sebuah gelang batu yang sangat indah. Juni melihat itu langsung terharu. "Pakai ini agar semakin kuat."

Jonathan yang mendengar ucapan nenek tadi menahan tawanya. Tidak menyangka Juni akan diberikan benda semacam itu. "Baik, nek. Terima kasih," balas Juni yang langsung menarik Jonathan.

Di barisan paling belakang, ada Julio yang sedang menjahili bibi warung. "Bi, kenapa menjual di warung?" tanyanya yang mendapat tatapan sinis dari bibi.

"Lah, kalau bukan di warung di mana emang?"

"Di hatiku." Bulan langsung memukul bahu Julio.

"Lihat-lihat dong kalau gombal. Janda gitu malah digombalin." Bibi mendengar itu langsung keluar dari warung dengan membawa sapu. Bulan lari terlebih dahulu membuat Julio yang terkena pukulan.

"Ya, harusnya bibi pukul Bulan!"

****

"Apa kamu menjahili bibi warung itu?" tanya Bona, kakak Bulan yang sedang mencabut cabe di kebun. Bulan nyengir tidak jelas kemudian menyuruh yang lainnya masuk.

"Tunggu, kamu bawa rombongan. Kayak mau umroh aja kalian."

Julio tertawa terbahak-bahak di dekat pagar rumah. Bona yang terkejut kembali tertawa. Bulan diam-diam mengatakan ke yang lain kalau keduanya memang satu frekuensi. Juni menahan tawanya sembari masuk ke dalam.

Halaman rumah Bulan begitu luas dengan hamparan rumput. "Aku punya beberapa kamar di dalam, jadi kalian bisa memakainya, dan jangan gabung antara cowok dan cewek. Untuk kalian, bisa tidur di kamarku tapi sepertinya cukup Julio saja."

Leo memukul kepala Bulan. "Kalau gitu nggak usah nawarin kamar. Ayo, Jo. Than ..."

Jonathan dan Nathan segera mendahului yang lain dan segera menuju kamar kosong yang cukup luas untuk tiga orang. Dengan nuansa adat Jawa. Tidak lupa dengan bagian tengah rumah tidak beratap. Cahaya matahari masuk di sana begitu terik. Bulan menjelaskan kalau di tengah, adalah tempat bersantai atau menjemur pakaian. Di balik papan yang menutupi sebuah kolam, itu adalah tempat penampungan air.

Leo berjalan-jalan ke lorong lain yang menurutnya cukup indah. Di sana ada beberapa lukisan besar. Nathan berpikiran kemana-mana. Ia takut kalau lukisan itu terlihat menyeramkan saat malam hari.

"Ada apa kalian ke sini?" tanya seseorang dengan suara datar.

Nathan langsung berteriak dan memeluk Leo. Leo membalikkan badannya pelan. Ternyata Bona yang menakuti teman-teman Bulan. "Bang, lihat Nathan sampai bergetar seperti ini."

Bona tertawa dan memilih masuk ke dalam dengan membawa sekeranjang sayur hasil panen. Julio masih menatap lukisan itu sembari menyusul Bona ke dapur. Bulan masih menunjukkan kamar untuk para gadis.

****

"Berhubung mama dan papah belum pulang. Bagaimana kalian membantuku memasak? Karena kita sekarang hampir sepuluh orang lebih." Bona menaruh beberapa sayuran dan juga sejumlah pisau.

Aurora tersenyum dan mendahului untuk memotong sayur. Bona melirik ke yang lainnya. Juni dan Kaliya menatap balik ke Bona dengan memberi tanda kalau Aurora tidak pintar memasak.

Bona langsung memberikan kode jari 'OK'. "Oh, iya. Juni ... kamu bisa bantu abang membuat bumbu. Kaliya dan Leo, kalian memasak nasi uduk. Beras dan air ada di dapur. Bulan dan Julio kalian bantu Aurora menyiapkan sayuran dan cabai. Di sini ada ayam jadi kalian bisa memotongnya. Nathan, kamu bantu mereka."

Bona langsung kembali ke dalam dapur. Juni menaruh cemilannya dan langsung beranjak dari duduknya. Sebelum benar-benar ke dapur, Bona kembali menyuruh Julio untuk mengambil karpet bambu di gudang.

Leo berada di belakang Kaliya yang sedang mencuci beras. Empat tangan itu saling beradu untuk membersihkan beras. Bona menyadari hal itu langsung berdehem, namun tidak digubris oleh pasangan itu.

"Hei, kalian mau pacaran, jangan di sini."

Leo hanya tersenyum kikuk. Juni mengajak Jonathan untuk membantunya mengangkat botol minyak. "Keluarkan bakatmu, kak. Masakanmu benar-benar enak."

"Iya kan. Juni gitu loh."

Bona tersenyum. "Kalian kakak adik?"

"Tidak, dia juniorku di karate." Bona mengangguk dan kembali meracik bumbu. Yang paling tua memilih memasak ayam goreng dan lalapan lainnya. Leo tersenyum menatap Kaliya.

"Aw!" pekik Kaliya yang tidak sengaja kejepit rice cooker. Leo refleks meniup jari Kaliya dengan hangat. Sesekali mengelus jari itu agar tidak perih. Tangan satunya menyalakan keran air.

"Apa masih sakit?" tanya Leo sembari mendinginkan luka itu. Kaliya tidak menjawab apapun. Namun, dari wajah sudah terlihat kalau Kaliya menahan sakit. Leo mengeringkan tangan Kaliya.

"Sudah tidak apa-apa?"

Kaliya menggelengkan kepalanya. Dadanya merasa gugup. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Leo mengecup jari Kaliya dan tersenyum. "Apa kamu mau jadi pacarku?" tanya Leo.

Kaliya mendongakkan kepalanya menatap Leo yang terlihat tulus di sana. Tidak ada kebohongan di matanya. Perlahan di dekatkannya wajah. Leo terdiam ketika Kaliya mengecup pipinya dan pergi mendekati Juni.

"Apa jawabanmu, Kaliya?" tanya Leo sedikit nyaring.

"Aku menerimanya, sayang!" teriak Kaliya membuat dirinya salah tingkah. Bona dan Juni menjadi heran. Bahkan pasangan Aurora-Nathan saja sampai melongo tidak percaya. Leo meluluhkan hati si polos Kaliya, atau Kaliya yang berhasil membuat jatuh hati si Leo.

 Leo meluluhkan hati si polos Kaliya, atau Kaliya yang berhasil membuat jatuh hati si Leo

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Stupid Cupid [Terbit✓]Where stories live. Discover now