Part 28;Benci pada manusia

16K 917 38
                                    

Ramein kalo mau cepat update😌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ramein kalo mau cepat update😌

Minimal, vote dulu baru baca🗿

28.Benci pada manusia

Langkah Elara menelusuri koridor kampus. Ditangannya membawa sekotak bekal dan dua botol mini minuman air mineral. Ia menuju sebuah gudang yang menjadi basecamp Atlantik dan para kawanannya selain warung Bu Umay. Sebelum menuju kesana, ia dan Atlantik sempat bertukar pesan. Atlantik menyuruhnya kesana.

Demi menghemat pengeluaran, Elara selalu membuatkan bekal untuk dirinya dan Atlantik. Oleh sebabnya, mereka tak pernah lagi makan di kantin. Seringnya hanya di warung, itupun hanya nongkrong saja.

Biasanya, Elara mengisi satu kotak bekal dengan isi yang lumayan banyak, cukup untuk mengisi perut mereka berdua hingga kenyang. Ukuran bekalnya pun lumayan besar.

"Tla? Lo nikahin Ara apa karena demen sama dia atau semata-mata cuma berdasarkan tanggung jawab?"

Langkah Elara terhenti didepan pintu yang sedikit terbuka mendengar percakapan mereka. Sedikit saja Elara dapat mengintip penghuni isi ruangan yang terlihat terawat tersebut dibalik cela pintu.

"Elah pake nanya! Tentu saja suka dianya! Atla mah kalo kagak demen gak mungkin sampe buntingin cewek. Helen aja yang cantiknya paripurna, Atla kagak napsu. Lagi nih yeh, dari SMA gua perhatiin Atla kek udah naksir berat sama si Ara-Ara."

'Atla naksir sama Ara dari SMA? Apa itu mungkin?'

"Gue? Demen sama pembantu lusuh itu?"

Untuk yang kedua kalinya, gerakan Elara tertunda, tangannya yang hendak mendorong pintu lebar-lebar menggantung di udara.

Ekspresinya seketika sirna saat gelak tawa terkesan merendahkan menyeletuk dibalik pintu. "Apa kata semesta coba? Gua aja tanggung jawab cuma karena kasihan. Asal kalian tahu, Ara itu gak punya siapa-siapa. Bokap dan Nyokapnya udah gak ada, dia juga diusir sama Bibinya bahkan dengan tega ampe mutusin ikatan antara keponakan dan Bibi gara-gara dia hamil."

Kaki Elara melemas menangkap deretan kalimat menyakitkan tersebut, ia memaksakan diri untuk tetap berdiri tegak didepan pintu. 'Jadi, Ara emang gak seberharga itu yah bagi Atla..?'

Genangan embun timbul di kelopak matanya hingga menumpuk disana, ia mati-matian menahan air matanya agar tak berani luruh. Dadanya seperti ditimpa oleh sesuatu. Pegangannya dikotak bekal menguat agar tak jatuh. 'Itu semua fakta, tapi kenapa Ara merasa sesakit ini?'

Ia ditampar telak oleh kenyataan, disaat logikanya meminta untuk segera pergi dari sana, tak selaras dengan relung hatinya yang walau sudah tertikam, mendorong dirinya untuk tetap mendengar keseluruhan perkataan Atlantik.

"Jadi, gue yang masih punya rasa perikemanusiaan ini tentu saja simpatik! Intinya, kami berdua gak ada hubungan yang istimewa selain tanggung jawab."

PANGERAN ATLANTIK (Open PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang