[BAB 18] Kamu yang pelacur, bukan diriku

9 4 1
                                    

Nathan menjadi risih setelah mendapatkan panggilan dari seseorang di masa lalunya. Pikirannya terus bergejolak ingin menjawab atau tidaknya. Tidak hanya panggilan, namun pesan di media sosial miliknya. Leo yang menyadari Nathan sedang sendiri pun mendekati dan mengambil ponsel lelaki itu. "Lily? Dia lagi?"

"Jangan jawab!" perintah Leo kembali mengembalikan ponsel milik Nathan dan pergi mendekati Kaliya. Nathan ikut menyusul dengan memasang senyuman di sana. Aurora menyadari satu hal senyum itu bukanlah senyum asli yang pernah Nathan tampilkan untuknya.

"Ada apa?" tanyanya membuat Nathan dengan semangat menggelengkan kepala. Aurora menggenggam tangan kekasihnya, ia tahu ada yang tidak beres.

Bona kemudian bercerita dan mulai menunjukkan beberapa hasil karya dari Bandung untuk diajarkan ke mereka semua. Kakak bulan adalah seorang seniman, tidak heran banyak sekali karya yang indah dan bernilai tinggi. Bahkan bisa dilihat banyak pigura kecil yang menunjukkan kalau Bona sering diundang ke suatu acara bersama seniman lainnya.

"Leo, apa kamu suka melukis?" tanya Bona yang mendapat tatapan aneh dari teman-temannya.

"Kak, dia saja ujian tidur. Belajar tidur. Tempat dia melek, ya cuma di warnet." Leo hanya tertawa kecil dengan ucapan Julio. Julio yang tadinya bercerita dengan semangat mendadak bingung.

Leo mendekati Bona dan mengambil pena dan mencoret sebuah garis membentuk sebuah cerita di sana. Hanya dengan pena, Leo bisa menggambar sebuah pohon dengan detail yang sama seperti lukisan Bona.

"Wah, bagaimana bisa ... bukannya kamu ...." Kali ini Julio yang mendapat tatapan sinis dari yang lain. Bulan memukul kepala Julio. Bisa-bisanya dia melupakan bakat sesungguhnya dari seorang Leo.

Bona hanya tertawa dan melanjutkan dan menjelaskan sebuah buku lukisan sampai beberapa di antaranya tertidur termasuk Nathan yang menaruh kepalanya di bantal kecil di ruang tengah. "Baiklah, tolong bangunkan dia. Dia akan kesakitan punggung."

****

Bulan menjelaskan kalau orang tuanya sedikit aneh. "Durhaka kamu, dek. Tidak apa-apa kalian bisa langsung pulang. Oh, iya. Kakak akan beri kalian beberapa sayuran yang sudah kakak petik tadi subuh."

Aurora dan Kaliya menerimanya terlebih dahulu.

"Apa ini tidak apa-apa?" tanya Kaliya yang kemudian memberikannya kepada yang lain. Bona menggelengkan kepalanya.

Nathan mengecek ponselnya. Di sana Lily mengirimkan pesan bahwa dirinya kesal karena Nathan tidak menjawabnya. Juni melirik ke Nathan, namun memilih diam saja.

****

Nathan sedikit lega karena di pesawat tidak diperbolehkan untuk menyalakan ponsel. Mereka berdelapan membeli tiket pulang-pergi tanpa harus memesan nya lagi. Ini adalah ide bijak dari Leo ketimbang Julio.

Lelaki manis itu membiarkan Aurora tertidur, sementara dirinya hanya merenungkan ingin menjawab atau tidaknya. Nathan terus memikirkan hal itu sampai tidak menyadari dirinya akan tertidur pulas.

Hampir setengah jam perjalanan, pesawat kini sudah mendaratkan kakinya di bandara. Nathan membantu menarik koper Aurora meskipun perjalanan mereka begitu singkat, setidaknya bisa mengurangi kecemasan menghadapi sekolah.

Kebersamaan mereka seperti ini tidak akan bisa diulang.

"Baiklah, aku, Leo, dan Nathan akan naik bus."

"Eh, Kaliya ikut denganku. Kalian pergilah berdua," ucap Leo membuat Aurora mengiyakan ucapannya.

Bulan dan Julio memutuskan untuk beristirahat juga dan segera memesan taksi. Baru satu detik, Jonathan membuka aplikasi, Juni sudah menariknya terlebih dahulu. "Taksi kita sudah di depan, Jo."

Stupid Cupid [Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang