N!TW---31: Akan Tahu Nanti

20 4 0
                                    

Istirahat pertama pun tiba. Angel dan Via sudah duduk berhadapan di kantin, mereka sedang menunggu pesanannya. Namun, saat Angel mengecek handphone-nya dia sedikit terkejut karena ada Whatsapp dari Brama. Melihat keterkejutan sang kakak, Via pindah tempat duduk di samping Angel.

“Kenapa terkejut gitu, Kak?” tanya Via lalu dia mencoba menengok handphone Angel.

Setelah tahu itu pesan dari Brama, Via menutup mulutnya karena kaget. Dia tak menyangka wajah Brama sangat mirip dengan Fahmi.

“Itu yang namanya Kak Brama, Kak? Bukan Fahmi ‘kan?” tanya Via memastikan.

Respons Via membuat Angel menatap adik sepupunya itu dengan lekat. Dia pun menghela napas.

“Baru saja mau cerita, Vi, sudah keduluan,” ucap Angel.

“Bener, kalau Fahmi nggak pakai kaca mata seperti pinang dibelah dua. Foto profilnya menyakinkan,” jawab Via. “Sana gih! Dibalas dulu, Kak. Itu bentuk perhatian, lho. Hitung- hitung menghargai, jarang sekarang orang bertanya kabar.”

Akhirnya, Angel membalas pesan dari Brama. Brama pun di sana sedang online. Mungkin dia juga lagi istirahat pertama.

Angel

( Aku nggak apa Bram. Kenapa aku harus menghubungimu? )

Angel pun melihat setelah beberapa detik centang dua warna biru Brama mengetik.

Brama

( Syukurlah, harus dong kan aku khawatir. Kamu berarti bagiku Ngel )

Angel

(Terima kasih )

Brama

( Baik-baik di sana ya )

Angel

( Iya. )

Sesudah pesannya dibaca saja oleh Brama. Angel memasukkan lagi handphone itu ke saku seragamnya. Via yang tahu isi chat Angel dengan Brama merasa kesal sembari sesekali memakan bakwannya. Dia menghela napas.

“Dingin banget sama cowok, Kak. Menghangat dikit gitu napa, sih, Kak? Susah amat,” ucap Via.

Mengetahui Via kesal, Angel tertawa. Dia pun menghela napas akan hal itu.

“Via, Sayang. Aku memang bisa menghangat jika aku sudah mempercayai orang itu. Nggak susah, sih, sebenarnya. Hanya saja hati ini sudah ada cinta, Vi. Aku takut cinta ini makin tumbuh kalau aku cepat membuka diri dengannya,” jawab Angel.

Jawaban kakaknya membuat Via tersenyum. Dia tahu karakter Angel yang sangat hati-hati mempercayai orang.

“Kalau dengan Fahmi, Kak?” tanya Via.

Angel pun tertegun dengan pertanyaan Via. “Maksudnya?”

“Kakak percaya nggak sama Fahmi? Fahmi kagum, lho, sama Kakak,” kata Via.

“Sejak kapan?” tanya Angel.

“Sejak aku pertama kali ceritakan tentang Kakak ke dia,” kata Via.

“Ih. Kamu pasti melebih-lebihkanku jadi dia kagum,” sanggah Angel.

“Nggak, Kak. Aku cerita apa adanya tentang Kak Angel. Gimana, Kak? Percaya nggak dengan Fahmi?” kata Via mengulang pertanyaannya.

Angel pun tersenyum merespons pertanyaan sang adik. Dia beralih memandang Fahmi yang sedang mengobrol dengan teman-temannya tak jauh dari meja tersebut.

“Aku di sini sementara, Vi. Adabtasiku akan mudah jika tempat itu nyaman. Mungkin, aku tidak percaya sepenuhnya. Namun, aku … berharap pertemuan yang tak terduga ini. Ada maknanya yang berarti nanti,” jawab Angel.

Tangan kanan Via pun langsung mengenggam tangan kanan Angel yang ada di atas meja.

“Fahmi cowok baik, kok, meski dia sering sakit,” kata Via setelah melepas tangan kakaknya.

Mendengar kata ‘‘sakit’’, Angel menoleh. Pasalnya, Fahmi tidak menunjukkan tanda-tanda sakitnya.

“Kenapa, Vi?” tanya Angel. “Sakit apa?”

“Kanker otak. Sepertinya, Kak Angel punya arti besar buat Fahmi,” jawab Via.

Asstagfirullah. Kok, gitu?” tanya Angel heran.

“Iya. Fahmi nggak mau dekat sama siapa pun. Aku saja, hanya ketika menceritakan tentangmu, Kak, kalau nggak, ya, udah dia jadi dingin. Coba tanya, deh. Kak Angel adalah perempuan pertama yang Fahmi sapa duluan,” ucap Via.

Mendadak perkataan Via membuat Angel penasaran dengan cowok yang bernama Immanuel Fahmi itu. Jujur, Fahmi sangat berbeda dengan Brama walau pun tak ada niat sama sekali untuk membandingkan keduanya.

Akhirnya, pesanan Via dan Angel datang lalu mereka segera menyantapnya. Karena Angel, ingin mengunjungi perpustakaan utama SMA Nawang Langit. Meskipun bukan sekolah negeri, SMA Nawang Langit fasilitasnya cukup elit.

*****

Di sisi lain Brama yang masih duduk di kursi taman sekolah bawah pohon menghela napas setelah mendapat balasan Whatsapp dari Angel tadi. Dia merasa lega Angel baik-baik saja di sana. Namun, ketika dia sedang tersenyum sendiri, Nadinia datang dia langsung duduk di samping Brama. Dia pun hanya menoleh sejenak melihat kehadiran Nadinia.

“Hai, mantan. Ada apa?” tanya Brama.

“Mantan, mantan. Iya, sih, memang kamu mantan pacarku. Mantan yang paling---“

Nadinia pun tertegun ketika jari telujuk Brama menempel di bibirnya.

“Mantan paling indah,” kata Brama melanjutkan perkataan Nadinia,  sesekali tertawa.

Mendapati jari telunjuk Brama masih menempel di bibirnya segera saja Nadinia melepaskannya. Dia mendengkus kesal akan hal itu. Respons Brama pun masih tertawa juga.

“Mantan terindah dari mana? Adanya, mantan paling ngeselin, tahu nggak?” sanggah Nadinia kesal.

“Ngeselin tapi ngangenin ‘kan?” sahut Brama.

“Gombalanmu basi, Bram. Sudah. Aku mau tanya. Ketemu kamu, tuh, bukan kangen,” kata Nadinia.

Jawaban Nadinia membuat Brama menghela napas lalu dia menatap wajah Nadinia lekat.

“Ada apa, Ndin?” tanya Brama.

“Kamu sayang sama Angel, Bram?” tanya Nadinia to the point.

“Kenapa? Cemburu?” ledek Brama.

“Ih. Pede,” sanggah Nadinia.

“Lalu?” tanya Brama penasaran.

Kedua tangan Nadinia pun memegang pundak Brama ketika dia telah merubah posisi duduknya menyamping. Brama pun mengikuti hal itu sehingga mereka saling berhadapan sekarang. Nadina menunduk, setelah menghela napas dia menatap Brama dengan lembut.

“Aku nggak peduli perasaanmu terhadap Angel seperti apa. Namun, Bram, aku mohon. Jangan menambah luka di hatinya, ya?” pinta Nadinia.

“Kenapa, Ndin?” tanya Brama.

“Kamu akan tahu jawabannya jika Angel bisa percaya denganmu, Bram. Aku minta, ini bukan demi apa pun. Namun, dari hatimu, ya, Bram. Aku tahu, kamu cowok yang baik,” ucap Nadinia masih menatap Brama.

“Iya. Aku akan lakukan itu,” jawab Brama dia membalas tatapan Nadinia.

“Terima kasih. Angel sangat berarti bagiku, Bram. Semoga kamu mengerti. Sudah, itu saja. Aku pergi dahulu, ya?” pamit Nadinia menepuk pelan kedua pundak Brama, kemudian dia benar-benar pergi.

Brama hanya tertegun menatap kepergian Nadinia. Dia tersenyum. Alangkah istimewanya Angel sehingga hatinya pun tak tahu ada rasa apa dengan cewek tersebut.

*****

Bukan Yang SalahTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon