Call Me Miyuki

2 0 0
                                    

Di sebuah padang rumput yang luas, seorang sedang berjalan di sebuah jalan setapak dengan langkahnya yang lunglai. Hidung kecilnya bernafas dengan cepat disertai mulut mungilnya yang terengah-engah, menunjukkan betapa jauh perjalanan yang telah dilaluinya sehingga membuatnya terlihat sangat lelah. Rambut hitamnya yang panjang melambai-lambai dimainkan oleh angin. Langit biru yang bersih tanpa awan menjadikan terik matahari yang kini berada tepat di atas kepalanya terasa lebih panas baginya. Hakama putih berlengan pendek dengan rok setinggi pangkal paha berwarna ungu yang dipakainya meiliki banyak celah bagi matahari untuk menjmah kulitnya yang bersih. Ia hanya memakai stocking setinggi lutut dan masih menampakkan pahanya yang mulus.

Keningnya yang ditutupi oleh poni terus mengalirkan keringat sampai-sampai mata indahnya terus ia kedipkan agar dapat melihat jalan di depannya dengan jelas. Dia telah menutupi kepalanya dengan topi caping, namun itu tidak mengurangi hawa panas yang dirasakannya. Katana bersarung ungu yang terikat di pinggangnya pun mulai terasa berat untuk dibawa olehnya. Gadis yang tengah berjalan di jalan yang tak berujung ini telah memilih jalannya. Jalan sebaigai seorang pendekar pedang tanpa pemilik. Mereka menyebutnya Ronin. Perkenalkan, gadis itu bernama Miyuki Rin. Dan gadis itu adalah aku. Salam kenal.

-_-

"Panasnya," keluhku sambil menatap matahari yang teriknya luar biasa.

Memang sudah cukup lama aku melangkahkan kakiku di padang rumput ini. Sampai-sampai kakiku rasanya pegal sekali. Sesekali aku menoleh ke belakang, berharap ada sebuah gerobak yang dapat membawaku kemanapun ia pergi. Namun harapanku sia-sia, karena sepanjang aku menapakkan kaki di padang rumput ini, tidak ada satu orang pun apalagi kendaraan yang lewat. Biginilah nasib ronin. Hanya bisa mengandalkan kaki sendiri kalau ingin tidak merepotkan orang lain.

Akhirnya, aku memutuskan untuk beristirahat sejenak ketika melihat sebuah pohon besar nan rindang dan kaya akan buah yang sudah masak. Beruntung sekali, karena perutku juga sedang kosong. Segera aku melompat ke atas salah satu dahannya dan mengeluarkan katana-ku lalu mengayunkan bagian belakangnya agar mendapatkan buahnya tanpa memotong dahannya. Sontak buah-buah itu berjatuhan seperti hujan. Lalu aku memakan buah-buah itu sambil bersandar santai di pohon itu. Mungkin, pohon ini satu-satunya pohon yang berdiri di hamparan padang rumput ini. Karena sejauh perjalananku melewati padang rumput ini, aku tak melihat ada satupun pohon pun selain pohon ini. Ketika perutku sudah penuh dengan buah, perlahan rasa kantuk datang. Aku pun memutuskan untuk tidur sejenak. Mengembalikan tenaga untuk melanjutkan perjalanan.

Saat aku membuka mata, langit mulai menampakkan warna kemerah-merahan. Hari sudah senja. Aku meregangkan otot-ototku, lalu segara beranjak untuk melanjutkan perjalanan. Setelah berjalan cukup lama, akhirnya pemandangan padang rumput berganti dengan hutan pinus yang tinggi menjulang. Tadinya aku berpikir lebih baik berjalan di hutan daripada di padang rumput karena lebih sedikit matahari. Namun kali ini aku sedikit tidak mengharapkannya karena hutan lebih mencekam ketika malam daripada saat di padang rumput. Maka dari itu aku harus bergegas menemukan wilayah pemukiman agar dapat tidur dengan nyenyak tanpa harus diganggu oleh makhluk malam, terutama serangga.

"Aku sangat berharap semoga ada penginapan di balik hutan ini," gumamku, setengah mengeluh.

TOLONG!!!

Baru beberapa langkah memasuki hutan, sebuah terikan minta tolong terdengar dari arah hutan. Dengan segera aku merengsek maju untuk mencari sumber suara tersebut.

Di balik semak-semak, aku mendapati seorang wanita muda berpakaian kimono sedang dikerumuni oleh tiga bandit bertopeng. Yang menggunakan topeng menangis memiliki tubuh hampir sama denganku. Sepasang bilah pedang terpasang di punggunya. Di lihat dari sarungnya, pedang itu merupakan pedang melengkung yang biasa digunakan oleh masyarakat daerah timur tengah. Seperti katana yang merupakan pedang khas Jepang, pedang yang mereka buat memiliki keunikan sendiri. Yakni memudahkan penggunanya untuk menjatuhkan pedang lawan dengan memanfaatkan lengkungan pedang tersebut. Dengan gerakan tertentu, pedang itu mampu melukai tangan musuh sehingga senjata yang dipengannya lepas dari tangannya.

Yang satunya lagi bertopeng pusing. Dia terlihat seperti kakek tua yang tubuhnya sudah ringkih dan akan bergetar bila tubuhnya digerakkan. Punggunya saja sudah bungkuk, sehingga ia perlu menyangganya dengan sebuah tongkat, yang ia ganti dengan sebuah katana. Janggut putihnya yang dibiarkan memanjang di bagian tengah membentuk runcing di bawah dagunya. Dan yang terakhir bertopeng iblis. Tubuhnya yang paling besar dari yang lain. Sebilah katana juga terpasang di sebelah pinggangnya.

"SIAPAPUN, TOLONG!!!" teriak wanita itu sekali lagi.

Si topeng iblis meninju pohon yang berada di belakang wanita itu. "Hentikan itu!" bentak si topeng iblis. "Percuma saja kau berteriak minta tolong. Tidak ada orang yang akan menemukanmu, apalagi menolongmu."

"Kaulah yang harus berhenti menyuruhku diam," Wanita itu balik membentak. Ia membentak lebih keras daripada lawannya, seperti seorang istri yang memarahi suaminya karena pulang terlambat tanpa membawa alasan yang jelas.

"Bos, sepertinya akan sulit memintanya untuk menyerahkan diri," rengek si topeng menangis. Dia merengek seperti anak kecil yang minta dibelikan es krim di saat kedua orang tauanya tengah cekcok masalah keluarga.

"Wanita muda, wanita muda," gumam si topeng pusing. Kata itu terus diucapkannya seolah itu adalah sebuah mantra yang membuatnya bertambah sakti.

"Diam kalian semua!" teriak si topeng iblis pada kedua anak buahnya itu, lalu kembali menatap tajam ke wanita yang ada di depannya tersebut. "Aku hanya akan mengulanginya sekali. Ini peringatan terakhir. Kalau kau tidak ingin bergabung dengan kami, maka aku tidak akan segan membunuhmu sekarang juga."

"Kau tidak akan berani melakukan itu." Wanita itu menampakkan seringanya, tanda ia menantang.

Mendengar jawaban dari wanita itu, si topeng iblis tampak sangat marah, meskipun aku tidak dapat melihatnya karena wajahnya yang tertutup topeng. Sontak tangan kanannya teracung dan memukul wanita itu sampai jatuh tersungkur.

Baiklah, ini sudah keterlaluan. Aku sudah tidak sanggup menahan diri untuk menghukum orang-orang ini. Tak peduli apapun masalah mereka, seorang Perempuan tidak layak menerima perlakuan kasar, apalagi sampai dipukul hingga ia jatuh tersungkur.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 13 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Wondering Beautiful RoninWhere stories live. Discover now