N!TW---36: Hening

12 4 0
                                    

Seperti biasa Angel dan Via telah bersiap pada pukul tujuh pagi. Selesai sarapan mereka langsung saja berangkat sekolah lalu sesampainya di sana mereka bertemu dengan Bu Molek yang tiba-tiba mencegat.

“Ngel, hari ini kamu harus mengikuti pelajaran tambahan untuk olimpiade matematika dan geografi, ya, menggantikan Fahmi,” pinta Bu Molek.

Angel dan Via pun yang masih duduk di atas motor terkejut dan Via menyahut.

“Memangnya Fahmi ke mana, Bu?” tanya Via.

“Sakitnya kambuh lagi, Vi. Dia bakal lama di rumah sakit dan tidak memungkinkan untuk mengikuti olimpiade,” jawab Bu Molek.

Mendengar hal itu Via menghela napas lalu dia memandang sang kakak yang ada di belakangnya.

“Bagaimana, Kak? Kak Angel sanggup?” tanya Via.

Pertanyaan Via membuat Angel tersenyum lalu beralih menatap Bu Molek.

“Saya sanggup, Bu. Bismillah,” jawab Angel.

Kesanggupan Angel membuat Via tersenyum juga. Dia tahu kakaknya bakal sanggup jika dia memang benar-benar bisa.

“Terima kasih, Angel. Mulai besok kita belajar setelah pulang sekolah, ya,” pinta Bu Molek.

Angel pun hanya merespons mengangguk. Namun, baru saja Angel akan dibantu Bu Molek dan Via turun motor. Handphone Bu Molek berdering ternyata telepon dari orang tua Fahmi. Sang ibunya yang ada di ujung sana meminta cewek bernama Angel segera ke rumah sakit Niskala karena Fahmi mencarinya.

Setelah menutup telepon, Bu Molek langsung mengantarkan Via dan Angel ke rumah sakit. Sengaja beliau menggunakan mobil agar wolker Angel bisa dibawa dalam bagasi. Selama di perjalanan Angel pun merasa gelisah, perasaan itu sangat tidak karuan.

*****

Setibanya di rumah sakit Niskala, Angel disambut oleh Abi dan Emi---orang tua Fahmi. Emi pun langsung memeluk Angel walau dia masih berdiri dengan wolkernya. Emi menangis dalam pelukan Angel dan empunya hanya membalas pelukan tersebut dengan tangan kanan.

“Pasti kamu yang bernama Angel ‘kan, Nak? Beberapa hari ini Fahmi sering bercerita tentangmu,” ucap Emi.

“Iya, Ibu. Saya Angel,” jawab Angel.

“Terima kasih telah memberi semangat hidup anak saya. Meski dia harus menyerah juga, ketegaran hatimu, senyummu adalah kekuatan baru dalam hidupnya,” kata Emi.

Deg!

Angel terkejut dengan perkataan Emi. Selama ini hidup Angel berasa sia-sia tak ada gunanya. Ternyata ada juga yang menjadikan dirinya berharga, kemudian Angel pun melepas pelukan tersebut.

“Fahmi, baik-baik saja ‘kan, Bu?” tanya Angel.

Emi pun mengelus pipi kanan Angel dengan lembut dia lalu tersenyum.

“Dia selalu bilang baik-baik saja, Ngel. Walau rasa sakit di kepalanya terus ada sejak penyakit itu ketahuan bahkan dia tetap membanggakan kami,” jawab Emi selesai melakukan itu kepada Angel.

“Boleh saya menemui Fahmi, Bu?” tanya Angel.

“Ayo! Ke ruang ICU saya antarkan,” ajak Emi.

Setelah memakai baju berwarna hijau, Angel dituntun oleh Emi dan Abi menuju brankar Fahmi di sana pun banyak sekali alat medis yang membantu menopang kerja tubuhnya, tak terkecuali oksigen yang terpasang di mulutnya. Fahmi pun hanya berbaring dan menutup mata.

“Kamu sambil duduk, ya? Bicara berdua dengan Fahmi, kamu yang dia butuhkan,” ucap Emi. Usai Angel duduk di kursi, Abi dan Emi pun keluar ruangan setelahnya.

Saat Angel benar-benar berdua dengan Fahmi, dia mulai meraih tangan kanan Fahmi untuk dia genggam lalu Angel sentuhkan ke pipi kanannya.

“Fahmi, kenapa kamu suruh aku menggantikanmu? Tahu nggak, Mi? Ini aku berasa dadakan banget. Padahal aku tidak begitu mahir dalam matematika,” ucap Angel sesekali tersenyum.

Tidak ada jawaban, hanya hening yang Angel rasakan. Walau begitu, Angel berbicara lagi.

“Jangan hening, Fahmi. Banyak orang yang nggak suka dengan hal itu,” kata Angel.

*****

Bukan Yang SalahWhere stories live. Discover now