N!TW---34: Percuma

12 4 0
                                    

Angel telah duduk di ruang tamu. Dia sengaja menjauhkan diri dari sang mama agar emosinya tak semakin memuncak. Ketika Angel sedang mengatur napasnya, tiba-tiba Via datang lalu dia duduk di samping Angel. Melihat kakaknya seperti itu, Via hanya bisa mengelus pundak kanan Angel.

“Nggak ada hasil,ya, Kak?” tanya Via setelah Angel sedikit tenang.

“Ada. Mama emosi. Benar ‘kan kataku, Vi? Kehadiranku malah menambah beban baginya,” balas Angel.

Via yang mendengar hal tersebut cuma menghela napas.

“Apa yang Kak Angel lakukan?” tanya Via.

“Jalani, Vi. Jika pergi. Itu tidak mungkin, akhirnya, ya, ini.” Angel pun menghela napas berat usai berkata demikian.

Namun, sebelum Via menjawab lagi. Wanti datang. Dia meminta Via pergi terlebih dahulu. Setelah dia pergi, Wanti duduk di samping Angel lalu menyentuh pundak kanan Angel, tetapi pemiliknya malah sedikit menghindar.

“Ma, jangan sentuh aku. Angel takut kalau Mama masih emosi, mending Mama kontrol dulu baru kita bicara,” ucap Angel.

“Mama boleh minta maaf?” pinta Wanti.

“Minta maaf apa, Ma? Mama nggak salah, Angel malah yang nggak tahu diri sebagai anak,” jawab Angel.

Deg!

Pernyataan Angel membuat Wanti tertohok lalu dia memeluk Angel. Angel pun ingin berontak, tetapi pelukan sang mama lebih kuat darinya.

“Lepasin Angel, Ma. Angel nggak mau dipeluk! Toh, Mama biasanya juga nggak pernah meluk aku. Terus, apa arti pelukan ini, Ma?” Justru malah menambah rasa bersalahnya Angel. Angel nggak guna untuk Mama! Angel buat Papa selingkuh! Angel cacat! Angel ngerepotin! Angel anak dur---“

Stop, Angel! Cukup. Mama sakit mendengarnya,” sanggah Wanti membentak.

“Angel lebih sakit ketika Mama dilukai Papa. Angel mati dalam hidup, Ma,” ucap Angel dalam tangisannya yang semakin menjadi bahkan suara pun sudah serak.

“Mau kamu apa, Ngel?” tanya Wanti.

“Mama bahagia,” jawab Angel.

“Mama bahagia sama Papa. Kamu nggak mau?” balas Wanti.

“Bohong! Bahagia itu tidak disakiti dan menyakiti. Lalu apa Mama-Papa kalau nggak keduanya? Apa itu disebut bahagia? Atau Mama yang bodoh?” sanggah Angel sembari menatap mata Wanti, yang kini mereka saling berpandangan.

Plak!

Wanti menampar pipi kanan Angel. Angel pun refleks menyentuh pipinya yang terasa perih.

“Kamu yang bodoh, Ngel! Tidak menghormati orang tua,” sanggah Wanti.

Sanggahan Wanti membuat Angel melepas tangan dari pipinya lalu dia menatap mamanya lagi.

“Oke, baik. Angel mau menuruti keinginan Mama. Sudah, Ma. Angel capek mau istirahat,” pamit Angel lalu dia meninggalkan Wanti ke kamarnya.

Tamparan yang dilakukan Wanti tadi membuat dia menitihkan air mata lagi. Mengapa dia melakukan itu pada anaknya sendiri?

*****

Akhirnya, setelah mandi dan menangis di toilet, Angel merebahkan badannya di kasur. Dia menatap langit-langit kamar. Pikiran tersebut melayang, bingung ingin menyikapi bagaimana untuk mamanya. Di satu sisi lain, Angel mau sang mama pisah dengan papanya agar tak disakiti terus. Namun, sisi lain lagi dia tak berhak akan hal itu; hal yang mestinya keputusan mutlak bagi kedua orang tuanya yang lebih paham.

Saat Angel masih berpikir tiba-tiba ada yang masuk kamar dan duduk di samping Angel---dia adalah Salsa yang baru saja pulang dari konter tempat kerjanya.

“Masih emosi, Ngel?” tanya Salsa sesekali mengelus lengan Angel.

“Sedikit,” jawab Angel.

Setelah Angel menjawab, Salsa pun beralih posisi merebahkan badannya juga.

“Orang tua itu kalau disebut egois. Pasti, Ngel. Namun, kalau kita berontak tanpa memandang dua sisi itu lebih egois,” ucap Salsa.

Mendengar hal itu, Angel yang awalnya mengadahkan kepala sekarang menjadi menoleh kea rah Salsa.

“Mbak Salsa tahu pertengkaranku dengan Mama tadi?” tanya Angel. “Maksudnya, Mbak? Kenapa lagi-lagi anak yang salah?”

“Tahu dan bukan tentang siapa yang salah juga. Namun, tentang memahami,” jawab Salsa.

“Memahami apa, Mbak? Angel nggak ngerti,” kata Angel menggeleng.

*****

Bukan Yang SalahWhere stories live. Discover now