N!TW---19: Pindah

36 23 119
                                    

“Aku selalu ada untuknya, Hans. Namun, aku kalah dengan tekanan itu,” ucap Wanti.

Mendengar kata “tekanan”, Hans tertawa sarkas lalu dia menghela napas.

“Mbak tertekan lalu melampiaskannya kepada Angel dan Flaya?” sanggah Hans.

“Tidak, Hans!” bantah Wanti.

Namun, sebelum Hans menjawab kembali, tiba-tiba handphone Wanti berdering. Telepon dari Isari rupanya. Dia meminta mereka segera balik ke rumah lama agar Isari tidak kesusahan mengurus orang tuanya.

Setelah sambungan telepon ditutup Isari secara sepihak, Wanti memandang Hans yang hanya terdiam.

“Hans, bantu aku beres-beres!” perintah Wanti.

Perintah sang kakak membuat Hans terkejut,  kemudian berdiri dari kursi.

“Kita pindah sekarang, Mbak?” tanya Hans memastikan.

Respons Wanti hanya sebuah anggukan. Namun, Hans tertawa mendapati hal tersebut. Sang lawan bicara pun heran.

“Kenapa tertawa?” tanya Wanti.

Setelah tawanya mereda, Hans menatap kakaknya lekat.

“Isari yang membuatmu ngalah ke sini? Berantem sama Mas Arka untuk dia? Katanya, Mbak Wanti yang nggak bisa ngurus mertua. Giliran diturutin, kamu lagi yang salah. Dikira mau ninggalin orang tua. Ini minta balik. Lebih betah di sini? Masalah ini ngorbanin Angel, lho, Mbak. Sadar nggak? Mertua Mbak juga ngusik urusan rumah tangga anak. Mertua Mbak ikut siapa? Jangan ngorbanin Angel lagi, Mbak. Angel sudah banyak kesakitan dengan cacian mertua Mbak. Angel manusia Mbak, bukan malaikat seperti namanya,” ucap Hans tidak menahan rasa sesak di hatinya.

Salsa yang melihat hal tersebut hanya sesekali mengelus pundak kanan Hans dengan lembut agar emosinya bisa terkontrol.

“Aku hanya melakukan yang terbaik, Hans. Nggak, mertuaku ikut Isari, bukan sama aku dan Mas Arka lagi,” ucap Wanti.

“Melakukan yang terbaik, nggak harus mengorbankan anak sendiri Mbak!” sanggah Hans. “Cukup, Mbak. Angel saja Flaya jangan.”

Wanti pun hanya terdiam dan meninggalkan Hans. Respons itu membuat Salsa menghela napas.

“Mbak Wanti juga bingung dengan masalah ini, Mas. Jangan beri banyak pertanyaan dulu, ya,” kata Salsa.

Mendengar perkataan Salsa, Hans tersenyum tipis.

“Dia bukan lagi bingung, Sal. Mbak Wanti hanya takut kehilangan Mas Arka dengan keadaan Angel. Makanya, dia bertahan meski sudah dikhianati Mas Arka berulang kali dengan perempuan yang sama pula,” sanggah Hans.

“Takut karena keadaan Angel? Maksudnya?” tanya Salsa bingung.

“Iya, Angel cacat ditambah Flaya yang lahir dengan fisik normal. Mbak Wanti juga nggak pumya pekerjaan setelah menikah dengan Mas Arka. Dia takut nggak bisa membiayai mereka,” jawab Hans. “Sana, gih! Bantu Mbak Wanti beres-beres, aku urus Angel dan barangnya juga. Jujur, aku nggak tega membangunkan dia.”

”Kamu mau bopong dia sampai rumah yang lama?” tanya Salsa.

“Iya, biar dia tidur di boponganku saja. Dekat pula cuma jarak enam rumah dari sini,” jawab Hans.

Sweet banget, sih, suamiku. Sama keponakan saja seperti itu, apalagi sama istri sendiri?” puji Salsa sembari mencubit kedua pipi Hans gemas lalu dia berlari meninggalkannya untuk membantu Wanti berberes-beres.

Melihat tingkah sang istri, Hans hanya tersenyum seraya meraba kedua pipinya yang sedikit merah, kemudian dia menuju kamar Angel.

*****

Di dalam kamar Angel, langsung saja Hans memberesi barang-barang Angel yang akan dibawa kembali ke rumah lama. Setelah selesai, dia duduk di tepi kasur sembari menatap wajah Angel yang ayu itu dengan sesekali mengelus rambutnya lembut. Meski dia tertidur pulas, tetapi pancaran tenangnya masih terlihat. Ketegaran gadis tersebut memang tidak bisa diragukan lagi.

“Jangan marah dengan takdir, ya, Ngel. Aku tahu kamu telah berusaha. Kita hanya manusia. Cuma itu yang dapat kita lakukan. Keputusannya mutlak di tangan Allah SWT,” gumam Hans sendiri dengan posis yang sama.”Yok, pulang! Rumahmu bukan di sini.”

Selesai berucap demikian, bergegas saja Hans membopong tubuh Angel dan membawanya keluar kamar. Ketika dirasa sudah beres semuanya, mereka mulai berjalan kaki menuju rumah lama Angel.

*****

Bukan Yang SalahDonde viven las historias. Descúbrelo ahora