N!TW---2: Pasal-Pasal

96 33 145
                                    

Meskipun sudah membacanya, Rayyan mengulanginya kembali. Rayyan pun hanya menghela napas, mengetahui isi pasal satu hingga sepuluh tersebut yaitu:

Perjanjian

Pasal–pasal:

1.Berangkat bareng Papa, pulang terserah Papa.

2.Uang saku terserah Papa, kalau mau lebih cari sendiri.

3.Kalau pulang awal, menunggu Papa sampai selesai kerja. Jika kesorean bahkan kemalaman nunggu, atau pulang sendiri.

4.Biaya sekolah memang Papa yang nanggung, tetapi Papa yang nentuin uangnya jika kurang cari sendiri.

5.Uang saku, jika nggak ada nggak usah saku

6.Jika Papa nggak bisa nganterin dan ada kepentingan apa pun itu, tidak usah sekolah.

7.Kira nggak pelajaran, nggak usah sekolah buang-buang waktu.

8.Jika ada kegiatan di luar, usaha sendiri Papa nggak usah ikut campur.

9.Jika Papa senggang, Papa ambil rapormu. Kalau nggak, ambil sendiri.

10.Jika kamu sakit, sembuhin sendiri Papa nggak mau ikut campur. Kecuali Papa dipanggil dan di rumah, bila nggak. Tahan, atau pulang sendiri.

Setelah puas Rayyan membaca perjanjian itu, dia memandang adiknya yang sedang memainkan kelopak bunga mawar pemberiannya, Rayyan menghentikan pergerakkan tangan Angel sontak sang empunya nama berhenti lalu menatap sang kakak.

‘’Ada apa, Mas? Kaget lihat perjanjian itu? Aku sudah tanda tangan di atas materai, aku akan tepati janji tersebut,’’ kata Angel.

‘’Kamu sanggup?’’ tanya Rayyan.

‘’Sanggup nggak sanggup harus, Mas. Ini keputusanku,’’ jawab Angel.

‘’Aku tahu sekarang. Kamu sering telat, kamu jualan jajan di sekolah, dan banyak lagi yang kamu lakukan untuk bertahan,’’ ucap Rayyan, lalu mengenggam tangan kanan adiknya itu.

‘’Iya begitulah, Mas. Maafin Angel, ya. Aku sering ngerepotin, dijemput Mas Rayyan, bolak-balik. Mas Rayyan pasti capek. Mas Rayyan ikhlas ‘kan? Apalagi satu minggu ini Mas, Papa ke Surabaya dan aku sama Mas Rayyan terus,’’ kata Angel, dia sebenarnya tidak mau menjadi bebannya Rayyan.

Mendengar ucapan Angel, Rayyan menggeleng. Dia tahu Angel merasa menjadi bebannya.

‘’Aku ikhlas, Angel, karena aku kakakmu dan aku sayang sama kamu. Aku nggak capek, kok. Siapa, sih, yang capek jika itu juga satu tujuan? Ngerti maksudku? Tidak usah minta maaf, hidup memang nggak bisa diatur sesuai keinginan. Yang ada, usaha dan kehendak Tuhan atas doa-doa kita. Kamu kuat, kok, aku yakin itu,’’ jawab Rayyan.

‘’Jika hidup bisa diatur, kita nggak bisa merasakan sedih. Adanya senang terus dan kita tidak akan tahu artinya bersyukur. Aku masih bersyukur kok, Mas. Setidaknya aku dapat  merasakan fase putih abu-abu. Anggap ini beasiswa dari Papa yang telah aku sepakati. Kadang ingin protes, sih, sama Tuhan. Namun, aku yakin Tuhan akan siapkan yang indah nanti,’’ jawab Angel tersenyum.

Perkataan Angel membuat Rayyan tersentuh. Dia tidak habis pikir; tanggapan Angel terhadap papanya sangat positif, meski menurutnya itu sudah terlalu jahat. Rayyan pun tersenyum, tangan kanan itu beralih merapikan rambut Angel ke belakang daun telinga.

‘’Menurutku, kamu bukan menandatangani surat perjanjian beasiswa, deh, Ngel,’’ ucap Rayyan, setelah selesai dengan aktivitasnya.

‘’Lalu?’’ tanya Angel bingung.

‘’Perjanjian pra-SMA, ada materai dan stepel pula,’’ jawab Rayyan, lalu dia menepuk jidat.

Angel malah tertawa menanggapi hal tersebut. Setelah dia memasukkan kertas itu lagi ke dalam tasnya, Angel menghela napas.

‘’Anggap saja latihan profesional dalam bekerja sebelum bekerja sungguhan,’’ kata Angel.

‘’Kamu sudah nggak benci ‘kan sama Papa?’’ tanya Rayyan hati- hati.

‘’Tergantung Papa gimana dulu. Sering, sih, itu datang. Namun, cintaku dengan beliau lebih besar, kok, jadi aku bisa mengatasinya,’’ kata Angel.

‘’Ya, sudah. Kita lanjut belajar, ya,’’ ucap Rayyan, sengaja menyudahi obrolan itu agar adiknya tidak merasa sedih.

‘’Oke, tapi aku ke toilet dulu, ya?’’ ucap Angel, kemudian dia merangkak menuju wolkernya untuk berdiri.

‘’Mau apa?’’ tanya Rayyan, usai Angel berdiri.

‘’Pipis,’’ jawab Angel.

‘’Bisa? Nggak diantarkan Mama?’’ tanya Rayyan khawatir.

‘’Nggak. Bisa kok, Mas,’’ jawab Angel  lalu dia berjalan dengan wolkernya meninggalkan Rayyan sendiri.

Melihat adiknya pergi, Rayyan tersenyum tipis. Dia pun sadar, Rayyan kadang terlalu khawatir dengan Angel sebab adiknya itu unik dan istimewa.

*****


Bukan Yang SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang