Prolog

195 27 14
                                    

JARUM jam tangan sudah sepakat untuk memberi tahu tuannya bahwa ini waktu yang tepat untuk istirahat. Bahkan sejak tiga puluh menit lalu, ruangan itu sudah sepi, menyisakan satu-satunya penghuni. Jenaka.

Lelaki itu berulang kali memijat pelipisnya. Rasanya otot-otot kepalanya secara kompak berkontraksi dan berdenyut hebat. Pasalnya, ia belum jua menemukan kesalahan dalam perhitungannya.

Laporan keuangan di hadapannya masih belum seimbang. Biaya produksi meningkat, sementara minggu ini belum ada projek baru yang harus digarap oleh tim kreatif Cat-Ads. Lalu bagaimana bisa? Itulah yang sedari tadi Jenaka cari penyebabnya.

Ketukan pintu ruangan menyadarkannya dari lamunan panjang. Sosok perempuan anggun di depan sana menyapa, "Selamat siang, Mas Jenaka." Senyum semringah menghiasi paras wanita itu. Dia adalah Cendana Wangi, pemilik tunggal Cat-Ads-yang mana juga adalah sepupu Jenaka.

"Mbak sudah dari tadi kah?" tanya Jenaka sembari menyisihkan lembaran kertas yang ada di mejanya.

"Dua menitan sepertinya," jawab Cendana sambil melihat arlojinya. "Kamu terlalu fokus, Ka," pungkasnya.

"Saya pusing, Mbak. Biaya produksi kenapa jadi naik? Padahal belum ada projek baru yang disetujui."

"Kamu belum buka WhatsApp dari saya?"

Jenaka menggeleng. Lalu buru-buru membuka gawainya. Dengan cepat pula ia membuka panel notifikasi. Kemudian mencari nama Cendana di sana. Dan dalam satu sentuhan, pesan itu terbuka.


Cendana Wangi
Naka, saya ada transfer uang dari Cat-Ads ke C-and-A, karena saya hire Senior Barista baru minggu lalu.


Perasaan lega seketika hadir. Namun, Jenaka melanjutkan dengan omelan. "Harusnya tuh Mbak izin dulu ke saya sebelum transfer."

"Saya kan -,"

"Iya. Saya paham betul Mbak adalah pemilik Cat-Ads sama C-and-A -."

Belum juga Jenaka selesai berujar, Cendana sudah kembali menyerangnya. "Shut up! Sudah ayo kita makan siang dulu. Urusan kerjaan bisa dilanjut nanti. Ingat kamu itu jomlo, Naka. Nggak ada yang perhatian sama kesehatan kamu selain saya."

"Mbak,"

"Jangan banyak protes!" pungkas Cendana. Tak urung ia segera menarik Jenaka dari duduknya.

***

AROMA kopi bercampur kayu manis yang cukup intens menyapa kedatangan Cendana dan Jenaka. Keduanya sangat akrab dengan wewangian khas ruang depan C-and-A -terlebih untuk lelaki berusia 31 tahun itu.

Sejak dulu, Jenaka memang senang membaui aneka rempah-rempah yang diawetkan oleh neneknya. Dan benar adanya, baik Cendana maupun Jenaka, mewarisi resep-resep wewangian dari sang Nenek. Namun, keduanya memiliki visi misi yang berbeda. Cendana sejak kecil tertarik dalam seni mengolah dan meracik aroma wewangian, sementara Jenaka lebih ingin menjadi penikmatnya saja.

Pada akhirnya, jalan yang ditempuh keduanya juga sangat bertolak belakang. Cendana mengambil gelar Master untuk Teknologi Pangan, sementara Jenaka bergelar Master Accounting.

Setelah lulus kuliah, Cendana dan Jenaka sepakat untuk membuka usaha di bidang Advertising, Food and Beverage, dan Parfumery. Entah bagaimana dua orang itu ditambah satu personil lagi -Atsiri, berhasil mengembangkan bisnis yang kini mulai dikenal oleh khalayak ramai. Yang jelas, upaya mereka tidak bisa dibilang mudah.

Di tangan ketiganya, Cat-Ads dan C-and-A kini menjadi merek ternama dalam kancah bisnis lokal. Meskipun persaingan pasar sangat ketat, Cendana tidak pernah begitu khawatir, sebab prospek dari dua anaknya akan tetap aman selama ada Atsiri dan Jenaka di sampingnya.

"Mbak langsung ke atas ya, Ka. Mau ada yang dibahas dulu sama Atsiri."

Jenaka mengangguk lalu menunjuk ke arah tempat favoritnya. "Saya ada di tempat biasanya ya, kalau-kalau Mbak butuh sesuatu."

"Sip!" Cendana mengacungkan dua ibu jarinya sebagai tanda persetujuan.

Tak butuh waktu lama, langkah jenjang Jenaka bergegas menuju meja favoritnya di samping taman bagian dalam C-and-A.

Beberapa waktu kemudian, salah satu pramusaji menghampirinya. "Siang, Pak Naka. Mau pesan apa?"

Seulas senyum ramah menghiasi wajah Jenaka. "Saya mau roti bakar cokelat, nanti tolong ditaburi sedikit serbuk kayu manis ya. Minumnya seperti biasa."

"Matcha latte, half sugar, tanpa es?"

"Tepat sekali! Oh ya, boleh saya minta dibuatkan scrumbled egg?"

"Baik Pak. Ada lagi?"

"Satu lagi, Mbak. Air putih hangat ditambah sedikit jeruk nipis sama dua sendok madu, ya!"

"Baik Pak."

"Terima kasih. Tidak usah buru-buru, saya bisa menunggu."

Pramusaji itu mengangguk, lalu segera bergegas ke dapur. Memang benar, siang itu, C-and-A kebanjiran pengunjung regulernya. Jam makan siang adalah waktu teramai di C-and-A.

Selain bangunan utama, C-and-A juga memiliki bangunan yang lebih kecil di bagian samping-tempat di mana aneka parfum diracik. Sudut itu juga tidak kalah ramai, sebab aroma yang ditawarkan oleh C-and-A tidak bisa ditolak begitu saja.

*****


Hallo, selamat siang! :)
Long time no see 👋
Iya! saya tahu, maaf ya sebelumnya.
Iya! saya paham, harusnya lapak sebelah yang update duluan.
Tapi ... tapi ... tapi ..., kali ini kepala saya dipenuhi suara Jenaka yang berisik dan juga Kenang yang sedari tadi tersenyum di sudut sana.
Jadi, di karya saya kali ini, mohon sekiranya kalian sudi membacanya. :)
Saya kira sosok Jenaka dan Kenang juga akan kalian cintai seperti tokoh-tokoh saya yang lainnya.
Saya harap akan ada sedikit ruang di hati kalian untuk bisa ditempati oleh Jenaka dan Kenang.
Dan semoga, saya bisa cepat-cepat update, yha!
Selamat membaca!
Salam kangen dari saya dan saya tunggu energi positifnya untuk cerita baru ini. 😊😊😊

Kediri, 18 Oktober 2023. ✌️✌️✌️

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 19, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

C -and- AWhere stories live. Discover now