Epilog; Sebuah lolongan Asa

375 129 78
                                    

ˋˏ ༻✿༺ ˎˊ-

𝗡𝗼𝘄 𝗽𝗹𝗮𝘆𝗶𝗻𝗴:
" Hormat kepada angin - Nadin Amizah "
02:33 ━━━━●───── 05:56
ㅤ ㅤ ◁ ❚❚ ▷ ㅤㅤ↻ ♡

Sorot tajam yang entah sejak kapan memerah bara datang disertakan amarah. Kantor kepolisian yang dipenuhi teka-teki tetap Heno hajar dengan raungan dari pita suara beratnya—menandakan siap memihak Cakra atas kejadian tidak disengaja. Kendati Heno tak pernah sekalipun berfikiran negatif pada sang Ayah tiri, dikala mendapat informasi bahwa ialah pelaku sebenar—Heno benar-benar tak bisa memaafkan. Terlalu kecewa.

Awal saat dirinya mengambil langkah menuju tempat Haris berada, amarahnya tak dapat lagi ditahan. Untuk sekejap waktu saja tak mampu, hatinya terlanjur terhimpit oleh kenyataan yang begitu mengejutkan, pun menyakitkan. Berlarian tak melihat lingkung sekitar—menyebabkan pundaknya menubruk beberapa petugas yang kebetulan tengah berlalu-lalang dan berjalan.

Cengkraman kuat pada kerah Haris telah pun mendarat sempurna diiringi nafas tersengal. Bola mata itu membelalak seram, sesekali berkedip kala perih menusuk pandangan yang sudah berjam-jam menahan tirta.

"Kenapa.. kenapa bisa? Orang sebaik Cakra tak seharusnya mendapatkan penderitaan!" lontaran kalimat dari Heno berhasil membuat seluruh pandang mata tertuju padanya. Polisi yang baru saja mengintrogasi ikut bangkit, takut jika salah satunya melakukan kekerasan batin maupun fisik.

"Dan kau.. adalah Ayahnya.. tapi kenapa kau melakukan ini semua?! Cakra pantas mendapat kebahagiaan! Ayah merusak hatinya, sampai-sampai Cakra sudah tidak bisa lagi disembuhkan! Mana rasa bersalahmu sebagai seorang Ayah?!!" Air mata yang sedari-tadi membendung, kini meluruh. "Apa salah Cakra sehingga Ayah berbuat seperti ini..?"

Penyebab borgol yang menghalanginya untuk bertindak, Haris kini hanya bisa terdiam kelu di tempat. Menunduk walau tak merasa bersalah—ia hendak memohon ampunan dari si sulung kesayangan. Binar kebohongan dimatanya sudah tertebak lebih dulu oleh Heno, hingga mengetahui apa tindakan klise selanjutnya.

"Maaf, putraku. A–ayah—"

"Kenapa dengan Ayah? Ayah terluka? Tidak sengaja?" sela Heno, mempertanyakan hal yang mungkin saja benar. "Selama ini Cakra bertahan hidup demi siapa? Dia tidak mungkin bertahan tanpa adanya alasan, dan alasan itu adalah Ayah! Sampai kapan Ayah ingin berhenti menyiksanya? Sementara dunia tengah melempar busur panah, membuatnya berdarah-darah, namun dipaksa tetap terjaga."

Benar—Haris berhasil menjuarai julukan worst father of all time. Tindakan tanpa melihat konsekuensi membuat pria paruh baya itu jatuh dalam keterpurukan yang membawanya menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Bukan hanya sebab ia kehilangan separuh jiwa setelah melahirkan Cakra, namun juga sebab lingkungan yang perlahan tak menuai ramah. Tanpa Haris anggap ada—ternyata anak satu-satunya yang pernah ia sayang masih bisa hidup ditengah-tengah padatnya perjalanan menuju tempat paling indah, paling ia nantikan.

:::

"Tidak mengapa, semua sudah pernah kulalui sendirian. Ayah bukannya membenciku, dia hanya sedikit berubah, percayalah."

:::

"Setelah Bunda meninggalkan dunia, siapa lagi yang Cakra punya selain Ayah? Dan dengan teganya Ayah berpaling lalu berlagak tak peduli seolah Cakra adalah dalang dari semua kekacauan."

Haris tak mampu merajut sebait kata, alasan pun sudah tak bermakna. Ya, dia mulai menyesali atas semua perbuatan yang telah dilakukan sampai detik ini—entah sudah keberapa kali Haris menyesal, namun ini perasaan paling tulus setulus-tulusnya.

𝐓emaram | ✓Место, где живут истории. Откройте их для себя