N!TW---29: Ketelitian

45 21 109
                                    

Brama yang baru saja tiba di sekolah dan turun dari motornya. Dia langsung saja menyapa Krisna yang sedang berjalan sambil membaca buku paket ekonomi.

“Terima kasih untuk alamatnya Angel tadi malam,” ucap Brama. Dia berjalan beriringan dengan Krisna.

Krisna pun hanya mengiakan sembari masih fokus dengan bukunya.

“Angel kenapa, Kris? Dia mengapa sering menangis?” tanya Brama.

Pertanyaan Brama membuat Krisna berhenti berjalan. Dia menutup buku lalu menoleh ke arah Brama yang mengikutinya dan berhenti.

“Menurutmu?” tanya Krisna balik.

“Aneh saja. Dia cantik, selalu ceria. Eh, ternyata dia sering menangis. Hebat, ya, sandiwaranya?” kata Brama.

Keheranan Brama membuat Krisna tertawa lalu dia menepuk pundak kanan Brama.

“Maka dari itu jangan menambahi air matanya, ya,” ucap Krisna, kemudian dia pergi meninggalkan Brama.

Brama yang masih memandang kepergian Krisna tertegun tidak paham dengan perkataan Krisna, kemudian Brama pun beranjak ke kelasnya.

*****

Di sisi lain, Angel yang baru saja sampai di luar kota tiga jam yang lalu. Kini sedang duduk di ayunan depan rumah kakek neneknya. Dia merenung sembari memutar-mutarkan setangkai bunga mawar putih pemberian Brama tadi hingga Vivia datang pun tidak dia hiraukan. Vivia lantas mendengkus kesal akan hal itu.

“Kak, mikirin apa, sih?” tanya Vivia mengambil alih bunga yang ada di tangannya. “Bunga ini? Dari siapa? Kak Danu?”

“Vivia?” seru Angel kaget ketika dia sadar Vivia telah duduk di sampingnya. “Kok, nggak sekolah?”

“Pulang pagi. Kakek tadi telepon aku, katanya Kak Angel ada di sini. Langsung, deh, ke sini,” jelas Vivia. “Kak Angel baik-baik saja? Kak Angel masih sama Kak Danu? Bunga ini seperti ada maknanya buat Kak Angel.”

“Aku nggak baik-baik saja Via. Bukan soal Danu yang telah berakhir denganku dan bunga ini dari Brama,” cerita Angel.

Mendengar nama Brama, Vivia langsung teringat kepada dia yang diceritakan tentang cowok itu; cowok yang berhasil membuat kakaknya mencintai lagi setelah tujuh tahun dia cinta dengan Danu. Raut muka Vivia pun sangat senang sampai dia memeluk Angel erat. Angel  hanya membalas dengan tersenyum dan sesekali mengelus rambutnya.

“Kak Brama tahu belum?” tanya Vivia masih dengan posisi yang sama.

“Belum,” jawab Angel.

Jawaban kakaknya membuat Vivia melepas pelukan itu. Dia berdecak kesal lalu melipat kedua tangannya ke dada.

“Kok, gitu, sih, Kak? Nggak adil buat kamu, Kak,” sanggah Vivia.

“Aku mau tahu dulu ada apa dengan Brama, Vi. Dia mulai mendekatiku. Namun, aku ragu dengan pendekatannya,” jawab Angel.

Tangan Vivia segera menurun ketika mendengar hal itu. Dia tahu, meski kakaknya tidak sempurna dalam fisik, tetapi cowok sudah terlalu banyak yang penasaran padanya. Walau Angel tidak jatuh cinta, dia sering menolak ungkapan cinta. Karena Angel paham, cowok-cowok tersebut hanya penasaran padanya.

“Aku tahu Kak Angel nggak bakal luluh segampang itu. Meski orang tersebut, cowok yang Kak Angel cintai,” kata Vivia.

Angel hanya mengangguk merespons kata Vivia. Namun, tiba-tiba dia teringat akan puisi yang telah direvisinya untuk Vivia dan memberikannya. Mendapat kertas puisinya. Vivia tersenyum lalu membaca, puisi tersebut berbunyi:

³. Selukis Kabar

Selukis, apa kabar pemilik rindu?
Selukis itu mencarimu, baik bukan?
Tergerak lukisan, lalu melukis denganmu adalah keharusan
Lantas, mencampur catnya itu yang disebut genggaman
Namun, ketika itu basah dan tumpah
Lukisannya tak jelas
Maka apa kabar dengan itu?
Melukis, selukis lalu hasil itu nanti
Melepas dan lanjut

Bukan Yang SalahWhere stories live. Discover now