1

387 33 5
                                    

Kencangnya angin tak selalu menjadi penghalang, rintikan hujan selalu menyelimuti angan. Begitupun saat ini, ku terpaku diam menatap langit, angin kencang itu seakan menyuruhku mundur, rintik hujan tak lupa andil menambah ke putus asaan.

"Aku datang sayang" Di depan makam ini aku selalu berlagak tegar, meski angan terus berperang ingin rasanya ku menyerah.

Tak ada jawaban dari rumput rumput yang bersemayam, hangatnya tetap namun tak nampak, aku merindu sosoknya.

"Bukankah kau suka ku panggil begini? Lantas mengapa kau tak kunjung bangkit, aku selalu menunggumu disini"

Author POV.

Batu nisan itu tampak tua namun selalu terawat seakan pemuda di hadapannya ini tak membiarkannya lapuk.

Entah apa yang di pikirkan pemuda tampan itu, ia terus berceloteh menggunakan sesuatu. Seperti orang gila ia selalu menginginkan kekasihnya itu bangkit, padahal jika dipikir-pikir hal itu tak mungkin terjadi.

Disini tempat terakhir bersama meskipun penuh kata indah namun disinilah mereka mengubur luka.

"Kalian selalu indah, dulu ada yang bilang bahwa keindahamu tak ada apa-apanya dibandingkan denganku. Namun lihatlah keadaanku sekarang, yang tak akan cukup bila harus di bilang baik, semua telah hilang usai kepergiannya" pemuda itu menatap lurus langit yang memamerkan keagungannya, menitikkan air hujan begitu derasnya. ia tetap bertahan meski dingin merambat ke jiwa.

Pria itu memasuki tendanya, di samping nisan di antara hamparan rumput.

"Aun kau kedinginan nak?"setelah menganti bajunya yang basah, ia segera mendekat seorang anak yang bergetar kedinginan di dalam tenda.

isakan kecil menyambut telinganya.

"Papa"

"Papa disini nak" Hiru menepuk-nepuk pelan tubuh mungil itu, menyalurkan kehangatan yang tersisa dalam tubuhnya.

"Dady jahat, meninggalkan kita sendiri begini"bagai anak kecil yang mengasuh bayinya Hiru belum benar-benar Dewasa, hidupnya bagai taman bermain yang di luluh lantahkan. ia yang selalu dimanja kini di tinggalkan, hampir tak ada harapan baginya, namun malaikat kecil kini berada disini menahannya untuk melakukan hal di luar kendali.

Dia Hiru Anggara, ia mengasuh anaknya seorang diri, setelah di tinggal pergi sang kekasih, kekasihnya meninggal karena komplikasi. Hiru pemuda hebat meski kadang mengeluh namun dirinya tak menyerah, Demi putranya itu.

Esok hari telah tiba sunrise terpapang di depan mata.

"Papa, cantik"Hiru tersenyum hangat, sehangat mentari di pagi ini.

"Iya cantik awannya"

"Bukan awannyaa......"

"Lha terus apa?" Hiru tampak kebingungan melihat reaksi sang anak

"Papa yang cantik, lebih cantik dari sunrisenya" Hiru terpaku, kata-kata itu, bagai de Javu, Nani mendengar dari mulut sang anak.

"Daddymu dulu juga bilang begitu"

"Hahaha benarkah?"

"Iya" perlu kalian ketahui aun kini berusia sekitar 9 tahunan, namun berkat pola asuh yang tepat ia dapat tumbuh menjadi anak yang pintar.

"Apakah papa masih mau menginap disini lagi?" Napat bertanya karena memang biasanya Hiru selalu mengajaknya mendaki ke makam sang ayah dan menginap sampai beberapa hari disana dengan catatan waktu Napat liburan.

Memang berbeda dari makam lain, makam Dew ayah Napat tepat berada di puncak gunung, tentu saja bukan gunung biasa, gunung ini adalah milik keluarga nya, namun beberapa tahun lalu semua keluarga yang di tinggalkan oleh Dew tiba-tiba mendapat serangan dan terbantai dalam satu malam kecuali Hiru dan Napat. Entah keberuntungan macam apa yang mereka dapat namun semua itu nyata, mungkin karena hanya mereka berdua yang Tek terlibat dalam dunia gelap yang dimasuki semua anggota keluarga Dew sehingga mereka tidak di masukkan ke daftar target, entahlah Hiru pun tak tau tentang itu.

Kini Hiru lah yang mengelola semua usaha mereka namun tak termasuk dalam pasar gelapnya. Sering sekali Hiru berhadapan dengan masalah yang dia sendiri tak tau cara menyelesaikannya namun entah bagaimana semua bisa terselesaikan dengan mudahnya, kadang Hiru merasa ada seseorang yang membantunya di belakang, namun tak ada satupun petunjuk yang dapat membuktikan kecurigaannya, sungguh sangat aneh.

____________

Mobil hitam mulai memasuki pekarangan rumah megah, memang mereka bukan yang pertama, namun lihatlah dunia selalu memandangnya ada.

"Papa"

"Hm?"

"Apakah Papa sudah mendapat Pria baru?"

"Heh bocah apa yang kamu katakan?"

"Lah abisnya papa tak seperti biasanya, biasanya papa lebih dari satu hari berada di dekat Daddy, terus mengapa sekarang baru satu malam Papa memutuskan untuk pulang?"

"Hai nak dengarkan Papa mu ini, selamanya tak akan ada yang bisa menggantikan posisi Daddy mu, jadi jangan kamu mikir yang aneh-aneh, emang kamu mau kedinginan seperti tadi malam?"

Napat hanaya tersenyum kecil, beginilah Papanya, yang selalu mengajarkan ketulusan dan mampu membaut ya tersenyum.

"Apakah Papa tau?"

"Ga tau"

"Istttt.....papa dengarkan Aun duluu"

"Iya iya ada apa?"

"Tadi aku melihat Daddy di pom bengsin"

"Apakah menurutmu lucu Napat?" mati sudah dirinya, Jika Hiru sudah menyebutkan nama depannya berarti Hiru benar-benar marah kepada anaknya ini.

"Serius pa, Aun ga bohong"

"Ah sudah lah, mungkin efek kecapean"

Napat masih mengingat wajah Daddy Nya karena Hiru selalu menunjukkan dan memajang Foto sang Daddy di setiap sudut ruangan.

___________________________

Hari-hari berlalu tak di sangka kini Napat telah berusia 14 tahun, sementara itu Hiru selalu di hantui dengan masalah pekerjaan, dan jangan lupakan Napat yang sedang berada di masa pertumbuhan, tak heran jika ia terus berbuat nakal dan menyusahkan Papanya.

"Napat berhentilah berbuat nakal, aku sangat lelah" lagi dan lagi Hiru mendapat laporan dari guru tempat Napat sekolah, bahwa anaknya ini bertengkar dengan temannya.

"Maafkan aku pa"

Hiru berlalu pergi menuju ke kamar, ia ingin segera mengistirahatkan badannya meninggalkan anaknya yang sedang tertunduk dalam.

Brak....

Hiru benar-benar lelah

Isakan pelan mengalun merdu dari bibir bergetar itu, Hiru lelah. Setiap hari ada aja masalah yang menghampirinya, ia ingin menyerah, namun apakah semuanya akan tetap baik-baik saja jika dia benar-benar menyerah?

"Deww.....aku lelah, aku ingin bersamamu" Hiru menatap foto sang kekasih yang terpajang di figura besar di dalam kamarnya, setidaknya dia bisa membesarkan Napat terlebih dahulu sebelum akhirnya menyusul sang suami.

Tok.....tokk.....

Hiru terperanjat, ini sudah tengah malam, yang pastinya Napat sudah terlelap tidur, lantas siapa yang mengetuk pintu ini?

Ceklek

Seakan beku, Hiru terpaku menatap pria di hadapannya.

_______________

Haiiii........

I'm back.....gimananih ceritanya? Mau lanjut ga??

Jangan lupa vote yaaaa, kalo banyak yang vote nanti aku lanjut😁

Sekedar info usn ku udah ku ganti jadi effiyy, akun tiktok ku juga jadi @effiyyj 🙏

Jangan lupa follow 👍

A Substitute Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu