Part 27;I'm not a psychopath

17.5K 866 14
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejaknya🖤


27.I'm not a psychopath

Atlantik yang sedang sibuk bermain game, meluangkan waktu singkatnya, melirik Elara yang sedang berbaring disebelahnya. "Ra, udah bobo?"

"Udah." Elara menjawab dengan mata terpejam.

"Udah, tapi nyahut?"

"Dari dalam mimpi."

"Jangan ngaco."

"Woy Atla! Lo ngapain? Karakter lo diem bae. Turret nya jaga! Bisa kalah nih kita." Suara Rajendra yang menjadi salah satu teman mabarnya, menginterupsi dari seberang sana.

"Bentar, ngurusin bini dulu, gak bisa tidur dianya."

"Ck, seketika jiwa jomblo gua meronta-ronta!"

"Jen? Apa gua lamar Helen aja? Gimana menurut lo?" Yang satu ini suara Yesa.

"Ini lagi satu. Kalo pahala lo udah gede, gapapa Yes gapapa. Biar lo tenang di sisi Tuhan."

"Yang serius!"

"Jokes lu kagak lucu. Kawin sama Helen sama aja lo bosan hidup! Emang, punya nyawa berapa lu sampe nekat lamar Helen yang notabenya berasal dari keluarga konglomerat ? Lu cuma mantan sopir keluarga mereka! Gak usah banyak tingkah. Cukup Atla aja yang nerobos batas, lu kagak usah ikut jejaknya."

"Ck."

Meletakkan handphone sembarang diatas kasur membiarkan game dan dua sohibnya terabaikan. Elara kini jadi titik fokusnya. "Kenapa hm? Apa yang lo pikirin sampe gak bisa tidur? Sini cerita."

"Ara takut.. gimana kalo suruhan Kakek Atla ikut sampai kemari?" Posisinya yang lebih rendah, mengharuskan Elara mengangkat pandangan untuk dapat menatap Atlantik.

"Jangan overthinking terus. Bumil gak boleh stres. Udah, bobo aja."

Atlantik bangun mengubah posisi menjadi duduk, punggungnya ia sandarkan dibantal yang ia taruh dibelakangnya sebagai pengganjal. "Nih gue bangun. Gue yang jaga. Selagi ada gue, semua akan baik-baik saja. Percaya sama gue." Ponselnya yang sempat ia anggurkan diraihnya kembali.

"Tapi Atla kalah jumlah. Gak bakal mampu ngalahin bawahan Kakek Atla."

"Yakin? Jangan ngeremehin gue."

"Atla gak ada niatan pindah lagi? Ara ngerasa gak aman lagi disini."

Tangan Atlantik, yang sejak tadi tak berhenti berkeliaran dilayar benda pipi tersebut, kini terjeda. Diliriknya lagi, Elara. "Kumpulin uang dulu ya? Gue udah bayar sewa tiga bulan nih kos. Untuk biaya sewa tempat tinggal baru lagi--kayaknya uang yang gue punya sekarang udah gak cukup."

"Ara boleh kerj--"

Langsung saja Atlantik mencegat penuturan Elara yang sudah dapat ia tebak. Pasti izin bekerja lagi. "Big no! Tulang punggung keluarga itu Suami. Tugas lo sebagai Istri cuma jadi babu di rumah. Beres-beres, sama melayani Suami. Apalagi lo lagi hamil, gak boleh kerja keras."

"Tapi--Ara pengen bantu Atla cari duit. Ara ngerasa cuma jadi beban."

"Gapapa. Gue senang lo ngebebani gue. Lagian, kalo lo kerja risiko ketangkep sama suruhan Grandpa lebih besar."

Pemaparan Atlantik ada benarnya juga. Elara tak bisa menyangkalnya. Namun, kalau boleh berterus terang, Elara merasa tak berguna sebagai Istri.

Atlantik tidak pernah memperbolehkannya untuk bekerja walau hanya paru waktu. Padahal Elara juga ingin membantu menambal kondisi ekonomi mereka.

PANGERAN ATLANTIK (Open PO)Where stories live. Discover now