Midnight Call

347 25 10
                                    

Suara seseorang yang mengganti halaman kertas itu sudah memenuhi ruang sunyi sejak satu setengah jam yang lalu. Waktu yang berlalu pun tak membuat seseorang itu merasa bosan ataupun mengantuk, masih tetap fokus pada apa yang dibacanya dengan sesekali membenarnya kacamata yang menggantung indah di hidung bangirnya. Ponsel yang ia simpan di ujung mejanya pun sudah tak tersentuh sejak ia duduk menghadap buku yang cukup tebal, riset penelitian lebih tepatnya. Ia pun tidak pernah menyadari bahwa sudah beberapa kali ponselnya menyala karena mendapat notifikasi baru dari aplikasi obrolannya.

Hingga suara dering dari benda canggih tersebut membuyarkan konsentrasinya terhadap bacaan pentingnya. Dengan sigap, ia langsung meraih ponselnya dan mengangkat video call yang baru saja masuk.

"Hai, Dok. Sedang apa?"

"Kenapa belum tidur? Ini sudah larut malam," ujar pria tersebut tanpa menjawab pertanyaan dari lawan bicaranya. Tangan kanannya sibuk memperbaiki posisi ponselnya agar si lawan bicara bisa melihatnya dengan lebih baik, sedangkan tangan lainnya ia gunakan untuk melepas kacamatanya.

"Aku terbangun karena mimpi buruk dan tidak bisa tertidur lagi. Lalu, aku ingat kalau aku belum memberimu kabar hari ini."

Pria itu hanya menghela napasnya sebentar sambil menutup jurnal riset penelitian yang ia baca dan kembali fokus pada lawan bicaranya. "Apa yang kamu mimpikan?"

"Ahh.. itu tidak penting. Kenapa kamu belum tidur, Dok? Kamu masih baca jurnal penelitian? Sudah berapa kali aku bilang, tolong lakukan juga apa yang kamu bilang ke aku pada dirimu sendiri untuk menjaga makan dan waktu tidur. Lihatlah jam di kamarmu! Tidak mungkin 'kan kita di waktu yang berbeda."

Pria tersebut hanya bisa memijat kecil hidungnya, merasa pusing dengan celotehan lawan jenisnya yang begitu panjang. "Apakah kamu meneleponku hanya untuk memberiku petuah?"

Ucapan pria itu tak dibalas oleh si lawan bicara. Suasana menjadi hening dalam beberapa saat, hingga pria itu merasa ia harus mencairkan suasana. "Terima kasih karena sudah menghubungiku. Aku hendak menelepon polisi jika kamu tidak mengabariku hingga besok. Apakah kamu sudah makan malam?"

"Ya, aku tadi makan malam dengan Tara dan teman yang lain sebelum pulang. Apakah kamu sudah makan malam juga, Dok?"

Pria itu hanya bergeming tak berani menjawab pertanyaan yang baru saja dilontarkan, karena jujur saja, ia belum makan malam sejak pulang dari shiftnya sore tadi.

"Kamu kehabisan bahan makanan ya di rumah? Aku bisa ke sana sekarang untuk membawa beberapa makanan. Kebetulan tadi setelah makan malam aku mampir sebentar ke minimarket untuk persediaan beberapa hari ke depan."

"Sudah malam, De. Tidak perlu ke sini. Sangat bahaya wanita berkeliaran tengah malam."

"Dok, jangan lupa kalau aku ini pernah ikut kelas taekwondo."

"Tetap tidak mengubah fakta bahwa kamu ke sini tengah malam dan besar kemungkinan bertemu orang jahat."

Keadaan kembali hening karena tidak ada yang mau mengalah dalam percakapan ini. Hingga keheningan itu pecah karena suara cacing perut pria itu yang samar-samar juga terdengar oleh wanita itu.

"Dok, kamu mau aku yang ke tempatmu atau kamu yang ke sini?"

...

"Dokter Zayne, ak--"

"Aku akan tiba 30 menit lagi. Jangan buka pintu sebelum aku mengabarimu."

"Okee. Aku tunggu," sahut wanita itu dengan senyum kemenangannya. Baru saja pria itu hendak mengakhiri panggilan video tersebut, wanita itu kembali berucap. "Dokter Zayne?"

"Ya?"

"Bisakah kamu datang lebih cepat? Aku rasa aku merindukanmu," ujar wanita itu dengan air wajah yang tidak bisa dibaca oleh Zayne. Entah wanita itu benar-benar malu mengatakan hal tersebut atau hanya ingin menggodanya saja.

"Aku akan tiba dalam 20 menit. Aku tutup ya teleponnya. Sampai jumpa, Deanna."

Dengan cepat Zayne langsung menekan tombol merah di ponselnya sebelum wanita bernama Deanna itu menyadari cuping telinganya yang memerah karena ucapan wanita tersebut. Tak ingin membuat wanitanya menunggu, ia langsung merapihkan segala benda yang berserakan di mejanya, meraih dompet dan kunci mobilnya lalu segera keluar dari rumahnya setelah mengenakan coat tebalnya.

Lihatlah! Masih begitu banyak salju yang turun malam ini. Tidak mungkin ia membiarkan pujaan hatinya menghampiri dirinya sendirian tengah malam begini. Jadi, biarkan ia saja yang merasakan dinginnya malam musim dingin ini. Lagipula sudah ada makan malam telatnya yang menanti di sana, dan mungkin saja bonus pelukan hangat hingga semua perasaannya bisa tersalurkan dengan baik.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 19 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ZayneWhere stories live. Discover now