N!TW---39: Pertama dan Terakhir

26 5 0
                                    


Untuk Kak Angel

Hai, Kak Angel. Badan aku mulai lelah, nih. Karena aku nggak mau hari-hari berikutnya, aku tidak bisa bertemu kamu lagi.
Aku hanya ingin menuliskan.
Sulit pasti menerima diri sendiri, ya, Kak?Aku tahu dari Via, tetapi kakak hebat, lho. Tetap berjuang, ya, Kak, walau sakit?
Hidup mungkin, tidak sesuai harapan kita. Namun, kita masih diberi itu. Selalu bersyukur, ya, apa pun yang terjadi.


Immanuel Fahmi

Angel mendekap kertas itu dan menangis setelah membacanya. Satu jam sudah berlalu ketika Angel pulang dari sekolahnya dan selesai salat asar di kamar. Iya, dia menangis bahkan berkali-kali. Mengapa Tuhan selalu mengujinya dengan patah hati?

Namun, ketika dia masih mendekap kertas tersebut dan menangis, tiba-tiba Via datang mengejutkannya. Via kaget melihat Angel menangis dan di sisi lain dia juga ragu untuk menyampaikan sesuatu. Angel pun yang mengetahui gelagat itu mengerutkan kening heran. Setelah menghapus air matanya, dia tersenyum.

“Via, ada apa?” tanya Angel.

“Ada yang datang, Kak,” jawab Via akhirnya membuka suara. “Brama. Kak Angel sanggup menemuinya?” tanya Via.

Deg!

Jantung Angel berdegup mendengar hal itu. Dia heran mengapa Brama tahu alamat rumah kakek neneknya? Usai melipat kertas tersebut dan meletakkan di atas kasurnya. Angel bergegas menemui Brama keluar kamar dengan wolkernya, begitu pula Via yang menyusul.

*****

Ketika Angel sudah menemukan Brama duduk di ayunan depan rumah, Via pamit pergi. Dia tahu, kakaknya tersebut butuh bicara berdua dengan Brama.

Angel sudah duduk di samping Brama. Brama pun sudah tahu. Namun, dia masih setia memandang banyak bunga daisy yang terhampar di depannya.

“Kamu kenapa tahu rumah ini?” tanya Angel membuka obrolan.

“Karena rindu membawaku ke sini,” jawab Brama masih dengan posisi yang sama.

Jawaban Brama membuat Angel tertawa, respons Angel tersebut mendadak mengalihkan pandangan Brama dari ke depan beralih menoleh kepadanya.

“Kenapa tertawa?” tanya Brama heran.

“Ada apa dengan rindu, Bram?” tanya Angel balik ketika tawanya sudah mereda.

“Ada kamu,” jawab Brama.

“Kenapa aku, Bram?” tanya Angel.

“Iya. Ada kamu di sini. Apa kabar?” tanya Brama pula.

Pengalihan Brama agar tidak ditanyai lagi membuat Angel tersenyum.

“Sedang tidak baik-baik saja. Namun, mencoba baik,” jawab Angel.

“Jangan pura-pura, Ngel. Kenapa?” tanya Brama ingin menyentuh pipi kanan Angel, tetapi si pemiliknya menghindar.

Sadar akan hal itu Brama tersenyum dan berkata,” Maaf.”

“Tidak apa, Bram. Jika aku tidak berpura-pura, Bram aku nggak akan hidup,” jawab Angel.

“Capek nggak, sih, berpura-pura terus?” tanya Brama.

“Capek, tetapi harus,” jawab Angel.

“Kalau capek istirahat,” balas Brama.

“Mati?” tebak Angel.

Mendadak jawaban Angel membuat Brama jantungan. Padahal maksudnya bukan itu. Dia pun menghela napas dan menatap mata Angel dalam.

“Nggak semuanya istirahat itu mati, Ngel,” sanggah Brama dengan tersenyum.

“Lalu? Bukannya istirahat total manusia dalam hidup itu kematian?” balas Angel.

Brama menggeleng akan hal tersebut.

“Iya, itu betul. Namun, jika belum mati istirahatnya bersyukur pelan-pelan meski sulit,” jawab Brama.

Respons Angel tertawa dengan omongan Brama.

“Kamu ngomong begitu. Brama sudah bersyukur belum?” tanya Angel.

“Belum, sih. Namun, aku terus mencobanya,” jawab Brama.

Namun, sebelum Angel menjawab lagi. Wanti datang membawa minum dan camilan untuk mereka.

******

Bukan Yang SalahWhere stories live. Discover now